Terjemah Aqidah Ar-Roziyain - Abu Hatim Ar-Rozi dan Abu Zur'ah Ar-Rozi - PUSTAKA SYABAB
Terjemah Aqidah Ar-Roziyain - Abu Hatim Ar-Rozi dan Abu Zur'ah Ar-Rozi - PUSTAKA SYABAB Download PDF or WORD Pengantar Penerjemah Se...
Terjemah Aqidah Ar-Roziyain - Abu Hatim Ar-Rozi dan Abu Zur'ah Ar-Rozi - PUSTAKA SYABAB
Pengantar Penerjemah
Segala puji hanya
milik Allah. Semoga sholawat dan salam terlimpah untuk Rosul-Nya, keluarganya,
dan para Sahabatnya. Amma ba’du:
Naskah ini
mengacu kepada riwayat Imam Al-Lālikā’i $ (w. 418 H) dalam Syarhu Ushūli I’tiqōdi Ahlis Sunnah wal Jamā’ah
(no. 321, 1/197) dengan sanadnya sampai ke Ibnu Abi Hatim $.
Yang saya lakukan
dalam menerjemahkan adalah:
1. Menerjemahkan secara
maknawiyah.
2. Memberi footnote
untuk memperjelas kosa-kata sukar sekaligus takhrij hadits.
3. Memberi judul untuk
memudahkan memahami kerangka buku.
4. Menggunakan ejaan o
bukan a, misalkan fuqoha bukan fukaha.
Saya tidak
meyakini terjemah ini bebas dari kesalahan. Maka tegur, kritik, saran dari
pembaca bisa dilayangkan ke www.wa.me/6285730219208 untuk saya kaji ulang dan dimasukkan ke
edisi berikutnya.
Semoga Allah
mengampuni saya dan menerima ini dari saya.
Surabaya, 1443
H/2022 M
Nor Kandir غفر الله له
¢
قَالَ أَبُو مُحَمَّدٍ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ
أَبِي حَاتِمٍ: سَأَلْتُ أَبِي وَأَبَا زُرْعَةَ عَنْ مَذَاهِبِ أَهْلِ السُّنَّةِ
فِي أُصُولِ الدِّينِ، وَمَا أَدْرَكَا عَلَيْهِ العُلَمَاءَ فِي جَمِيعِ الأَمْصَارِ،
وَمَا يَعْتَقِدَانِ مِنْ ذَلِكَ، فَقَالَا:
Abu Muhammad
Abdurrohmān (w. 327 H)[1]
putra Abu Hātim Ar-Rōzī (w. 277 H) berkata: aku bertanya kepada ayahku[2]
dan Abu Zur’ah Ar-Rōzī (w. 264 H)[3]
tentang madzhab Ahlus Sunnah dalam pokok-pokok agama yang diyakini para ulama
yang dijumpainya di seluruh negeri Islam dan dijadikan sebagai keyakinan agama.
Lalu keduanya menjawab:
أَدْرَكْنَا العُلَمَاءَ فِي جَمِيعِ الأَمْصَارِ
حِجَازًا وَعِرَاقًا وَشَامًا وَيَمَنًا فَكَانَ مِنْ مَذْهَبِهِمُ:
Kami menjumpai
para ulama di seluruh negeri Islam, baik di Hijāz[4],
Irōq[5],
Syām[6],
dan Yaman[7],
bahwa keyakinan mereka adalah:
1. Definisi Iman
الإِيمَانُ قَوْلٌ وَعَمَلٌ، يَزِيدُ وَيَنْقُصُ.
Iman adalah
ucapan dan perbuatan, bisa bertambah dan bisa berkurang.[8]
2. Al-Qur’an Kalamullah
وَالقُرْآنُ كَلَامُ اللَّهِ غَيْرُ مَخْلُوقٍ
بِجَمِيعِ جِهَاتِهِ.
Al-Qur’an adalah
Kalamullah, bukan makhluk dari segala sisi.[9]
3. Takdir
وَالقَدَرُ خَيْرُهُ وَشَرُّهُ مِنَ اللَّهِ عَزَّ
وَجَلَّ.
