25 Khutbah Ringkas Jum'at - Nor Kandir - PUSTAKA SYABAB
25 Khutbah Ringkas Jum'at - Nor Kandir - PUSTAKA SYABAB Download PDF or WORD Pendahuluan Segala puji milik Allah. Semoga sholawat dan ...
25 Khutbah Ringkas Jum'at - Nor Kandir - PUSTAKA SYABAB
Pendahuluan
Segala puji milik
Allah. Semoga sholawat dan salam terlimpah untuk Rosulullah ﷺ, keluarganya, dan para
Sahabatnya. Amma ba’du:
Buku ini menghimpun
25 materi ringkas untuk khutbah Jumat, dan dua di antaranya khutbah Id.
Buku ini adalah
artikel berseri yang dimuat di rubrik Khutbah Jum’at dari tahun 2015-2018 di
majalah Masajid milik Yayasan Bina Muwahhidin Surabaya, di bawah asuhan Ustadz
Dr. Ainul Harits $.
Naskah yang saya
masukkan di sini bukanlah naskah yang sudah dikoreksi oleh tim majalah, tapi
naskah mentahan. Lalu naskah ini saya baca ulang dan kukoreksi sendiri.
Di antara
masa-masa indah bersama Ustadz Dr. Ainul Harits $ adalah nasihat beliau kepada kami atas koreksi
huruf kecil pada simbol-simbol agama, seperti masjid, nabi, rasul, kitab,
surga, neraka. Beliau berpandangan, semestinya ditulis besar (kapital) menjadi
Masjid, Nabi, Rosul, Kitab, Surga, Neraka. Tujuannya agar mengagungkan dan
membesarkan perkara agama. Lalu ide ini kusambut dengan baik, lalu kutambahi
dengan mengganti ejaan a menjadi o, misalnya shalat
kutulis sholat, umrah kutulis umroh. Tujuannya agar orang
awam tidak salah baca. Semoga kebaikan ini menjadi jariyah untuk beliau di alam
barzah. Semoga Allah menyayanginya, $.
Apa yang saya
tulis ini, tidak terlepas dari luput dan salah. Tegur sapa bisa dilayangkan ke
085730-219-208.
Semoga Allah
menerima semua kebaikan kita.
Surabaya, 1443
H/2021 M
Nor Kandir
01. Tebarkan
Salam Raih As-Salam
Khutbah Pertama
الْحَمْدُ
لِلّٰهِ عَلَىٰ نِعِمَّائِهِ، وَالشُّكْرُ لَهُ عَلَىٰ جَزِيلِ عَطَائِهِ
وَأَشْهَدُ
أَن لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ،
وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، شَهَادَةً تُنْجِي مِنَ العَذَابِ
وَأَشْهَدُ
أَنَّ نَبِيَّنَا وَسَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ الشَّافِعُ المُشَفَّعُ
يَوْمَ الْحِسَابِ، صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَعَلَىٰ آلِهِ وَأَصْحَابِهِ إِلَى يَوْمِ
الدِّينِ
أَمَّا
بَعْدُ:
فَيَا
أَيُّهَا الْمُسْلِمُونَ، اتَّقُوا اللهَ وَرَاقِبُوهُ، وَأَطِيعُوهُ، وَلَا تُعْصُوهُ
Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...
Marilah kita
senantiasa bertakwa kepada Allah Subhānahū wa Ta’ālā dengan
sebenar-benar takwa dan marilah kita menjadi hamba-hamba-Nya yang bersaudara
dengan menebarkan salam.
Jama’ah Jum’ah
Rohimakumullah
Allah telah
memuliakan kita dengan salam yang mengandung doa kesejahteraan dan keselamatan
yang tidak Allah berikan kepada umat terdahulu. Orang Mukmin terbaik adalah
yang paling gemar mengucapkan salam. Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin
Al-‘Ash ﭭ
bahwa ada seorang lelaki bertanya kepada Nabi ﷺ tentang amal terbaik dalam Islam?
Jawab beliau:
«تُطْعِمُ
الطَّعَامَ، وَتَقْرَأُ السَّلاَمَ عَلَىٰ مَنْ عَرَفْتَ وَمَنْ لَمْ تَعْرِفْ»
“Engkau
memberi makan dan mengucapkan salam kepada orang yang engkau kenal maupun tidak
engkau kenal.” (HR. Al-Bukhori
no. 12 dan Muslim no. 39)
Menyebarkan salam
merupakan tanda keimanan seseorang yang menjadikan di antara mereka rasa kasih
sayang dan saling mencintai. Itulah keimanan sejati.
Diriwayatkan dari
Abu Huroiroh ﭬ
bahwa Nabi ﷺ
bersabda:
«لَا
تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا، وَلَا تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا، أَوَلَا
أَدُلُّكُمْ عَلَىٰ شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ؟ أَفْشُوا السَّلَامَ
بَيْنَكُمْ»
“Demi
Dzat yang jiwaku berada di Tangan-Nya, kalian tidak akan masuk Surga hingga
beriman dan kalian tidak beriman hingga saling mencintai. Maukah kalian
kutunjukkan sesuatu yang andai kalian lakukan akan saling mencintai? Sebarkan
salam di antara kalian.”
(HR. Muslim no. 54)
Menyebarkan salam
merupakan sarana masuk Surga dengan selamat. Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin
Salam ﭬ
bahwa Nabi ﷺ
bersabda:
«يَا
أَيُّهَا النَّاسُ، أَفْشُوا السَّلَامَ، وَأَطْعِمُوا الطَّعَامَ، وَصَلُّوا وَالنَّاسُ
نِيَامٌ؛ تَدْخُلُونَ الجَنَّةَ بِسَلَامٍ»
“Wahai
manusia, tebarkan salam, berilah makan, dan sholatlah saat manusia tidur
niscaya kalian masuk Surga dengan selamat.” (HR. At-Tirmidzi no. 2485 dan dishohihkan oleh
Syaikh Al-Albani)
As-Salam
merupakan salah satu nama Allah yang sempurna, maknanya: Allah Pemberi
keselamatan, kesejahteraan, dan anugrah kepada makhluk-Nya. Siapa yang suka
diberi salam (kesejahteraan dan keselamatan) oleh Allah As-Salam ini maka
hendaklah ia menyebarkan salam. Diriwayatkan dari Anas bin Malik ﭬ bahwa Nabi ﷺ bersabda:
«إِنَّ
السَّلَامَ اسْمٌ مِنْ أَسْمَاءِ اللَّهِ تَعَالَى وَضَعَهُ اللهُ فِي الْأَرْضِ، فَأَفْشُوا
السَّلَامَ بَيْنَكُمْ»
“Sesungguhnya
Salam termasuk nama dari nama-nama Allah Ta’ala yang diletakkan-Nya di bumi.
Maka tebarkanlah salam di antara kalian.” (HR. Al-Bukhori no. 989 dalam Al-Adab Al-Mufrad
dan dihasankah Syaikh Al-Albani)
Menurut kita,
orang bakhil adalah yang tidak mau memberi kita rupiah atau barang, tetapi
bakhil sejatinya adalah orang yang bakhil menerbarkan salam. Diriwayatkan dari
Abu Huroiroh ﭬ
bahwa Nabi ﷺ
bersabda:
«أَبْخَلُ
النَّاسِ الَّذِي يَبْخَلُ بِالسَّلَامِ، وَإِنَّ أَعْجَزَ النَّاسِ مَنْ عَجِزَ بِالدُّعَاءِ»
“Manusia
yang paling bakhil adalah yang bakhil (mengucapkan) salam, sementara manusia
yang paling lemah adalah yang lemah untuk berdoa.” (HR. Al-Bukhori no. 1049 dalam Al-Adab Al-Mufrad
dan dihasankan Syaikh Al-Albani)
Menebar salam
merupakan sarana mendapatkan ampunan Allah. Diriwayatkan dari Hani bin Yazid
bahwa Nabi ﷺ
bersabda:
«إِنَّ
مُوجِبَاتِ الْمَغْفِرَةِ؛ بَذْلُ السَّلاَمِ، وَحُسْنُ الْكَلَامِ»
“Sesungguhnya
perkara yang mewajibkannya mendapat ampunan adalah mencurahkan salam dan akhlak
mulia.” (Shohihul Jami
no. 2232 dan dishohihkan Syaikh Al-Albani)
Salam termasuk
hak Muslim dari kita yang wajib kita tunaikan. Memang memulai salam hukumnya
tidak wajib tetapi menjawab salam hukumnya wajib dan kita berdosa bila tidak
menjawab salam saudara kita. Diriwayatkan dari Abu Huroiroh ﭬ:
«حَقُّ
الْمُسْلِمِ عَلَىٰ الْمُسْلِمِ خَمْسٌ: رَدُّ السَّلاَمِ، وَعِيَادَةُ الْمَرِيْضِ،
وَاتِّبَاعُ الْجَنَائِزِ، وَإِجَابَةُ الدَّعْوَةِ، وَتَشْمِيْتُ الْعَاطِسِ»
“Hak Muslim
atas Muslim lainnya adalah menjawab salam, menjenguk yang sakit, mengiringi
jenazah, memenuhi undangan, dan mendoakan yang bersin.” (HR. Al-Bukhori no.
1240 dan Muslim no. 2162)
بَارَكَ
اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ العَظِيمِ
Khutbah Kedua
الْحَمْدُ
الَّذِيْ خَلَقَ الْخَلْقَ لِيَعْبُدُوْهُ، وَأَبَانَ آيَاتِهِ لِيَعْرِفُوْهُ.
وَأَشْهَدُ
أَنْ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ نَبِيَّنَا
وَإِمَامَنَا وَقُدْوَتَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
أَمَّا
بَعْدُ:
Ma’āsyirol
Muslimin Rohimakumullah...
Kita bangga
dianuragi Allah syariat salam. Salam adalah kebanggaan umat ini. Tidakkah kita
patut berbangga karena umat Yahudi iri dengan salam kita? Diriwayatkan dari
Anas bin Malik ﭬ
bahwa Rosulullah ﷺ bersada:
«مَا
حَسَدَتْكُمُ الْيَهُودُ عَلَىٰ شَيءٍ، مَا حَسَدَتْكُمْ عَلَىٰ السَّلاَمِ وَالتَّأْمِينِ»
“Yahudi tidak
iri kepada kalian atas sesuatu melebihi iri mereka kepada kalian atas salam dan
amin (saat sholat).” (Shohihul
Jami’ no. 5613 dan dishohihkan Syaikh Al-Albani)
Demikian khutbah
yang bisa disampaikan siang hari ini. Semoga kita semakin gemar menebarkan
salam.
اللّٰهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَاءِ
مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ.
﴿رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا
حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ﴾
/
02.
Anugrah Terindah Untuk Umat Muhammad ﷺ
Khutbah Pertama
إنَّ الحَمْدَ لِلّٰهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ
وَنَسْتَهْدِيهِ وَنَشْكُرُهُ، وَنُعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ
أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ
لَهُ.
وَأَشْهَدُ أنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ
لَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ ونَصَرَ عَبْدَهُ وأَعَزَّ جُنْدَهُ وهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ.
وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا وَحَبِيبَنَا وَقَائِدَنَا وَقُرَّةَ
أَعْيُنِنا مُحَمَّدًا عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُهُ وَصَفِيُّهُ وَحَبِيبُهُ، صلَّى اللهُ
وَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَىٰ كُلِّ رَسُولٍ أَرْسَلَهُ.
أَمَّا بَعْدُ:
عِبَادَ اللهِ فَإِنِّي أُوصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ
Ma’asyirol Muslimin
Rohimakumullah...
Segala puji bagi
Allah yang telah memberi kita anugrah terbesar yaitu nikmat Islam dan iman.
Sungguh Allah telah memberi anugrah agung kepada kita atas dimasukkannya kita
kepada Islam. Hanya agama ini yang Allah terima dan dimasukkan ke Surga. Allah
berfirman:
﴿إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الإسْلاَمُ﴾
“Sesungguhnya
agama (yang diridhoi)
di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS. Ali Imrōn [3]:
19)
﴿وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الإسْلاَمِ دِينًا فَلَنْ
يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ﴾
“Barang
siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima
(agama itu), dan dia di Akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imrōn [3]: 85)
Sungguh Allah
telah memberi anugrah agung kepada kita atas diberikannya kita Al-Qur`an yang
tidak diberikan kepada umat-umat terdahulu yang semisalnya. Kitab yang Allah
jamin sendiri penjagaannya dan menjamin kebahagian bagi yang menjadikannya
sebagai pedoman. Allah berfirman:
﴿إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا
لَهُ لَحَافِظُونَ﴾
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur'an,
dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS. Al-Hijr [15]: 9)
﴿فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنِ
اتَّبَعَ هُدَايَ فَلاَ يَضِلُّ وَلَا يَشْقَى﴾
“Jika
datang kepadamu petunjuk dari-Ku, lalu barang siapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan
sesat dan tidak akan celaka.” (QS. Thōhā [20]: 123)
Sungguh Allah
telah memberi anugrah agung kepada kita atas dijadikan-Nya Nabi kita sebagai Nabi
terbaik secara mutlak. Untuk itulah hanya beliau yang diizinkan membuka pintu Surga
pertama kali, bukan Nabi Adam, Nuh, Ibrohim, Musa, atau ‘Isa ‘Alaihimussalam.
Beliau bersabda:
«آتِي بَابَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَأَسْتفْتِحُ، فَيَقُولُ
الْخَازِنُ: مَنْ أَنْتَ؟ فَأَقُولُ: مُحَمَّدٌ، فَيَقُولُ: بِكَ أُمِرْتُ لَا أَفْتَحُ
لِأَحَدٍ قَبْلَكَ»
“Aku
mendatangi pintu Surga pada hari Kiamat lalu meminta agar dibuka. Sang penjaga
berkata, ‘Siapa kamu?’ Kujawab, ‘Muhammad.’ Katanya, ‘Hanya kepadaku aku
diperintah agar tidak membuka kepada seorang pun sebelum Anda.” (HR. Muslim no. 197)
Sungguh Allah
telah memberi anugrah agung kepada kita atas dijadikannya kita umat terbaik
dari umat-umat terdahulu. Allah Subhānahū wa Ta’ālā berfirman:
﴿كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ
تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ﴾
“Kalian adalah umat yang terbaik yang
dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang
mungkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imrōn
[3]: 110)
﴿وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الأَعْلَوْنَ
إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ﴾
“Janganlah
kalian bersikap lemah,
dan janganlah (pula) kalian
bersedih hati, karena kalianlah
orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kalian orang-orang yang beriman.” (QS. Ali Imrōn [3]: 139)
Nabi ﷺ bersabda:
«أَنْتُمْ تُتِمُّونَ سَبْعِينَ أُمَّةً، أَنْتُمْ خَيْرُهَا وَأَكْرَمُهَا
عَلَىٰ اللَّهِ»
“Kalian adalah
penyempurna 70 umat terdahulu dan kalianlah umat terbaik dan termulia di sisi
Allah.” (HR. At-Tirmidzi
no. 3001 dan dinilai hasan oleh Syaikh Al-Albani dan Ibnu Hajar)
Sungguh Allah telah
memberi anugrah agung kepada kita atas dijadikan-Nya syariat agama kita sebagai
syariat termudah dan paling banyak pahalanya. Allah Subhānahū wa Ta’ālā
berfirman:
﴿الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ
الأمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالإنْجِيلِ،
يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ، وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ
وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ، وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالأغْلالَ الَّتِي
كَانَتْ عَلَيْهِمْ، فَالَّذِينَ آمَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُوا
النُّورَ الَّذِي أُنْزِلَ مَعَهُ أُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ﴾
“(Yaitu)
orang-orang yang mengikut Rosul, Nabi yang umi yang (namanya) mereka dapati
tertulis di dalam Taurot dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh
mereka mengerjakan yang makruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang
mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharomkan bagi
mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan
belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman
kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang
diturunkan kepadanya (Al-Qur'an), mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-A’rōf [7]: 157)
Di antara bentuk
kemudahan itu adalah kita dimudahkan sholat di mana saja dan bersuci dengan
debu jika tidak ada air, sementara umat terdahulu tidak.
Kita dimudahkan
puasa dari terbit matahari sampai tenggelam, sementara umat terdahulu tidak
boleh berbuka hingga muncul bintang-bintang bahkan sebagian umat diteruskan
sampai waktu sahur.
Kita dimudahkan
dan dilipatkan dalam pahala dengan Lailatul Qodar dan Romadhon sehingga
mengungguli umat terdahulu padahal umur mereka ada yang seribu tahun, sehingga sholat
kita yang 5 kali sehari senilai 50 kali pahalanya.
Kita dimudahkan
dalam membersihkan najis dengan mengguyurnya memakai air, sementara umat
terdahulu dengan merobek baju yang terkenan najis.
Kita dimudahkan
bertaubat dengan istighfar dan Allah menerima taubat kita, sementara umat
terdahulu taubatnya dengan bunuh diri dan setiap maksiat memunculkan tanda di
rumah mereka.
اللّٰهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الجَنَّةَ ونَسْأَلُكَ الفِردَوْسَ
الأَعْلَى يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ.
هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُم.
Khutbah Kedua
إنَّ الحَمْدَ لِلّٰهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ
وَنَسْتَهْدِيهِ وَنَشْكُرُهُ، وَنُعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ
أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ
لَهُ.
وَأَشْهَدُ أنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ
لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا وَحَبِيبَنَا وَقَائِدَنَا وَقُرَّةَ أَعْيُنِنا
مُحَمَّدًا عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُهُ وَصَفِيُّهُ وَحَبِيبُهُ، صلَّى اللهُ وَسَلَّمَ
عَلَيْهِ وَعَلَىٰ كُلِّ رَسُولٍ أَرْسَلَهُ.
أَمَّا بَعْدُ:
عِبَادَ اللهِ فَإِنِّي أُوصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ
﴿إِنَّ اللَّهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَىٰ
النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا﴾
«للَّهُمَّ صَلِّ عَلَىٰ مُحَمَّدٍ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ،
كَمَا صَلَّيْتَ عَلَىٰ آلِ إِبْرَاهِيمَ، وَبَارِكْ عَلَىٰ مُحَمَّدٍ وَأَزْوَاجِهِ
وَذُرِّيَّتِهِ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَىٰ آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ»
﴿رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا
فِي أَمْرِنَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَىٰ الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ﴾
﴿رَبَّنَا إِنَّنَا سَمِعْنَا مُنَادِيًا يُنَادِي
لِلإيمَانِ أَنْ آمِنُوا بِرَبِّكُمْ فَآمَنَّا رَبَّنَا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا
وَكَفِّرْ عَنَّا سَيِّئَاتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ الأبْرَارِ* رَبَّنَا وَآتِنَا مَا
وَعَدْتَنَا عَلَىٰ رُسُلِكَ وَلا تُخْزِنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّكَ لا تُخْلِفُ
الْمِيعَادَ﴾
﴿رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي
الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ﴾
/
03. Memakmurkan Masjid
Tanda Keimanan
Khutbah Pertama
إِنَّ
الْحَمْدَ لِلّٰهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللَّهِ
مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا
مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ.
وَأَشْهَدُ
أَنْ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ
آمَنُوْا اتَّقُوْا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ﴾
﴿يَا أَيُّهَا النَّاسُ
اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا
وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ
بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا﴾
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا * يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ
وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا
عَظِيمًا﴾
أَمَّا
بَعْدُ:
«فَإِنَّ
أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كَلَامُ اللَّهِ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ ﷺ، وَشَرَّ
الْأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدُثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٌ ضَلاَلَةٌ،
وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ»
Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...…
Allah Subhānahū wa Ta’ālā berfirman:
﴿إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ
اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ، وَأَقَامَ الصَّلاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ
وَلَمْ يَخْشَ إِلا اللَّهَ، فَعَسَى أُولَئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ﴾
“Hanyalah yang memakmurkan Masjid-Masjid Allah ialah
orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan
sholat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada
Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang
yang mendapat petunjuk.” (QS. At-Taubah [9]: 18)
Ayat yang mulia ini memberi kabar gembira atas pengakuan
Allah terhadap keimanan orang yang memakmurkan Masjid-Masjid-Nya, bahkan
pengakuan ini langsung dari Allah bukan makhluk-Nya. Padahal keimanan adalah
sumber segala keberuntungan di dunia dan di Akhirat.