Takdir yang baik
maupun buruk semuanya dari Allah Azza wa Jalla.[10]
4. Sahabat
وَخَيْرُ هَذِهِ الأُمَّةِ بَعْدَ نَبِيِّهَا
عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ: أَبُو بَكْرٍ الصِّدِّيقُ، ثُمَّ عُمَرُ بْنُ
الخَطَّابِ، ثُمَّ عُثْمَانُ بْنُ عَفَّانَ، ثُمَّ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ عَلَيْهِمُ
السَّلَامُ، وَهُمُ الخُلَفَاءُ الرَّاشِدُونَ المَهْدِيُّونَ
Orang terbaik
dari umat Islam setelah Nabinya ﷺ adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq, lalu Umar bin Al-Khoth-thob, lalu
Utsman bin ‘Affan, lalu ‘Ali bin Abi Thōlib —semoga keselamatan atas mereka
semua—. Mereka adalah Khulafa Rosyidin Mahdiyyin[11].
وَأَنَّ العَشَرَةَ الَّذِينَ سَمَّاهُمْ رَسُولُ
اللَّهِ ﷺ وَشَهِدَ لَهُمْ بِالجَنَّةِ عَلَى مَا شَهِدَ
بِهِ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ، وَقَوْلُهُ الحَقُّ.
Bersaksi atas 10
orang yang disebut Rosulullah ﷺ
dan dipersaksikan sebagai penghuni Surga, seperti yang dipersaksikan sendiri
oleh Rosulullah ﷺ.
Sabda beliau adalah benar.[12]
وَالتَّرَحُّمُ عَلَى جَمِيعِ أَصْحَابِ، مُحَمَّدٍ
وَالكَفُّ عَمَّا شَجَرَ بَيْنَهُمْ.
Wajib mendoakan
rohmat[13]
kepada seluruh Sahabat Muhammad ﷺ serta menahan diri dari membicarakan perselisihan yang terjadi
di tengah mereka[14].
5. Allah Tinggi di Atas Arsy
وَأَنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى عَرْشِهِ
بَائِنٌ مِنْ خَلْقِهِ كَمَا وَصَفَ نَفْسَهُ فِي كِتَابِهِ، وَعَلَى لِسَانِ رَسُولِهِ
ﷺ بِلَا كَيْفٍ، أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا، ﴿لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ
البَصِيرُ﴾.
Meyakini bahwa
Allah di atas Arsy[15],
terpisah dari makhluk-Nya, sebagaimana yang Dia kabarkan sendiri dalam
Kitab-Nya dan lewat lisan Rosul-Nya ﷺ, tanpa memikirkan hakikatnya. Ilmu-Nya meliputi segala sesuatu.[16]
“Tidak ada yang serupa dengan Allah dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
(QS. Asy-Syūrō: 11)[17]
6. Melihat Allah
وَأَنَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يُرَى فِي الآخِرَةِ،
يَرَاهُ أَهْلُ الجَنَّةِ بِأَبْصَارِهِمْ وَيَسْمَعُونَ كَلَامَهُ كَيْفَ شَاءَ وَكَمَا
شَاءَ.
Meyakini bahwa
Allah akan dilihat di Akhirat oleh penduduk Surga dengan mata telanjang dan
mereka mendengar ucapan-Nya, bagaimana caranya dan seperti apa hakikat-Nya
sesuai yang Allah kehendaki.
7. Keabadian Surga dan Neraka
وَالجَنَّةُ حَقٌّ وَالنَّارُ حَقٌّ وَهُمَا مَخْلُوقَانِ
لَا يَفْنَيَانِ أَبَدًا، وَالجَنَّةُ ثَوَابٌ لِأَوْلِيَائِهِ، وَالنَّارُ عِقَابٌ
لِأَهْلِ مَعْصِيَتِهِ إِلَّا مَنْ رَحِمَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ.
Meyakini bahwa
Surga benar adanya dan Neraka benar adanya, dan keduanya adalah makhluk yang
tidak akan sirna selamanya. Surga adalah balasan bagi kekasih-kekasih-Nya dan
Neraka adalah hukuman bagi ahli maksiat kepada-Nya, kecuali siapa yang Allah
rohmati.
8. Shirōt
وَالصِّرَاطُ حَقٌّ.
Meyakini bahwa
Siroth[18]
benar adanya.
9. Mīzān
وَالمِيزَانُ حَقٌّ، لَهُ كِفَّتَانِ، تُوزَنُ
فِيهِ أَعْمَالُ العِبَادِ حَسَنُهَا وَسَيِّئُهَا حَقٌّ.
Meyakini Mizan
benar adanya, memiliki dua daun timbangan, untuk menimbang amal-amal hamba,
amal baik maupun amal buruk, dan ini benar adanya.[19]
10. Haudh
وَالحَوْضُ المُكْرَمُ بِهِ نَبِيُّنَا ﷺ حَقٌّ.
Meyakini bahwa
Haudh (Telaga) yang diberikan kepada Nabi kita ﷺ sebagai penghormatan adalah benar adanya.[20]
11. Syafaat
وَالشَّفَاعَةُ حَقٌّ.
Meyakini bahwa
syafaat benar adanya.[21]
12. Hari Kebangkitan
وَالبَعْثُ مِنْ بَعْدِ المَوْتِ حَقٌّ.
Meyakini bahwa
kebangkitan setelah kematian adalah benar adanya.
13. Status Pelaku Dosa Besar
وَأَهْلُ الكَبَائِرِ فِي مَشِيئَةِ اللَّهِ عَزَّ
وَجَلَّ. وَلَا نُكَفِّرُ أَهْلَ القِبْلَةِ بِذُنُوبِهِمْ، وَنَكِلُ أَسْرَارَهُمْ
إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ.
Meyakini pelaku
dosa besar[22]
adalah di bawah kehendak Allah Azza wa Jalla[23].
Kami tidak mengkafirkan ahli Qiblat[24]
karena dosanya, dan kami serahkan rahasia[25]
mereka kepada Allah Azza wa Jalla.
14. Ulil Amri
وَنُقِيمُ فَرْضَ الجِهَادِ وَالحَجِّ مَعَ أَئِمَّةِ
المُسْلِمِينَ فِي كُلِّ دَهْرٍ وَزَمَانٍ. وَلَا نَرَى الخُرُوجَ عَلَى الأَئِمَّةِ
وَلَا القِتَالَ فِي الفِتْنَةِ، وَنَسْمَعُ وَنُطِيعُ لِمَنْ وَلَّاهُ اللَّهُ عَزَّ
وَجَلَّ أَمْرَنَا، وَلَا نَنْزِعُ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ، وَنَتَّبِعُ السُّنَّةَ وَالجَمَاعَةَ،
وَنَجْتَنِبُ الشُّذُوذَ وَالخِلَافَ وَالفُرْقَةَ.
Kami melaksanakan
kewajiban jihad dan haji bersama para pemimpin kaum Muslimin dan berlaku
selama-lamanya. Kami tidak menyakini bolehnya keluar memberontak para pemimpin,
dan tidak pula ikut saling memerangi (kaum Muslimin) di masa fitnah. Kami
mendengar dan patuh kepada siapa saja yang diangkat Allah Azza wa Jalla untuk
mengurusi kami. Kami tidak menarik tangan dari kepatuhan. Kami mengikuti Sunnah
sekaligus jamaah (kaum Muslimin bersama pemimpinnya). Kami menghindari keganjilan,
perselisihan, dan perpecahan.[26]
وَأَنَّ الجِهَادَ مَاضٍ مُنْذُ بَعَثَ اللَّهُ
عَزَّ وَجَلَّ نَبِيَّهُ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامِ إِلَى قِيَامِ السَّاعَةِ
مَعَ أُولِي الأَمْرِ مِنْ أَئِمَّةِ المُسْلِمِينَ لَا يُبْطِلُهُ شَيْءٌ. وَالحَجُّ
كَذَلِكَ، وَدَفْعُ الصَّدَقَاتِ مِنَ السَّوَائِمِ إِلَى أُولِي الأَمْرِ مِنْ أَئِمَّةِ
المُسْلِمِينَ.
Jihad bersama
para pemimpin kaum Muslimin tetap berlaku semenjak Allah mengutus Nabi-Nya ﷺ hingga hari Kiamat, tidak ada
apapun yang membatalkannya. Begitu juga haji dan membayar zakat kepada ulil
amri dari para pemimpin kaum Muslimni.