Ini dipertegas dalam sebuah hadits:
«إِذَا
رَأَيْتُمُ الرَّجُلَ يَعْتَادُ المَسْجِدَ فَاشْهَدُوا لَهُ بِالإِيمَانِ»
“Jika kamu melihat orang rajin mendatangi Masjid, maka persaksikanlah ia
sebagai orang yang beriman karena Allah berfirman:
﴿إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ
الآخِرِ﴾
‘Hanyalah
yang memakmurkan Masjid-Masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada
Allah dan hari kemudian.” (HR. At-Tirmidzi no. 3097 dan dilemahkan Al-Albani tetapi maknanya shohih)
Syaikh As-Sa’di $
berkata, “Allah menyifati mereka dengan keimanan yang bermanfaat, mengerjakan
amal sholih dimana sholat dan zakat adalah induknya, dan rasa takut kepada
Allah yang merupakan pokok segala kebaikan. Mereka inilah orang-orang yang
memakmurkan Masjid sebenarnya dan yang berhak menjadi ahlinya.” (Tafsir As-Sa’di
hal. 331)
Adapun kata “memakmurkan” adalah salah satu arti dari sebuah
kata dalam bahasa Arab yaitu ( عَمَرَ - يَعْمُرُ - عِمَارَةً ) yang juga memiliki
banyak arti lain di antaranya: menghuni (mendiami), menetapi, menyembah,
mengabdi (berbakti), membangun (mendirikan), mengisi, memperbaiki, mencukupi,
menghidupkan, menghormati dan memelihara.
Dengan demikian, yang dimaksud “memakmurkan Masjid” adalah (1) membangun dan mendirikan Masjid,
(2) mengisi dan
menghidupkannya dengan berbagai ibadah dan ketaatan kepada Allah, (3) menghormati dan memeliharanya
dengan cara membersihkannya dari kotoran-kotoran dan sampah serta memberinya
wewangian.
Dari definisi ini, memakmurkan Masjid ada dua bentuk yaitu hissi
(fisik) dan maknawi. Di antara bentuk hissi adalah membangun dan
memelihara Masjid dengan sebaik-baiknya sehingga nyaman bagi orang-orang yang
ibadah dengan menghilangkan kotoran atau memberi wewangian.
Tentang hissi ini, diriwayatkan dari ‘Utsman bin ‘Affan ﭬ berkata: saya mendengar Nabi ﷺ bersabda:
«مَنْ
بَنَى مَسْجِدًا يَبْتَغِى بِهِ وَجْهَ اللَّهِ، بَنَى اللَّهُ لَهُ مِثْلَهُ فِى الْجَنَّةِ»
“Barangsiapa
yang membangun Masjid demi mencari Wajah Allah, maka Allah akan membangunkan
untuknya istana di Surga.” (HR. Al-Bukhori no. 450 dan Muslim no. 533)
Meskipun yang mampu dibangun hanya sepetak atau sebagian
saja dari Masjid. Nabi ﷺ
besabda:
«مَنْ
بَنَى مَسْجِدًا لِلّٰهِ كَمَفْحَصِ قَطَاةٍ، أَوْ أَصْغَرَ، بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا
فِي الْجَنَّةِ»
“Barangsiapa yang membangun Masjid karena Allah meskipun
sebesar sarang burung bahkan lebih kecil dari itu, Allah akan membangunkan
untuknya sebuah istana di Surga.” (HR. Ibnu Majah no. 738 dan dishohihkan
Al-Albani)
Di antaranya pula adalah membersihkan dan mewangikan Masjid.
‘Aisyah ڤ
berkata:
أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ ﷺ أَمَرَ بِالْمَسَاجِدِ
أَنْ تُبْنَى فِي الدُّورِ، وَأَنْ تُطَهَّرَ وَتُطَيَّبَ
“Rosulullah ﷺ memerintahkan agar Masjid dibangun di
kampung-kampung dan agar dibersihkan dan diberi wewangian.” (HR. Ibnu Majah no.
758 dan dishohihkan Al-Albani)
Adapun memakmurkan Masjid secara maknawi adalah meramaikan Masjid
dengan ibadah-ibadah seperti berdzikir,
sholat berjamaah, membaca Al-Qur`an, majlis taklim, dan kegiatan umat lainnya.
Empat ibadah ini adalah pokok ibadah di Masjid. Nabi ﷺ bersabda:
«إِنَّ
هَذِهِ الْمَسَاجِدَ لَا تَصْلُحُ لِشَيْءٍ مِنْ هٰذَا الْبَوْلِ وَلَا الْقَذَرِ،
إِنَّمَا هِيَ لِذِكْرِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَالصَّلَاةِ وَقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ»
“Sesungguhnya Masjid-Masjid
bukan untuk tempat
kencing dan kotoran tetapi hanya untuk berdzikir kepada Allah, sholat, dan
membaca Al-Qur`an.” (HR. Muslim no. 285)
Tentang dzikir ini, Allah mencela orang-orang yang
menghalang-halangi manusia dari menyebut nama Allah di dalam Masjid-Masjid-Nya
dalam firman-Nya:
﴿وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ
مَنَعَ مَسَاجِدَ اللَّهِ أَنْ يُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ وَسَعَى فِي خَرَابِهَا، أُولَئِكَ
مَا كَانَ لَهُمْ أَنْ يَدْخُلُوهَا إِلَّا خَائِفِينَ، لَهُمْ فِي الدُّنْيَا خِزْيٌ
وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ﴾
“Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang
menghalang-halangi menyebut nama Allah dalam Masjid-Masjid-Nya dan berusaha
untuk merobohkannya? Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (Masjid
Allah), kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka di dunia mendapat
kehinaan dan di Akhirat mendapat siksa yang berat.” (QS. Al-Baqoroh [2]:
114)
Sedangkan sholat, khususnya sholat fardhu berjama’ah, Nabi ﷺ bersabda:
«مَنْ
تَوَضَّأَ لِلصَّلَاةِ فَأَسْبَغَ الْوُضُوءَ، ثُمَّ مَشَى إِلَى الصَّلَاةِ الْمَكْتُوبَةِ،
فَصَلَّاهَا مَعَ النَّاسِ أَوْ مَعَ الْجَمَاعَةِ أَوْ فِي الْمَسْجِدِ غَفَرَ اللهُ
لَهُ ذُنُوبَهُ»
“Barangsiapa berwudhu untuk sholat, lalu dia menyempurnakan
wudhunya, kemudian berjalan menuju sholat fardhu, lalu dia sholat bersama
manusia —yakni jama’ah di Masjid—, niscaya Allah ampuni dosa-dosanya.” (HR.
Muslim no. 232)
Tentang memakmurkan Masjid dengan tiwalah Al-Qur`an, Nabi ﷺ bersabda:
«وَمَا
اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللهِ، يَتْلُونَ كِتَابَ اللهِ، وَيَتَدَارَسُونَهُ
بَيْنَهُمْ، إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمِ السَّكِينَةُ، وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ
وَحَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ، وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ»
“Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah (Masjid),
untuk membaca Kitabullah (Al-Qur’an)
dan mempelajarinya di antara mereka melainkan akan turun ketentraman kepada
mereka, rohmat akan menyelimuti mereka, para Malaikat menaungi mereka, dan
Allah akan membanggakan mereka di hadapan para Malaikat di sisi-Nya.” (HR. Muslim
no. 2699)
Tentang memakmurkan dengan majlis taklim, disebutkan oleh Nabi
ﷺ:
«مَنْ
جَاءَ مَسْجِدِي هٰذَا، لَمْ يَأْتِهِ إِلَّا لِخَيْرٍ يَتَعَلَّمُهُ أَوْ يُعَلِّمُهُ،
فَهُوَ بِمَنْزِلَةِ الْمُجَاهِدِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَمَنْ جَاءَ لِغَيْرِ ذَلِكَ،
فَهُوَ بِمَنْزِلَةِ الرَّجُلِ يَنْظُرُ إِلَى مَتَاعِ غَيْرِهِ»
“Barangsiapa datang ke Masjidku ini, tidak lain kecuali
untuk mempelajari kebaikan atau mengajarkannya, maka dia bagaikan mujahid di
jalan Allah, sedangkan yang datang untuk selain itu maka bagaikan orang yang
cuma melihat-lihat harta orang lain.” (HR. Ibnu Majah no. 227 dan dishohihkan
Al-Albani)
أَقُولُ
هٰذَا، وَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ لِي وَلَكُمْ
Khutbah Kedua
اْلحَمْدُ
للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ
وَالشُّكْرُ لَهُ عَلَىٰ
تَوْفِيْقِهِ وَامْتِنَانِهِ.
وَأَشْهَدُ
أَنْ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ تَعْظِيْمًا لِشَأْنِهِ.
وَأَشْهَدُ
أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إِلىَ رِضْوَانِهِ. اللّٰهُمَّ
صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَيهِ وَعَلَىٰ آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَإِخْوَانِهِ.
أَمَّا
بَعْدُ:
فَياَ
أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَزَجَرَ
Ma’āsyirol Muslimin…
Memakmurkan Masjid merupakan tanda keimanan seorang hamba.
Di antara memakmurkan Masjid adalah dengan membangun dan memelihara Masjid.
Namun jauh lebih penting dari itu adalah menghidupkan dan meramaikan Masjid
dengan ibadah-ibadah seperti berdzikir, sholat, tiwalah Al-Qur`an, dan majlis
taklim. Semoga kita termasuk orang-orang yang memakmurkan Masjid.
«اللّٰهُمَّ
صَلِّ عَلَىٰ مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ،
وَعَلَىٰ آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، اللّٰهُمَّ بَارِكْ عَلَىٰ مُحَمَّدٍ
وَعَلَىٰ آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَىٰ آلِ إِبْرَاهِيمَ
إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ»
اللّٰهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ الاَحْيآءُ
مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ، اللّٰهُمَّ
أَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ، وَانْصُرْ
مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ، وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ، وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَ
الدِّيْنِ، وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ.
﴿رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا،
وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ﴾
﴿رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا
حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ﴾
/
04. Kemuliaan
Diraih dengan Perjuangan
Khutbah Pertama
إنَّ الـحَمْدَ لِلّٰهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ
وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ
أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا
هَادِيَ لَهُ.
وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ
لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه.
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا
اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ﴾
﴿يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ
الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ، وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ
مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً * وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ
بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا﴾
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا
اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا * يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ
لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا
عَظِيمًا﴾
أَمَّا بَعْدُ:
Ma’āsyirol
Muslimin Rohimakumullah...
Allah telah
memberi kita nikmat besar, nikmat hidup di negeri yang aman dan terbebas dari
penjajahan. Para pendahulu kita telah mengorbankan jiwa dan harta untuk
mempertahankan agama dan tanah air kita dari kaum penindas kafir Portugis,
Belanda, dan Jepang. Hanya Allah yang terpuji dan kita bersyukur kepadanya,
juga bersyukur kepada para pahlawan Muslim dengan mendoakan ampunan dan rohmat
untuk mereka.
Untuk mencapai
kemuliaan ini, bebas dari penjajahan, bukanlah diraih dengan berleha-leha
tetapi perjuangan dan pengorbanan. Menjaga agama dan tanah air hanya dilakukan
oleh para pemilik jiwa besar dan jiwa yang rela berjuang dan berkorban. Jalan
yang mereka tempuh adalah jalan yang penuh rintangan. Allah Subhānahū wa
Ta’ālā berfirman:
﴿إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ
وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ، يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ
وَيُقْتَلُونَ، وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ وَالإنْجِيلِ وَالْقُرْآنِ،
وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنَ اللَّهِ فَاسْتَبْشِرُوا بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُمْ
بِهِ، وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ﴾
“Sesungguhnya
Allah telah membeli dari orang-orang Mukmin, diri dan harta mereka dengan
memberikan Surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah, lalu mereka
membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di
dalam Taurot, Injil, dan Al Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya
selain Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu,
dan itulah kemenangan yang besar.” (QS. Taubah [9]: 111)
Ma’āsyirol
Muslimin Rohimakumullah...
Mereka dijajah
dan disakiti oleh para penindas bukan semata karena para penindas itu
menginginkan kekayaan Indonesia, bukan pula semata karena ingin memperluas
kerajaan mereka, tetapi lebih dari itu karena kita beriman kepada Allah. Mereka
tidak ridho kita mengatakan, “Rob kami adalah Allah.” Allah Subhānahū wa
Ta’ālā berfirman:
﴿أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا،
وَإِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ * الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ
بِغَيْرِ حَقٍّ إِلَّا أَنْ يَقُولُوا رَبُّنَا اللَّهُ﴾
“Telah
diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya
mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong
mereka itu, yaitu orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa
alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: ‘Rob kami hanyalah Allah.’” (QS. Al-Hajj [22]: 39-40)
Sekarang, tugas
kita adalah melanjutkan perjuangan mereka para mujahidin dengan cara
memakmurkan Negeri kita ini dengan iman dan takwa, sebab jika sebuah negeri
penduduknya beriman dan bertakwa maka Allah akan memberikan berkah kepada
negeri tersebut dan menjauhkannya dari marabahaya dan bencana. Allah berfirman:
﴿وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا
لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ﴾
“Jika
sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.” (QS. Al-A’rāf [7]: 96)
Sebaliknya, jika
sebuah negeri penuh dengan kekufuran, kesyirikan, kemaksiatan, dan kezoliman
maka bencana dan musibah akan datang silih berganti kepada negeri tersebut,
juga Allah akan membiarkan para penjajah menguasai mereka. Allah berfirman:
﴿وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلا قَرْيَةً كَانَتْ آمِنَةً
مُطْمَئِنَّةً يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَدًا مِنْ كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ
اللَّهِ، فَأَذَاقَهَا اللَّهُ لِبَاسَ الْجُوعِ وَالْخَوْفِ بِمَا كَانُوا يَصْنَعُونَ﴾
“Dan Allah
telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi
tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi
kemudian (penduduk) nya mengingkari nikmat-nikmat Allah, karena itu Allah
merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang
selalu mereka perbuat.”
(QS. Al-Nahl [16]: 116)
Ma’āsyirol
Muslimin Rohimakumullah...
Nikmat agung ini
patut kita jaga. Kita harus berupaya meningkatkan kualitas beragama kita dengan
tekun mempelajari agama dan mengamalkannya serta amar ma’ruf nahi munkar agar
tercipta negeri yang damai dan tentram serta dicintai Allah Robbul ‘Alamin.
Allah berfirman:
﴿كُلُوا مِنْ رِزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوا لَهُ
بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ﴾
“Makanlah
olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Rob-mu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya.
(Negerimu) adalah negeri yang baik dan Allah adalah Rob Yang Maha Pengampun.” (QS. Saba [34]: 15)
هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ
Khutbah Kedua
الْحَمْدُ للهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَىٰ أَشْرَفِ الأَنْبِيَاءِ
وَالـمُرْسَلِينَ وَعَلَىٰ آلِهِ وَأَصَحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَومِ
الدِّينِ.
أَمَّا بَعْدُ:
Ma’āsyirol
Muslimin Rohimakumullah...
Kemuliaan hanya
bisa diraih dengan perjuangan dan pengorbanan. Para mujahidin telah berjuang
dan berkorban untuk kemerdekaan bangsa Indonesia, dan sekarang telah
mendapatkan apa yang telah dijanjikan Allah kepada mereka. Sekarang giliran
kita meneruskan perjuangan mereka dengan menyemarakkan agama Islam di negeri
Nusantara ini dengan iman dan amal sholih.
﴿إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَىٰ
النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا
تَسْلِيمًا﴾
اللّٰهُمَّ انْصُرْ دِيْنَكَ وَأَعْلَي كَلِمَتَكَ،
وَخَذِّلْ أَعْدَائَكَ
اللّٰهُمَّ احْفَظْ هَذِهِ الْبِلاَدَ، اللّٰهُمَّ احْفَظْ
هِذِهِ الْبِلاَدَ، اللّٰهُمَّ احْفَظْ هَذِهِ البِلاَدَ آمِنَةً مُسْتَقِرَّةً
وَسَائِرَ بِلاَدِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً
﴿رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ
هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ﴾
﴿رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ
تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ﴾
﴿رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً
وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ﴾
عِبَادَ اللهِ، ﴿إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ
وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنْ الْفَحْشَاءِ
وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ﴾
فَاذْكُرُوا اللهَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوهُ عَلَىٰ
نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، ﴿وَلَذِكْرُ اللهِ أكْبَرَ﴾.
/
05. Muslim
Bersaudara Tanda Keimanan
Khutbah Pertama
إِنَّ
الحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَهْدِيهِ وَنَشْكُرُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ
ونَتُوبُ إِلَيْهِ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنا وَمِنْ سَيِّئاتِ أَعْمَالِنَا،
مَن يَهْدِ اللهُ فَلا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ.
وَأَشْهَدُ
أَنْ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وَلاَ شَبِيهَ وَلاَ مِثْلَ
وَلاَ نِدَّ لَهُ، أَحَدٌ صَمَدٌ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُواً
أَحَدٌ.
وَأَشْهَدُ
أَنَّ سَيِّدَنَا وَحَبِيبَنَا وَعَظِيمَنَا وَقَائِدَنَا وَقُرَّةَ أَعْيُنِنَا مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، وَصَفِيُّهُ وَحَبِيبُهُ، مَنْ بَعَثَهُ اللهُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
هَادِياً وَمُبَشِّراً وَنَذِيراً.
اللّٰهُمَّ
صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَىٰ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الدَّاعِي إِلَى الخَيْرِ وَالرَّشَادِ،
الَّذِي سَنَّ لِلأُمَّةِ طَرِيقَ الفَلاَحِ، وَبَيَّنَ لَهَا سُبُلَ النَّجَاحِ، وَأَوْضَحَ
لَهَا مَعْنَى التَّحَابِّ، وَعَلَىٰ آلِهِ وَصَفْوَةِ الأَصْحَابِ.
أَمَّا
بَعْدُ:
عِبَادَ
اللهِ، فَإِنِّي أُوصِيكُمْ وَنَفْسِيَ بِتَقْوَى اللهِ
Ma’āsyirol
Muslimin Rohimakumullah...
Umat Islam adalah
bersaudara. Muslim terhadap Muslim yang lainnya adalah bersaudara di mana pun
dan kapan pun. Negara, suku, dan warna kulit tidak menghalangi mereka untuk
bersaudara karena mereka Allah persaudarakan atas dasar keimanan dan agama.
Allah berfirman:
﴿إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ
إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ﴾
“Sesungguhnya
orang-orang Mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua
saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rohmat.” (QS. Al-Hujurōt [49]: 10)
Allah mengingatkan
kita dalam ayat ini atas persaudaraan kita sesama umat Islam agar tidak
bertikai, dan jika ada yang bertikai untuk segera didamaikan. Oleh karena itu
Allah juga melarang saling mencela, sebagaimana melarang bertikai. Untuk itu
Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum
mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok)
lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita
(mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang
diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah
kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan
gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk
sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah
orang-orang yang lalim.” (QS. Al-Hujurōt [49]: 11)
Untuk
mengantisipasi hal itu, Allah melarang mencari-cari aib saudaranya dan
membicarakan aibnya sebagai bentuk Allah menjaga kehormatan umat Islam. Allah
berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak berprasangka buruk,
sesungguhnya prasangka itu adalah dosa, dan janganlah kamu mencari-cari
kesalahan orang lain, dan janganlah kamu saling menggunjing. Sukakah salah
seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah
kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurāt [49]: 12)
Perhatikanlah,
Allah melarang berburuk sangka kepada orang Islam. Benar, karena agungnya
kehormatan mereka, karena dugaan kita belum tentu benar, dan karena boleh jadi
dia justru orang mulia di sisi Allah meski hina di hadapan manusia, juga karena
kita tidak tahu akhir kehidupan seseorang.
Boleh jadi orang
yang dianggap bodoh oleh temannya, di akhir hidupnya menjadi orang alim. Boleh
jadi orang yang dianggap suka bermaksiat oleh temannya, di akhir hidupnya
istiqomah sholat malam. Boleh jadi orang yang dianggap pezina dan suka minum
minuman keras oleh temannya, di akhir hidupnya menjadi orang sholih yang taat.
Allah Maha Kuasa membimbing hamba-Nya ke Surga siapa yang Dia kehendaki.
Tugas seorang Muslim
bukanlah mencelanya, mencari kesalahannya, membeberkan aibnya, tetapi menutupi
aibnya dan menasihatinya. Juga yang terpenting dari itu adalah senantiasa
mendoakan kebaikan bagi saudaranya. Umar ﭬ berkata:
لاَ
يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ يَسْمَعُ مِنْ أَخِيهِ كَلِمَةً أَنْ يَظُنَّ بِهَا سُوءًا وَهُوَ
يَجِدُ لَهَا فِي شَىْءٍ مِنَ الخَيْرِ مَصْدَرًا
“Tidak halal
bagi seorang Muslim yang mendengar perkataan dari sudaranya lalu berburuk
sangka dalam (memahami) ucapan itu padahal dia mampu memberikan alasan (uzur)
yang baik untuknya.” (Syarah Ibnu Baththol IX/260)
Persaudaraan kita
adalah nikmat besar dari Allah. Terimalah nikmat ini dan jagalah ia. Sungguh
Allah telah mengingatkan kita:
﴿وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ
اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا ۚ وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ
اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ
بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَىٰٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ
مِنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ﴾
“Dan
berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu
bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika dahulu (masa
Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu karena
nikmat Allah, menjadilah kamu orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di
tepi jurang Neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah
Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (QS. Ali Imrōn [3]: 103)
Demikianlah
keadaan penduduk Madinah yang secara umum dihuni dua kabilah besar yaitu Aus
dan Khozroj. Sebelum kedatangan Islam mereka selalu saling berperang dan
bermusuhan tanpa henti. Namun sesudah kehadiran Islam yang dibawa Nabi Muhammad
ﷺ mereka
menjadi bersaudara.