15. Masalah Klaim Beriman
وَالنَّاسُ مُؤَمَّنُونَ فِي أَحْكَامِهِمْ وَمَوَارِيثِهِمْ،
وَلَا نَدْرِي مَا هُمْ عِنْدَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ. فَمَنْ قَالَ: إِنَّهُ مُؤْمِنٌ
حَقًّا فَهُوَ مُبْتَدِعٌ، وَمَنْ قَالَ: هُوَ مُؤْمِنٌ عِنْدَ اللَّهِ فَهُوَ مِنَ
الكَاذِبِينَ، وَمَنْ قَالَ: هُوَ مُؤْمِنٌ بِاللَّهِ حَقًّا فَهُوَ مُصِيبٌ.
Manusia adalah dianggap
beriman dalam hukum dan warisan,[27]
dan kami tidak tahu hakikat mereka di sisi Allah. Siapa yang mengatakan bahwa
dirinya Mukmin secara hakiki maka ia mubtadi (pelaku bid’ah).[28]
Siapa yang mengatakan bahwa dirinya Mukmin di sisi Allah maka ia termasuk para
pendusta.[29]
Siapa yang mengatakan bahwa dirinya Mukmin kepada Allah dengan hakiki maka ia
benar.
16. Kesesatan Selain Ahlus Sunnah
وَالمُرْجِئَةُ المُبْتَدِعَةُ ضُلَّالٌ.
Murjiah sang
pelaku bid’ah adalah sesat.
وَالقَدَرِيَّةُ المُبْتَدِعَةُ ضُلَّالٌ، فَمَنْ
أَنْكَرَ مِنْهُمْ أَنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَا يَعْلَمُ مَا لَمْ يَكُنْ قَبْلَ
أَنْ يَكُونَ فَهُوَ كَافِرٌ.
Qodariyah sang
pelaku bid’ah adalah sesat. Siapa dari mereka yang mengingkari bahwa Allah
tidak mengetahui apa yang belum terjadi sebelum terjadi maka ia kafir.
وَأَنَّ الجَهْمِيَّةَ كُفَّارٌ.
Jahmiyyah adalah
kafir.
وَأَنَّ الرَّافِضَةَ رَفَضُوا الإِسْلَامَ.
Rofidhoh adalah
orang-orang yang terlepas dari Islam (kafir).
وَالخَوَارِجَ مُرَّاقٌ.
Orang-orang
Khowarij adalah orang-orang yang melesat dari agama.
17. Al-Qur’an Bukan Makhluk
وَمَنْ زَعَمَ أَنَّ القُرْآنَ مَخْلُوقٌ فَهُوَ
كَافِرٌ بِاللَّهِ العَظِيمِ كُفْرًا يَنْقُلُ عَنِ المِلَّةِ. وَمَنْ شَكَّ فِي كُفْرِهِ
مِمَّنْ يَفْهَمُ فَهُوَ كَافِرٌ.
Siapa yang meyakini
bahwa Al-Qur’an adalah makhluk maka dia kafir kepada Allah yang Maha Agung,
dengan kekafiran yang mengeluarkannya dari agama. Siapa yang ragu atas
kekafirannya padahal ia mengerti maka dia kafir.
وَمَنْ شَكَّ فِي كَلَامِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
فَوَقَفَ شَاكًّا فِيهِ يَقُولُ: لَا أَدْرِي مَخْلُوقٌ أَوْ غَيْرُ مَخْلُوقٍ فَهُوَ
جَهْمِيٌّ.
Siapa yang ragu
atas Kalamullah seperti diam dengan keraguan mengatakan: “Aku tidak tahu apakah
makhluk atau bukan makhluk” maka ia seorang Jahimyah.
وَمَنْ وَقَفَ فِي القُرْآنِ جَاهِلًا عُلِّمَ
وَبُدِّعَ وَلَمْ يُكَفَّرْ.
Siapa yang
bersikap diam atas Al-Qur’an karena bodoh, maka ia diajari dan dibid’ahkan
tetapi tidak dikafirkan.
وَمَنْ قَالَ: لَفْظِي بِالْقُرْآنِ مَخْلُوقٌ
فَهُوَ جَهْمِيٌّ أَوِ القُرْآنُ بِلَفْظِي مَخْلُوقٌ فَهُوَ جَهْمِيٌّ.
Siapa yang
mengatakan: “Lafazhku dari Al-Qur’an adalah makhluk” maka ia Jahmiyyah, atau
mengatakan “Al-Qur’an dari lafazhku adalah makhluk” maka ia Jahmiyyah juga.
/
قَالَ أَبُو مُحَمَّدٍ: وَسَمِعْتُ أَبِي يَقُولُ:
Abu Muhammad
berkata: aku mendengar ayahku (Abu Hatim Ar-Rozi) berkata:
18. Julukan Jelek Ahli Bid’ah Kepada
Ahlus Sunnah
وَعَلَامَةُ أَهْلِ البِدَعِ: الوَقِيعَةُ فِي
أَهْلِ الأَثَرِ.
Tanda ahli bid’ah[30]
adalah merendahkan Ahli Atsar.[31]
وَعَلَامَةُ الزَّنَادِقَةِ تَسْمِيَتُهُمْ أَهْلَ
السُّنَّةِ حَشْوِيَّةً يُرِيدُونَ إِبْطَالَ الآثَارِ.
Tanda orang
zindiq[32]
adalah menjuluki Ahlus Sunnah dengan Hasywiyyah[33],
dengan tujuan membatalkan atsar-atsar[34].
وَعَلَامَةُ الجَهْمِيَّةِ تَسْمِيَتُهُمْ أَهْلَ
السُّنَّةِ مُشَبِّهَةً.
Tanda orang
Jahmiyyah adalah menjuluki Ahlus Sunnah dengan Musyabbihah[35].
وَعَلَامَةُ القَدَرِيَّةِ تَسْمِيَتُهُمْ أَهْلَ
الأَثَرِ مُجَبِّرَةً.
Tanda orang
Qodariyah adalah menjuluki Ahlus Atsar dengan Mujabbiroh[36].
وَعَلَامَةُ المُرْجِئَةِ تَسْمِيَتُهُمْ أَهْلَ
السُّنَّةِ مُخَالِفَةً وَنُقْصَانِيَّةً.
Tanda orang
Murjiah adalah menjuluki Ahlus Sunnah dengan Mukholifah dan Nuqshōniyyah.
وَعَلَامَةُ الرَّافِضَةِ تَسْمِيَتُهُمْ أَهْلَ
السُّنَّةِ نَاصِبَةً.
Tanda orang
Rofidhoh adalah menjuluki Ahlus Sunnah dengan Nāshibah[37].
وَلَا يَلْحَقُ أَهْلَ السُّنَّةِ إِلَّا اسْمٌ
وَاحِدٌ وَيَسْتَحِيلُ أَنْ تَجْمَعَهُمْ هَذِهِ الأَسْمَاءُ
Padahal Ahlus
Sunnah tidak memiliki nama kecuali satu saja, dan mustahil disematkan nama-nama
tersebut.
/
قَالَ أَبُو مُحَمَّدٍ: وَسَمِعْتُ أَبِي وَأَبَا
زُرْعَةَ:
Abu Muhammad
berkata: aku mendengar ayahku dan Abu Zur’ah:
19. Sikap Atas Kebid’ahan dan
Pelakunya
يَأْمُرَانِ بِهِجْرَانِ أَهْلِ الزَّيْغِ وَالبِدَعِ
يُغَلِّظَانِ فِي ذَلِكَ أَشَدَّ التَّغْلِيظِ.
Keduanya menyuruh
agar menjauhi pelaku kesesatan dan bid’ah, dan sangat keras dalam melarang
demikian.
وَيُنْكِرَانِ وَضْعَ الكُتُبِ بِرَأْيٍ فِي غَيْرِ
آثَارٍ.
Keduanya
mengingkari memasukkan pendapat dalam kitab-kitab bukan atsar-atsar.
وَيَنْهَيَانِ عَنْ مُجَالَسَةِ أَهْلِ الكَلَامِ
وَالنَّظَرِ فِي كُتُبِ المُتَكَلِّمِينَ، وَيَقُولَانِ: لَا يُفْلِحُ صَاحِبُ كَلَامٍ
أَبَدًا.
Keduanya melarang
duduk-duduk bersama ahli kalam dan membaca kitab-kitab mutakallimin (ahli
filsafat), dan keduanya berkata: “Ahli kalam tidak akan beruntung selamanya.”