Imam Ibnu Katsîr $ menjelaskan, “Konteks firman Allah Azza
wa Jalla di atas, berkenaan dengan keadaan orang-orang Aus dan Khozroj. Sesungguhnya
pada zaman jahiliyah dua kabilah itu sangat sering terlibat dalam pertempuran,
permusuhan keras, kebencian, dengki dan dendam. Karenanya mereka terperangkap
dalam peperangan terus menerus tanpa berkesudahan. Ketika Allah Azza wa
Jalla mendatangkan Islam, maka masuklah sebagian besar dari mereka ke dalam
Islam. Akhirnya mereka hidup bersaudara, saling menyintai berdasarkan keagungan
Allah Azza wa Jalla, saling berhubungan berlandaskan (keyakinan atas)
Dzat Allah Azza wa Jalla, dan saling tolong menolong dalam ketaqwaan
serta kebaikan. Allah Azza wa Jalla berfirman:
﴿هُوَ الَّذِي أَيَّدَكَ
بِنَصْرِهِ وَبِالْمُؤْمِنِينَ وَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ ۚ لَوْ أَنْفَقْتَ مَا فِي
الْأَرْضِ جَمِيعًا مَا أَلَّفْتَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ﴾
“Dialah
yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan para Mukmin. Dan Allah
mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu
menginfakkan segala apa yang ada di bumi, niscaya kamu tidak dapat
mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah yang mempersatukan hati mereka.'” (QS. Al-Anfâl [8]: 62-63)
Ma’āsyirol
Muslimin Rohimakumullah...
Maafkanlah
kesalahan saudara kita. Berharaplah pahala kepada Allah. Tidakkah kita suka
masuk Surga bersama? Rosulullah ﷺ :
«اَلْمُسْلِمُ
أَخُو الْمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يَخْذُلُهُ وَلاَ يَحْقِرُهُ. اَلتَّقْوَى
هَهُنَا - يُشِيْرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ
- بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ
يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ، كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَىٰ الْمُسْلِمِ حَرَامٌ: دَمُهُ
وَعِرْضُهُ وَمَالُهُ»
“Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya. Ia
tidak boleh menzoliminya,
merendahkannya dan tidak pula meremehkannya. Taqwa adalah di sini —beliau menunjuk dadanya sampai
tiga kali—. Cukuplah
seseorang dikatakan buruk bila meremehkan saudaranya sesama Muslim. Seorang Muslim
terhadap Muslim lain: harom darahnya, kehormatannya dan hartanya.” (HR. Muslim no. 6487)
Juga sabda Rosulullah ﷺ, “Janganlah kalian saling membenci, saling
mendengki dan saling membelakangi. Jadilah kalian sebagai hamba-hamba Allah
yang bersaudara.” (HR. Al-Bukhori no. 6076 dan Muslim no.
6473)
Rosulullah juga ﷺ juga bersabda:
«اَلْمُؤْمِنُ
لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا»،
وَشَبَّكَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ
“Seorang
Mukmin bagi Mukmin lainnya laksana bangunan, satu sama lain saling menguatkan.”
Lalu beliau menjalin jari jemari
kedua tangannya. (HR. Al-Bukhori no. 6026 dan Muslim no. 6528)
Nabi ﷺ
juga bersabda dalam hadits yang dibawakan oleh An-Nu’mân bin Basyîr ﭭ:
«مَثَلُ
الْمُؤْمِنِيْنَ فِى تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ،
إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ، تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهْرِ وَالْحُمَّى»
“Perumpamaan kaum Mukminin satu dengan yang lainnya dalam
hal saling mencintai, saling menyayangi dan saling berlemah-lembut di antara
mereka adalah seperti satu tubuh. Apabila salah satu anggota badan sakit, maka
semua anggota badannya juga merasa demam dan tidak bisa tidur.” (HR. Al-Bukhori no. 6011 dan Muslim no.
6529)
Khutbah Kedua
إِنَّ
الحَمْدَ لِلّٰهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ
وَنَسْتَهْدِيهِ وَنَشْكُرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنا وَسَيِّئاتِ
أَعْمالِنا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ.
وَالصَّلَاةُ
وَالسَّلَامُ عَلَىٰ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الصَّادِقِ الوَعْدِ الأَمِينِ، وَعَلَىٰ
إِخْوَانِهِ النَّبِيِّينَ وَالْمُرْسَلِينَ.
أَمَّا
بَعْدُ:
عِبادَ
اللهِ، فَإِنِّي أُوصِيكُمْ وَنَفْسِيَ بِتَقْوَى اللهِ العَلِيِّ العَظِيمِ فَاتَّقُوهُ.
Ma’āsyirol
Muslimin Rohimakumullah...
Mari kita tutup
khutbah ini dengan berdoa kepada Allah. Mudah-mudahan Allah menjadikan kita
bertambah persaudarannya, menutupi aib-aib kita, dan memaafkan kita semua umat
Islam.
﴿إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ
يُصَلُّونَ عَلَىٰ النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا
تَسْلِيمًا﴾
«اللّٰهُمَّ
صَلِّ عَلَىٰ مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ
وَعَلَىٰ آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، وَبَارِكْ عَلَىٰ مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ
آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَعَلَىٰ آلِ إِبْرَاهِيمَ فِي
الْعَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ»
اللّٰهُمَّ
ٱغْفِرْ
لِلْمُؤْمِنينَ وَالْمُؤْمِناتِ الأَحْياءِ مِنْهُمْ وَالأَمْواتِ.
اللّٰهُمَّ
أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِنَا وَٱجْعَلْنَا
مِنَ الْمُتَّقِينَ
اللّٰهُمَّ
وَفِّقْنَا لِحُبِّ الخَيْرِ لِإِخْوَانِنَا
اللّٰهُمَّ
وٱجْعَلْنا
مِنَ الْمُتَحَابِّينَ فِيكَ وَالْمُتَنَاصِحِينَ فِيكَ وَالْمُتَباذِلِينَ فِيك
﴿اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِإِخْوَانِنَا
الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإِيْمَانِ وَلَا تَجْعَلْ في قُلُوبِنَا غِلاًّ لِلَّذِينَ
ءامَنُوا﴾
﴿رَبَّنَا ءاتِنا في الدُّنْيا
حَسَنَةً وَفي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذابَ النَّارِ﴾
«اللّٰهُمَّ
ٱجْعَلْنَا
هُدَاةً مُهْتَدينَ غَيْرَ ضالِّينَ وَلَا مُضِلِّينَ»
اللّٰهُمَّ
ٱسْتُرْ
عَوْراتِنَا وَآمِنْ رَوْعاتِنَا وَٱكْفِنَا
مَا أَهَمَّنا وَقِنَا شَرَّ مَا نَتَخَوَّفُ.
عِبَادَ
اللهِ، ﴿إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالعَدْلِ وَالإِحْسانِ وَإِيتَاءِ ذِي القُرْبَى
وَيَنْهَى عَنِ الفَحْشاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ﴾
/
06. Pemimpin Adalah Cerminan Rakyat
Khutbah Pertama
إِنَّ الْحَمْدَ لِلّٰهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ
وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ
يَّهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُّضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ.
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ
وَحْدَهُ لاَشَرِ يْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْ لُهُ.
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ
حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ﴾
﴿يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي
خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً
كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ
اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا﴾
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ
وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ
وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا﴾
أَمَّا بَعْدُ:
Ma’āsyirol
Muslimin Rohimakumullah...
Kita kaum Muslimin
memiliki keyakinan bahwa peristiwa apapun pasti terjadi atas kehendak Allah,
dan sebab terjadinya tidak harus sesuai dengan anggapan manusia.
Di antara contoh
keyakinan ini adalah keyakinan bahwa jeleknya pemimpin itu adalah karena
jeleknya kualitas rakyatnya. Rakyat atau masyarakat yang gemar melakukan dosa
dan maksiat maka akan Allah menyiksanya dengan diberi pemimpin yang zolim
sehingga menyengsarakan dan menzolimi mereka. Dan sebesar-besar dosa masyarakat
adalah tatkala mereka cuek dan meninggalkan agama mereka sendiri dengan tidak
mempelajarinya dan melaksanakannya.
Setiap Muslim
yang tertimpa musibah, bencana, atau melihat hal yang tidak disukainya maka itu
adalah imbas dari dosa dan maksiatnya, tetapi Allah mengampuni sebagian
besarnya. Allah berfirman:
﴿ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا
كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ﴾
“Telah nampak
kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena dosa-dosa manusia, supaya
Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar
mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Rūm [30]: 41)
﴿وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ
أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ﴾
“Dan musibah
yang menimpamu maka adalah itu disebabkan oleh perbuatan tanganmu (dosa-dosa)
sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy-Syūrō [42]: 30)
Oleh karena itu
tertahannya rezeki dari langit dan enggannya bumi menumbuhkan berkahnya adalah
disebabkan dosa-dosa manusia, bukan semata-mata karena kurangnya kesadaran
lingkungan atau kurangnya para enjiner. Allah berfirman:
﴿وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا
لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ
بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ﴾
“Jika
sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka
mendustakan (ayat-ayat Kami) itu maka Kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya.” (QS. Al-Arōf
[7]: 96)
Inilah sunnatullah
yang berlaku bagi para hamba-Nya. Oleh karena itu, tatkala suatu kawasan kaum Muslimin
tetapi dipimpin oleh pemimpin yang zolim maka hendaknya para masyarakat
tersebut untuk intropeksi diri dan segera bertaubat kepada Allah dan mengganti
keburukan-keburukan dengan kebaikan dan amal sholih.