/
[1] Ibnu Abi Hatim $ adalah seorang yang terpercaya dalam periwayatan
dan memiliki kitab dalam kritik perowi pertama bernama Al-Jarhu wat Ta’dīl
(Kritik dan Rekomendasi Rowi). Ia dan ayahnya termasuk jajaran para ulama dalam
kritik rowi.
[2] Abu Hatim Ar-Rozī, nama aslinya
mirip nama Imam Asy-Syafi’i yaitu Muhammad bin Idris, seangkatan dengan Abu
Zur’ah Ar-Rozi, Imam Ahmad bin Hanbal, Ishaq bin Rohawaih, Ali Al-Madini. Ia
dijuluki imam, hafizh, dan tokoh dalam kritik rowi.
[3] Ubaidullah bin Abdul Karim dan ia
hafal 600.000 hadits, padahal hadits yang bersanad sampai ke Nabi ﷺ
tidak melebihi 120.000 dan ini sudah mencakup hadits palsu dan lemah. Dikatakan
bahwa jika ada hadits yang tidak dihafal olehnya maka ia bukanlah hadits,
karena pasti palsu. Abu Zur’ah termasuk guru utama Imam Muslim $.
[4] Yaitu Makkah dan Madinah serta
sekitarnya, dulu disebut Hijaz.
[5] Yaitu Baghdad, Kufah, Bashroh, Wasith, dan
dulu sebut Irōq atau Irak.
[6] Sekarang ia terbagi menjadi 4 negara yaitu
Palestina, Suriah (dengan ibukota Damaskus), Lebanon, Yordania.
[7] Jika dikatakan Hijaz di tengah,
maka timurnya adalah Iroq, baratnya adalah Mesir, utaranya adalah Syam, dan
selatannya adalah Yaman.
[8] Iman didefinisikan keyakinan hati, ucapan
lisan, dan amal anggota badan. Sebagian ulama mencukupkan tanpa menyebut
keyakinan hati, karena semua kelompok sesat tidak mempermasalahkan keyakinan
bagian dari iman. Mereka hanya berselisih dengan Ahlus Sunnah dalam amal
apakah termasuk iman atau tidak. Murjiah yang sesat berpendapat amal bukan
termasuk iman, sehingga mereka berkeyakinan setiap orang level imannya satu
tingkat, dan perbuatan dosa sama sekali tidak mengurangi imannya.
[9] Kalamullah artinya ucapan Allah, baik
huruf maupun suaranya, huruf yang tertulis dalam Mushaf adalah Kalamullah dan
suara bacaaan Al-Qur’an adalah Kalamullah juga bukan makhluk, bukan alih bahasa
dari Jibril maupun Muhammad ﷺ. Kelompok sesat yang
meyakini Al-Qur’an makhluk adalah Jahmiyah dan Muktazilah.
[10] Yang menjadi perselisihan Ahlus Sunnah
dengan kelompok sesat adalah takdir buruk, misalnya sakit, musibah, dan dosa.
Qodariyah meyakini bahwa terjadinya sakit dan dosa bukanlah atas takdir Allah
karena mustahil —dalam anggapan mereka— Allah menciptakan keburukan dan
menghukum orang karena ketetapan dalam takdir-Nya atas hamba tersebut. Adapun
Nabi ﷺ dan para Sahabatnya meyakini
semua peristiwa yang baik maupun yang buruk adalah takdir Allah. Penjelasannya
ada dalam kitab-kitab Aqidah yang shohih.
[11] Rosulullah ﷺ
bersabda: “Siapa yang hidup sepeninggalku maka ia akan melihat banyak
perselisihan maka peganglah dengan erat Sunnahku dan Sunnah Khulafa Rosyidin
Mahdiyyin sepeninggalku.” (Shohih: HR. Ibnu Majah no. 42) Khulafa adalah jamak
dari kholifah yang artinya pengganti, yakni pengganti Rosulullah ﷺ
dalam memimpin umat Islam sepeninggalnya. Rosyidin artinya orang-orang
terbimbing dalam keyakinan dan Mahdiyyin terbimbing dalam amal.
[12] Rosulullah ﷺ
bersabda: “Abu Bakar di Surga, Umar di Surga, Utsman di Surga, Ali bin Surga,
Tholhah di Surga, Az-Zubair di Surga, Abdurrohman bin Auf di Surga, Sa’ad di
Surga, Sa’id di Surga, dan Abu Ubaidah bin Al-Jarroh di Surga.” (Shohih: HR.
At-Tirmidzi no. 3747) Kami meyakini mereka penghuni Surga.
[13] Rohmat (kasih sayang) adalah
ampunan dari dosa di masa lalu dan terjaganya dari dosa akan datang. Orang yang
dirohmati Allah adalah tanda dicintai Allah, dan menyuruh kita untuk mendoakan
mereka: “Orang-orang yang datang sepeninggal mereka (Sahabat) berdoa: ‘Ya Allah,
ampuni kami dan saudara-saudara kami yang mendahului kami beriman (Sahabat)...”
(QS. Al-Hasyr: 11)
[14] Karena kabar tentang perselisihan
mereka tidak lepas dari beberapa hal berikut ini: (1) kebanyakan ceritanya
palsu; (2) jika memang benar, sudah ditambahi atau dikurangi oleh para
pendusta; Disamping itu, dosa para Sahabat sudah Allah ampuni lewat taubatnya
mereka, doa dalam ayat di atas, atau lewat amal sholih mereka, atau lewat
beratnya musibah yang menimpa mereka. Apalagi setiap mereka adalah mujtahid
yang jika salah mendapatkan satu pahala, dan jika benar mendapatkan dua pahala.
Maka Ahlus Sunnah diam (tidak mengkritik) atas perselisihan yang terjadi di
antara Ali dan Muawiyah ﭭ, dan yang
semisalnya.
[15] Arsy adalah makhluk paling besar
secara mutlak. Ia bagaikan atap bagi Surga. Perumpamaan 7 langit digabung 7
bumi dibanding Kursi bagaikan gelang dilempar ke padang pasar, dan perumpamaan
Kursi dengan Arsy bagaikan seperti itu juga. Ia dipikul oleh 8 Malaikat yang
sangat kuat.
[16] Yakni Dzat Allah di atas Arsy
sementara ilmu-Nya di mana-mana menjangkau seluruh makhluk-Nya.
[17] Yakni Ahlus Sunnah menetapkan ketinggian Allah,
tanpa menyerupakan dengan makhluk-Nya, Dia tinggi sesuai dengan keagungan dan
kemuliaan-Nya.
[18] Nama lainnya jisr (الجسر)
atau matn (المتن) yaitu jembatan yang
dibentangkan di punggung Jahannam, tidaklah penghuni Surga masuk Surga kecuali
pasti melewatinya. “Masing-masing dari kalian pasti melewatinya sebagai
kepastian yang sudah ditetapkan Allah.” (QS. Maryam: 71) Sifat Shirot adalah
sangat panjang, lebih tipis dari rambut, lebih tajam dari pedang, miring,
licin, dan sisi kanan-kirinya dikelilingi kail yang bisa mencabik-cabik setiap
orang yang melewatinya.
[19] Mizan adalah timbangan amal.
Terkadang yang ditimbang buku catatan, kadang wujud amalnya, dan kadang
orangnya sendiri, dan boleh jadi ketiga-tiganya dari satu orang. Hanya Allah
yang tahu. Ini hakiki, bukan kiasan, benar adanya.
[20] Haudh biasa diterjemahkan telaga
atau danau, tetapi lebih tepatnya ia bagaikan samudra yang sangat luas,
panjanglah 30 bulan perjalanan kuda tercepat, begitu pula lebarnya, airnya
lebih harum dari kasturi, lebih putih dari susu, lebih manis dari madu, dan ia
mengalir dari Telaga Kautsar di Surga, gelas untuk minum sebanyak hitungan
bintang di langit, siapa yang meminum seteguk, tidak akan pernah haus
selamanya.
[21] Syafaat adalah permohonan dari
pihak ketiga kepada Allah agar mengeluarkan orang dari Neraka, dan syafaat
jenis ini diingkari oleh Khowarij, karena di sisi mereka bahwa pelaku dosa
besar kafir dan kekal di Neraka selamanya.