Allah mengabarkan
di dalam ayat-Nya bahwa bentuk siksaan bagi pelaku kezoliman adalah dizolimi
oleh sesamanya. Allah berfirman:
﴿قُلْ هُوَ الْقَادِرُ عَلَىٰ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ
عَذَابًا مِنْ فَوْقِكُمْ أَوْ مِنْ تَحْتِ أَرْجُلِكُمْ أَوْ يَلْبِسَكُمْ شِيَعًا
وَيُذِيقَ بَعْضَكُمْ بَأْسَ بَعْضٍ انْظُرْ كَيْفَ نُصَرِّفُ الآيَاتِ لَعَلَّهُمْ
يَفْقَهُونَ﴾
“Katakanlah:
‘Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu, dari atas kamu atau dari
bawah kakimu atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling
bertentangan) dan menyiksamu lewat keganasan sebagian yang lain. Perhatikanlah,
betapa Kami mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami silih berganti agar mereka
memahami.” (QS. Al-An’ām
[6]: 65)
Alkisah ada
seorang khowarij yang datang menemui Ali bin Abi Tholib seraya berkata, “Wahai
kholifah Ali, mengapa pemerintahanmu banyak dikritik oleh orang, tidak
sebagaimana pemerintahannya Abu Bakar dan Umar?” Sahabat Ali menjawab, “Karena
pada zaman Abu Bakar dan Umar, yang menjadi rakyat adalah aku dan orang-orang
yang semisalku, sedangkan rakyatku adalah kamu dan orang-orang yang semisalmu!”
(Syarh Riyādhus Shōlihin oleh Syaikh Al-‘Utsaimin)
Untuk itu, kezoliman
penguasa tidak dilawan dengan pemberontakan tetapi dihadapi dengan istighfar
dan kembali kepada jalan Allah dengan mendalami Islam dan mengamalkannya, bukan
dengan aksi demo dan pengrusakan.
Juga rakyat
mendoakan kebaikan kepada pemimpin Muslim agar Allah memberinya hidayah dan
membimbingnya kepada jalan yang diridhai-Nya.
Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...
أَقُولُ قَوْلِي هٰذَا، وَاسْتَغْفِرُوا اللهَ ليْ وَلَكُمْ،
إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبّ الْعَالَمِيْنَ، وَأَشْهَدُ أَنْ
لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَلِيُّ الصَّالِحِيْنَ، وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا
خَاتَمُ الأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ
«اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَىٰ مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِ مُحَمَّدٍ
كَمَا صَلَّيْتَ عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَعَلَىٰ آلِ إِبْرَاهِيمَ، وَبَارِكْ عَلَىٰ
مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَعَلَىٰ آلِ
إِبْرَاهِيمَ فِي العَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ»
أَمَّا بَعْدُ:
Ma’āsyirol
Muslimin Rohimakumullah...
Dikatakan oleh
pepatah, “Tidak ada yang memimpin sekawanan tikus melainkan tikus juga.”
Pepatah ini adalah pepatah yang begitu dalam dan mengena. Pepatah ini seakan
menjadi cambuk bagi kaum Muslimin untuk segera membenahi diri dan keluarganya
dengan kembali kepada Allah dan berhenti dari keterpalingan dari agama.
Semoga Allah
senantiasa menjaga kaum Muslimin, membimbing, dan memberikan pemimpin yang adil
dan bijaksana. Aamiin.
اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ
وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ
مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ
اللّٰهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِنَا، اللّٰهُمَّ وَفِّقْهُمْ
لِمَا فِيْهِ صَلَاحُهُمْ وَصَلَاحُ اْلإِسْلَامِ وَالْمُسْلِمِيْنَ، اللّٰهُمَّ أَعِنْهُمْ
عَلَىٰ الْقِيَامِ بِمَهَامِهِمْ كَمَا أَمَرْتَهُمْ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ.
اللّٰهُمَّ أَبْعِدْ عَنْهُمْ بِطَانَةَ السُّوْءِ وَالْمُفْسِدِيْنَ
وَقَرِّبْ إِلَيْهِمْ أَهْلَ الْخَيْرِ وَالنَّاصِحِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ.
اللّٰهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِ الْمُسْلِمِيْنَ فِيْ
كُلِّ مَكَانٍ
﴿رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى
الأٰخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ﴾
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ
وَإِيَاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ
/
07. Berbuat Baik
Kepada Yang Menyakiti
Khutbah Pertama
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ حَمْدًا كَثِيْراً طَيِّباً مُبَارَكاً فِيْهِ،
وَأُثْنِي عَلَىٰ اللهِ الخَيْرَ كُلَّهُ، لَا أُحْصِي ثَنَاءَ عَلَيْهِ، هُوَ كَمَا
أَثْنَى عَلَىٰ نَفْسِهِ
وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ
لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ؛ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَىٰ
آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَسَلَّمَ تَسْلِيْماً كَثِيْرًا.
أَمَّا بَعْدُ:
عِبَادَ اللهِ، اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى حَقَّ تَقْوَاهُ،
وَرَاقِبُوْهُ مُرَاقَبَةَ مَنْ يَعْلَمُ أَنَّ رَبَّهُ يَسْمَعُهُ وَيَرَاهُ
Ma’āsyirol
Muslimin Rohimakumullah...
Manusia itu banyak kekurangannya dan tidak ada yang sempurna. Jiwa mereka
mendorongnya untuk berbuat jahat dan aniaya. Untuk itu kehidupan manusia tidak
lepas dari saling mengganggu dan saling aniaya. Kebayakan manusia jika
diganggu, dianiaya, dan disakiti akan membalasnya bahkan tidak sedikit yang
menempuh jalan melampaui batas.
Akan tetapi di sana masih ada beberapa orang yang menyikapinya dengan
bijak. Mereka memang marah dan membalas. Tetapi tidak melampaui batas.
Perbuatan semacam ini diperbolehkan. Inilah yang disebut qishos, yaitu
membalas kejahatan orang dengan balasan yang setimpal tanpa melampaui batas. Inilah
tingkatan pertama yang diperbolehkan dari menyikapi kejahatan orang lain.
Allah Subhānahū wa Ta’ālā berfirman:
﴿وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيهَا أَنَّ النَّفْسَ
بِالنَّفْسِ وَالْعَيْنَ بِالْعَيْنِ وَالأَنْفَ بِالأَنْفِ وَالأُذُنَ بِالأُذُنِ
وَالسِّنَّ بِالسِّنِّ وَالْجُرُوحَ قِصَاصٌ﴾
“Dan kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya bahwasanya jiwa
(dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan
telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada qishosnya.” (QS. Al-Maidah
[5]: 45)
﴿فَمَنِ اعْتَدَى عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُوا عَلَيْهِ
بِمِثْلِ مَا اعْتَدَى عَلَيْكُمْ﴾
“Siapa yang menyerang
kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu.” (QS. Al-Baqoroh
[2]: 194)
Tetapi dia berdosa jika melampaui batas dalam membalas dan dibenci Allah.
Allah Subhānahū wa Ta’ālā befirman:
﴿وَلَا تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ﴾
“Janganlah kamu melampaui
batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui
batas.” (QS. Al-Baqoroh [2]: 190)
أَقُوْلُ هٰذَا، وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ
المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ يَغْفِرْ لَكُمْ إِنَّهُ هُوَ
الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ
Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ عَظِيْمِ الإِحْسَانِ، وَاسِعِ الفَضْلِ
وَالجُوْدِ وَالاِمْتِنَانِ
وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ
لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ؛ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَىٰ
آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا.
أَمَّا بَعْدُ:
عِبَادَ اللهِ، اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى
Ma’āsyirol
Muslimin Rohimakumullah...
Sikap kedua adalah memaafkan. Ini tingkatan kedua dan orang seperti ini
lebih Allah cintai daripada yang pertama. Inilah sikap penghuni Surga. Allah
berfirman:
﴿أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ * الَّذِينَ يُنْفِقُونَ
فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ﴾
“Surga itu disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, yaitu orang-orang
yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang.” (QS. Ali Imrōn
[3]: 134)
Sikap ketiga adalah sikap yang paling utama dan merupakan akhlak para Nabi
dan Rosul ‘Alaihimussalam, yaitu memaafkan kesalahan orang disertai
berbuat baik. Mereka disakiti tetapi justru memberinya hadiah. Allah berfirman
dalam kelanjutan ayat di atas:
﴿وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ﴾
“Allah menyukai
orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali Imrōn [3]:
134)
Ketiga sikap ini secara berurutan Allah sebutkan juga dalam firman-Nya:
﴿وَإِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوا بِمِثْلِ مَا
عُوقِبْتُمْ بِهِ، وَلَئِنْ صَبَرْتُمْ لَهُوَ خَيْرٌ لِلصَّابِرِينَ * إِنَّ اللَّهَ
مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ﴾
“Dan jika kamu memberikan
balasan, maka [1] balaslah
dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi
jika [2] kamu bersabar,
sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang
bertakwa dan [3] orang-orang
yang berbuat kebaikan.” (QS. An-Nahl [16]: 126 & 128)
«اللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَىٰ
مُحَمَّدٍ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَىٰ آلِ إِبْرَاهِيمَ،
وَبَارِكْ عَلَىٰ مُحَمَّدٍ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَىٰ
آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ»
«اللّٰهُمَّ آتِ
نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا زَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا»
«اللّٰهُمَّ إِنَّا
نَسْأَلُكَ الهُدَى وَالسَّدَادَ»
«اللّٰهُمَّ إِنَّا
نَسْأَلُكَ الهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى»
اللّٰهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مُوْجِبَاتِ رَحْمَتِكَ، وَعَزَائِمَ
مَغْفِرَتِكَ، وَالغَنِيْمَةَ مِنْ كُلِّ بِرٍّ، وَالسَّلَامَةَ مِنْ كُلِّ إِثْمٍ،
وَالْفَوْزَ باِلْجَنَّةِ وَالنَّجَاةَ مِنَ النَّارِ.
اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَلِلْمُسْلِمِيْنَ
وَالمُسْلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ.
﴿رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي
الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ﴾
/
08. Istiqomah
Setelah Romadhon
Khutbah Pertama
اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، أَمَرَ
بِالاِسْتِقَامَةِ عَلَىٰ الدِّيْنِ
وَأَشْهَدُ أَنَّ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ
شَرِيكَ لَهُ فِي رُبُوبِيَّتِهِ، وَإِلاَهِيّتِهِ، وَأَسْمَائِهِ، وَصِفَاتِهِ
وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
الْمُؤَيَّدُ مِنَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ بِمُعْجِزَاتِهِ وَبَرَاهِينِهِ
وَآيَاتِهِ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَىٰ آلِهِ وَأَصْحَابِهِ، وَسَلَّمَ
تَسْلِيماً كَثِيرًا
أَمَّا بَعْدُ:
أَيُّهَا النَّاسُ، اِتَّقُوا اللهَ تَعَالَى
Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...
Romadhon telah berlalu. Kita melihat selama Romadhon Masjid-Masjid
menjadi penuh, bacaan Al-Qur’an terdengar di mana-mana baik di rumah, di Masjid,
di kantor, di kampus, di sekolah, bahkan di jalan dan kendaraan. Nuansa
ketaatan begitu kental selama Romadhon. Alangkah indahnya jika kondisi ini
terus berlanjut di bulan-bulan berikutnya, terutama Syawwal yang belum jauh
dari Romadhon. Itulah yang dinamakan istiqomah dalam beramal. Allah Subhānahū
wa Ta’ālā memuji mereka dalam firman-Nya:
﴿إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ
اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلا تَحْزَنُوا
وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ﴾
“Sesungguhnya orang-orang
yang mengatakan: ‘Rob
kami ialah Allah’
kemudian mereka istiqomah (beriman sampai mati) maka Malaikat akan turun kepada mereka
(dengan mengatakan): ‘Janganlah
kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih, dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) Surga
yang telah dijanjikan Allah kepadamu.’” (QS
Fushshilat [41]: 30)
Selain memuji, Allah juga memerintahkan dan mengajak manusia untuk istiqomah.
Mereka perlu diajak dan diperintah istiqomah karena sedikitnya jumlah mereka.
Allah berfirman Subhānahū wa Ta’ālā:
﴿فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَنْ تَابَ مَعَكَ
وَلا تَطْغَوْا إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ﴾
“Maka istiqamalahlah (tetaplah) kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga)
orang yang telah bertaubat
beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat
apa yang kamu kerjakan.” (QS. Hūd [11]: 112)
Karena pentingnya hal ini maka tak heran jika istiqomah menjadi wasiat Rosulullah
ﷺ kepada
seseorang yang meminta nasihat. Diriwayatkan dari Abu ‘Amr Sufyan bin Abdillah
Ats-Tsaqofi ﭬ bahwa
dia berkata:
يَا رَسُوْلَ اللهِ! قُلْ لِيْ فِي الإِسْلامِ قَوْلاً لاَ أَسْأَلُ
عَنْهُ أَحَدَاً غَيْرَكَ؟ قَالَ: «قُلْ آمَنْتُ باللهِ
ثُمَّ اسْتَقِمْ»
“Wahai Rosulullah! Katakanlah kepadaku dalam Islam sebuah ucapan yang
tidak aku tanyakan lagi kepada selain Anda!” Beliau menjawab, “Katakanlah,
‘Aku beriman kepada Allah!’ Kemudian istiqomahlah (beriman sampai mati).’”
(HR. Muslim no. 38 dan At-Tirmidzi no. 2410)
Orang-orang zaman dulu memperhatikan keberlangsungan dan keberlanjutan
amal ketaatan mereka, karena di samping hal tersebut merupakan bentuk
mengupayakan istiqomah juga sebuah tanda amal sebelumnya diterima Allah Subhānahū
wa Ta’ālā. Disebutkan dalam Tafsir Ibnu Katsir sebuah ungkapan yang
dijadikan barometer oleh orang-orang sholih untuk diri-diri mereka:
مِنْ ثَوَابِ الحَسَنَةِ الحَسَنَةُ بَعْدَهَا، وَمِنْ جَزَاءِ
السَّيِّئَةِ السَّيِّئَةُ بَعْدَهَا
“Di antara balasan
kebaikan adalah kebaikan selanjutnya dan di antara balasan kejelekan adalah
kejelekan selanjutnya.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim VII/583)
Untuk itu, bentuk istiqomah dan tanda diterimanya ibadah Romadhon kita
adalah kita istiqomah melakukan ketaatan Romadhon di bulan-bulan berikutnya,
minimal kita mengiringi Romadhon dengan puasa 6 hari di bulan Syawwal dan
kembali berpuasa Romadhon di bulan berikutnya. Ibnu Rojab Al-Hambali $ berkata, “Kembali lagi melakukan puasa setelah puasa Romadhon, itu tanda
diterimanya amalan puasa Romadhon. Karena Allah jika menerima amalan seorang hamba, Allah akan memberi
taufik untuk melakukan amalan sholih setelah itu. Sebagaimana dikatakan oleh
sebagian ulama, ‘Balasan dari kebaikan adalah kebaikan selanjutnya.’
Oleh karena itu, siapa yang melakukan kebaikan lantas diikuti dengan kebaikan
selanjutnya, maka itu tanda amalan kebaikan yang pertama diterima. Sedangkan
yang melakukan kebaikan lantas setelahnya mengerjakan kejelekan maka itu tanda
tertolaknya kebaikan tersebut dan tanda tidak diterimanya.” (Lathōiful Ma’ārif hlm. 388)
Rosulullah ﷺ
bersabda:
«مَنْ صَامَ رَمَضَانَ
ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ»
“Siapa yang telah
berpuasa Romadhon kemudian dia mengirinya dengan puasa enam hari dari bulan Syawwal maka dia seperti orang yang berpuasa selama
satu tahun penuh.” (HR. Muslim no. 1164)
هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ
Khutbah Kedua
الحَمْدُ للهِ عَلَىٰ إِحْسَانِهِ، وَالشُّكْرُ لَهُ عَلَىٰ
تَوفِيقِهِ وَامْتِنَانِهِ
وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلٰهَ إلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ
لَهُ تَعْظِيمًا لشَأْنِهِ
وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُ اللهِ ورَسُولُهُ الدَّاعِيَ
إِلَى رِضْوَانِهِ
صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَيهِ وَعَلَىٰ آلِهِ وَإِخْوَانِهِ.
أَمَّا بَعْدُ:
فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ، اتَّقُوا اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى
حَقَّ التَّقْوَى، فَإِنَّ تَقْوَاهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى سَبَبُ الفَلاَحِ وَالسَّعَادَةِ
في الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ.
Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...
Di penghujung khutbah ini, kita saling mengingatkan untuk istiqomah dan
saling tolong-menolong di bulan-bulan berikutnya untuk menciptakan nuansa Romadhon.
Mudah-mudahan itu pertanda kita istiqomah dan diterima amal ibadah Romadhon.
﴿رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا
الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلاًّ
لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ﴾
اللّٰهُمَّ انْصُرْ دِيْنَكَ وَأَعْلَي كَلِمَتَكَ،
وَخَذِّلْ أَعْدَائَكَ
اللّٰهُمَّ احْفَظْ هَذِهِ الْبِلاَدَ، اللّٰهُمَّ احْفَظْ
هِذِهِ الْبِلاَدَ، اللّٰهُمَّ احْفَظْ هَذِهِ البِلاَدَ آمِنَةً مُسْتَقِرَّةً
وَسَائِرَ بِلاَدِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً
اللّٰهُمَّ كُفَّ عَنَّا بَأْسَ الَّذِيْنَ كَفَرُوا
فَأَنْتَ أَشَدُّ بَأْسًا وَأَشَدُّ تَنْكِيْلاً
اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَي مُحَمَّدٍ، وَعَلَىٰ
آلِهِ وَأَصْحَابِهِ
عِبَادَ اللهِ، ﴿إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ
وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ
وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ﴾
﴿وَأَوْفُوا بِعَهْدِ اللَّهِ إِذَا
عَاهَدْتُمْ وَلا تَنقُضُوا الأَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمْ
اللَّهَ عَلَيْكُمْ كَفِيلاً﴾
فَاذْكُرُوا اللهَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوهُ عَلَىٰ
نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، ﴿وَلَذِكْرُ اللهِ أكْبَرَ، وَاللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْن﴾.
/
09.
Menyongsong Lailatul Qodar
Khutbah Pertama
الحَمْدُ لِلّٰهِ ثُمَّ الحَمْدُ لِلّٰهِ، الحَمْدُ لِلّٰهِ
وَسَلاَمٌ عَلَىٰ عِبَادِهِ الَّذِينَ اصْطَفَى، الحَمْدُ لِلّٰهِ الوَاحِدِ الأَحَدِ
الفَرْدِ الصَّمَدِ الَّذِي لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَتَّخِذْ صَاحِبةً
وَلاَ وَلَداً، وَأَحْمَدُهُ وَأَسْتَعِينُهُ وَأَسْتَهْدِيهِ وَأَشْكُرُهُ.
وَصَلَّى اللهُ عَلَىٰ سَيِّدِنَا وَحَبِيبِنَا وَعَظِيمِنَا
وقُرَّةِ أَعْيُنِنَا أَحْمَدَ، مَنْ بَعَثَهُ اللهُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ هَادِياً
وَمُبَشِّراً وَنَذِيراً وَدَاعِياً إِلَى اللهِ بِإذْنِهِ سِرَاجاً وَهَّاجاً وَقَمَراً
مُنِيراً، فَهَدَى اللهُ بِهِ الأُمَّةَ وكَشَفَ بِهِ عَنْهَا الغُمَّةَ، وَبَلَّغَ
الرِّسَالَةَ، وَأَدَّى الأَمَانَةَ، وَنَصَحَ الأُمَّةَ، فَجَزَاهُ اللهُ عَنَّا خَيْرَ
مَا جَزَى نَبِيّاً مِنْ أَنْبِيَائِهِ
وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ الـمَلِكُ الحَقُّ
الـمُبِينُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّداً رَسُولُ اللهِ الصَّادِقُ الوَعْدِ
الأَمِينُ، صَلَوَاتُ رَبِّي وَسَلاَمُهُ عَلَيْهِ وَعَلَىٰ آلِهِ وَصَحْبِهِ الطَّيِّبِينَ
الطَّاهِرِينَ.
أَمَّا بَعْدُ:
أَيُّهَا الأَحِبَّةُ الـمُسْلِمُونَ أُوْصِي نَفْسِي وَإِيَّاكُمْ
بِتَقْوَى اللهِ العَظِيمِ
Ma’āsyirol
Muslimin Rohimakumullah...
Allah Subhānahū
wa Ta’ālā berfirman:
﴿إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ
* وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ * لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ
شَهْرٍ * تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ
أَمْرٍ * سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ﴾
“Sesungguhnya
Kami telah menurunkannya (Al-Qur`an) di malam Lailatul Qodar. Tahukah kamu apa
itu Lailatul Qodar? Lailatul Qodar lebih baik daripada seribu bulan. Para Malaikat
dan Jibril turun dengan seizin dari Rob mereka pada malam tersebut untuk
mengurus semua urusan dengan menyebarkan salam (kesejahteraan) hingga terbit
fajar.” (QS. Al-Qodar
[97]: 1-5)
Dari Mujahid $, dia berkata, “Di kalangan Bani Isroil
ada seseorang yang selalu sholat malam hingga subuh, kemudian berjihad melawan
musuh di pagi hari hingga sore hari. Dia mengerjakan itu selama seribu bulan,
lalu Allah menurunkan ayat, ‘Lailatul Qodar lebih baik daripada seribu
bulan.’ Sholat pada malam tersebut lebih baik daripada amal lelaki
tersebut.” (Tafsir Ibnu Katsir VIII/443 dan Tafsir Ath-Thabari
XXX/167)
Dari Ali bin
Urwah, dia berkata, “Pada suatu hari Rosulullah ﷺ menceritakan empat orang dari
Bani Israil. Mereka beribadah selama 80 tahun dan tidak pernah bermaksiat
meskipun sekejab mata. Lalu beliau menyebutkan mereka adalah Ayyub, Zakaria,
Hizqil Ibnul Ajuz, dan Yusya’ bin Nun. Kemudian pada Sahabat Rosulullah merasa
takjub dengan hal itu. Lalu Jibril datang kepada Nabi ﷺ lalu berkata, ‘Hai Muhammad!