[22] Yakni setiap dosa yang ada hukumannya di
dunia seperti mencuri dan berzina, atau laknat seperti suap, dan Neraka seperti
membunuh. Jika bertaubat maka Allah ampuni. Jika belum bertaubat sampai mati,
maka inilah yang dimaksud penulis $.
[23] Pelaku dosa besar yang belum
bertaubat hingga meninggal, ada dua kemungkinan: diampuni dengan rohmat Allah
yang luas atau disiksa dengan keadilan Allah.
[24] Yakni kaum Muslimin, mereka disebut ahli
Qiblat karena dikatakan Muslim jika mengerjakan sholat. Adapula yang
berpendapat, untuk membedakan diri dengan Rofidhoh yang sholatnya menghadap
kuburan Husain bukan ke Ka’bah.
[25] Yakni kami tidak tahu apakah Islamnya
mereka karena Allah apa tidak? Amal sholih mereka dikerjakan karena Allah apa
tidak? Maka kami hanya menghukumi ia Muslim sebagaimana apa yang nampak atas
kami, adapun isi hatinya kami serahkan kepada Allah, karena hanya Allah yang
tahu isi hati.
[26] Aqidah ini untuk membantah Khowarij yang
membolehkan memberontak pemimpin zolim, tidak sah sholat di belakang mereka dan
tidak pula haji dan jihad.
[27] Jika seseorang berada di negeri Muslim dan
mengerjakan sholat maka ia dianggap orang beriman kepada Allah dan Rosul-Nya
serta berlaku hak dan kewajiban. Ia dihukumi Muslim Mukmin dan hartanya
diwarisi oleh ahli warisnya dari kalangan Muslim.
[28] Karena hal itu klaim atas nama Allah dan
muncul dari kesombongan. Tidak ada yang menilai keimanan seseorang kecuali
Allah semata.
[29] Sama dengan sebelumnya.
[30] Bid’ah adalah perkara baru dalam
agama yang tidak diajarkan Nabi ﷺ. Bid’ah ada yang
berkaitan dengan praktik ibadah dan ada yang berkaitan dengan keyakinan (i’tiqod)
seperti bid’ah Khowarij, Syi’ah, Jahmiyyah, Qodariyyah, dan bid’ah ini yang
maksud penulis $.
[31] Cara mereka merendahkan adalah
dengan julukan-julukan rendahan, persis seperti perilaku Abu Jahal dan
kawan-kawannya ketika menjuluki Nabi ﷺ sebagai orang gila,
dukun, pendusta, dan tukang sya’ir.
[32] Jika orang munafik menampakkan
kekufurannya dan permusuhannya kepada Ahlus Sunnah, ia disebut zindiq, jamaknya
zanādiqoh. Mereka adalah munafik yang pura-pura beragama Islam padahal
benci syariat dan lebih suka memperturutkan nafsunya dalam beragama, sehingga
nama lain mereka adalah ahlul ahwa (pengekor hawa nafsu).
[33] Artinya kaum pinggiran, karena tidak
mengerti hakikat agama dengan baik, menurut tuduhan mereka. Yang pertama kali
mengucapkan ini adalah Amr bin Ubaid: “Abdullah bin Umar seorang hasywi
(orang pinggiran).”
[34] Yakni segala riwayat tentang agama,
baik dari Nabi ﷺ, para Sahabatnya, maupun
Tabi’in.
[35] Yakni menyerupakan Sifat Allah
dengan makhluk, padahal menetapkan tidak harus menyamakan. Misalnya mengatakan
si Ahmad memiliki mata dan kucing memiliki mata, sama-sama mata,
tetapi beda hakikatnya, ukurannya, kekuatannya, jangkauannya, dan semisalnya.
Inilah kekeliruan Jahmiyyah dalam menuduh.
[36] Yakni kaum yang meyakini perbuatan
buruk itu karena dipaksa Allah, padahal Ahlus Sunnah hanya menetapkan takdir
buruk sekaligus menetapkan Allah tidak pernah memaksa orang berbuat keburukan
dan manusia memiliki pilihan, dan jika telah terjadi maka terjadi atas takdir
Allah. Inilah kekeliruan kaum Qodariyah dalam menuduh.
[37] Yaitu kaum yang membenci Ahlul
Bait, padahal Ahlus Sunnah sangat mencintai Ahlul Bait, tanpa mengkultuskan Ali
ﭬ.