Apakah umatmu merasa takjub dengan ibadah orang-orang tersebut selama 80 tahun
dan tidak pernah bermaksiat kepada-Nya meskipun sekejab mata? Sungguh Allah
telah menurunkan yang lebih baik daripada itu.’ Lalu dia membacakan kepada
beliau, ‘Sesungguhnya Kami telah menurukannya (Al-Qur`an) di malam Lailatul Qodar.
Tahukah kamu apa itu Lailatul Qodar? Lailatul Qodar lebih baik daripada seribu
bulan.’ Ini lebih utama daripada apa yang membuat takjub umatmu.’ Lalu
beliau dan para Sahabat yang bersamanya sangat senang.” (Tafsir Ibnu Katsir
VIII/443 dan Ad-Durrul Mantsur lis-Suyuthi XIII/569)
Sungguh ini
adalah kabar gembira bagi umat Muhammad ﷺ. Oleh karena itu, ketika
membawakan hadits tentang Lailatul Qodar, Abu Huroiroh mengawali dengan
ucapannya, “Rosulullullah ﷺ telah memberi kabar gembira kepada para Sahabatnya.” (HR. Ahmad
no. 8991 dan shohih)
Seribu bulan sama
dengan 83 tahun lebih 4 bulan. Sedikit sekali dari umat Muhammad ﷺ yang bisa melampaui umur seperti
itu. Namun, dengan Lailatul Qodar umat Muhammad bisa mengungguli umat-umat
sebelum mereka. Walhamdulillah. Rosulullah ﷺ bersabda:
«أَعْمَارُ أُمَّتِي
مَا بَيْنَ السِّتِّينَ إِلَى السَّبْعِينَ، وَأَقَلُّهُمْ مَنْ يَجُوزُ ذَلِكَ»
“Umur umatku
antara 60 hingga 70 tahun, dan sedikit sekali yang melampaui itu.” (HR. At-Tirmidzi no. 3550 dan
dihasankan Syaikh Al-Albani)
Lailatul Qodar
jatuh pada 10 hari terakhir di setiap bulan Romadhon, hanya saja kepastian
harinya tidak diketahui. Lantas, apa yang perlu dikerjakan pada 10 hari
terakhir Romadhon? Yaitu bersungguh-sungguh dalam beribadah dan ketaatan. Hal
sebagaimana riwayat dari Aisyah ڤ, dia berkata, “Nabi ﷺ apabila memasuki sepuluh terakhir
mengencangkan ikat pinggangnya, menghidupkan malamnya, dan membangunkan
keluarganya.” (HR. Al-Bukhori no. 2024 dan Muslim no. 1147)
Di antara bentuk
ibadah yang ditekankan adalah sholat malam, memohon ampun, tilawah Al-Qur`an,
dan bersedekah. Nabi ﷺ
bersabda:
«مَنْ قَامَ لَيْلَةَ
الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ»
“Barangsiapa
yang sholat pada malam Lailatul Qodar karena keimanan dan mengharap pahala,
maka dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Al-Bukhori no. 2014 dan Muslim no. 760)
Dari Aisyah,
bahwa dia berkata, “Wahai Rosulullah! Bagaimana menurutmu jika aku menjumpai
Lailatul Qodar, doa apa yang aku panjatkan?” Beliau menjawab, “Berdoalah:
«اللّٰهُمَّ إِنَّكَ
عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي»
Ya Allah!
Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan mencintai orang yang meminta ampun, maka
ampunilah aku.” (HR. Ibnu
Majah no. 3850 dan shohih)
Dari Ibnu Abbas ﭭ, dia berkata, “Rosulullah ﷺ adalah manusia yang paling
dermawan. Keadaan beliau paling dermawan adalah pada bulan Romadhon saat
ditemui oleh Jibril Alaihissalam. Dia menemui beliau setiap malam di
bulan Romadhon untuk tadarrus Al-Qur`an. Sungguh Rosulullah adalah yang paling dermawan
dalam kebaikan melebihi angin yang berhembus.” (HR. Al-Bukhori no. 6 dan Muslim
no. 2308)
هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ
Khutbah Kedua
إِنَّ الحَمْدَ لِلّٰهِ والصَّلاةُ والسَّلامُ عَلى رَسُوْلِ
اللَّهِ، ورَضِيَ اللهُ عَنْ أُمَّهاتِ الْمُؤْمِنِينَ وَآلِ البَيْتِ الطَّاهِرِينَ،
وعَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ: أَبي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَعَنِ
الأَئِمَّةِ الْمُهْتَدِينَ: أَبي حَنِيفَةَ وَمَالِكٍ وَالشَّافِعِيِّ وَأَحْمَدَ،
وَعَنِ الأَوْلِيَاءِ وَالصَّالِحِينَ
أَمَّا بَعْدُ:
عِبَادَ اللهِ فَإِنِّي أُوصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ
العَلِيِّ العَظِيمِ فَاتَّقُوْهُ.
Ma’āsyirol
Muslimin Rohimakumullah...
Sungguh amat
agung keutaman bulan Romadhon terutama satu malam di dalamnya yang lebih utama
daripada seribu bulan. Benarlah, seandainya ada seorang hamba yang terluput
darinya keutamaan ini, sungguh benar-benar dia telah rugi.
«مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا
فَقَدْ حُرِمَ»
“Barangsiapa
yang terhalang dari kebaikannya, sungguh dia benar-benar rugi.” (HR. Ahmad no. 8991 dan shohih)
﴿اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا
فِي أَمْرِنَا﴾
اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِينَ وَالـمُؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ
مِنْهُمَ وَالأَمْوَاتِ
اللّٰهُمَّ أَلْهِمْنَا فِعْلَ الخَيْراتِ وَكُلَّ مَا يُقَرِّبُ
إِلَى رِضْوَانِكَ، وَٱعْصِمْنَا مِنَ المَعَاصِي وَكُلِّ مَا
يُقَرِّبُ إِلَى سَخَطِكَ
﴿اللّٰهُمَّ اجْعَلْنَا هُدَاةً مُهْتَدِينَ غَيْرَ
ضالِّينَ وَلاَ مُضِلِّينَ﴾
اللّٰهُمَّ اسْتُرْ عَوْراتِنا وآمِنْ رَوْعَاتِنا وَاكْفِنَا
مَا أَهَمَّنَا وَقِنَا شَرَّ مَا نَتَخَوَّفُ
﴿رَبَّنا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي
الآخِرةِ حَسَنَةً وقِنا عَذابَ النَّارِ﴾
اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَي مُحَمَّدٍ، وَعَلَىٰ
آلِهِ وَأَصْحَابِهِ، وَأَقِمِ الصَّلاَةَ.
/
10. Perintah
Berbakti Kepada Orang Tua
Khutbah Pertama
إِنَّ الْحَمْدَ لِلّٰهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ
وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ
يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ
لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَىٰ
آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا
أَمَّا بَعْدُ:
أَيُّهَا النَّاسُ، اتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى وَقُوْمُوْا بِمَا
أَوْجَبَ اللهُ عَلَيْكُمْ مِنْ حَقِّهِ وَحُقُوْقِ عِبَادِهِ
Ma’āsyirol
Muslimin Rohimakumullah...
Khotib mewasiatkan kepada diri sendiri dan kepada seluruh jamaah untuk
senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada Allah. Semoga sholawat dan salam
tercurah kepada Rosulullah ﷺ.
Jama’ah Jum’ah Rohimakumullah...
Berbakti kepada orang tua hukumnya wajib. Seorang anak akan menanggung
dosa besar jika durhaka kepada kedua orang tua. Karena besarnya hak orang tua
atas anak ini, Allah menyertakan berbuat baik kepada orang tua setelah perintah
mentauhidkan-Nya. Allah Ta’ala berfirman:
﴿وَاعْبُدُوا اللهَ وَلاَتُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا
وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا﴾
“Beribadahlah kalian kepada Allah dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya
dengan sesuatupun dan berbuat baiklah kalian kepada kedua orangtua.” (QS. An-Nisa’ [4]: 36)
Di dalam ayat
lainnya, Allah Subhānahū wa Ta’ālā berfirman:
﴿وَوَصَّيْنَا اْلإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا
حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا﴾
“Kami perintahkan
kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orangtuanya. Ibunya telah mengandungnya dengan susah
payah, dan melahirkannya dengan susah-payah (pula).” (QS. Al-Ahqōf [46]: 15)
Nabi Muhammad ﷺ juga telah menyebutkan besarnya keutamaan berbakti kepada
orangtua. Bahkan, lebih besar dari jihad di jalan Allah Subhānahū wa
Ta’ālā. Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud ﭬ bahwa
dia berkata:
سَأَلْتُ النَّبِيَّ ﷺ: أَيُّ الْعَمَلِ
أَحَبُّ إِلَى اللهِ؟ قَالَ: «الصَّلاَةُ عَلَىٰ وَقْتِهَا» قَالَ: ثُمَّ أَيٌّ؟
قَالَ: «ثُمَّ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ» قَالَ: ثُمَّ أَيٌّ؟
قَالَ: «الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللهِ»
Aku bertanya kepada Nabi ﷺ, “Amalan apakah yang paling dicintai oleh Allah?” Beliau menjawab, “Sholat pada waktunya.”
Aku bertanya, “Kemudian apa?” Beliau menjawab, “Berbakti kepada orang tua.”
Aku berkata, “Kemudian apa?” Beliau menjawab, “Kemudian jihad di jalan
Allah.” (HR. Al-Bukhori no. 527 dan Muslim no. 85)
Hadirin Rohimakumullah...
Allah juga menyuruh berbakti kepada orang tua meskipun kafir, selagi
tidak disuruh maksiat dan kekufuran. Allah berfirman:
﴿وَإِن جَاهَدَاكَ عَلَىٰ أَن تُشْرِكَ بِي مَالَيْسَ
لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلاَ تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا﴾
“Dan jika
keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada
pengetahuanmu tentang itu maka janganlah kamu menuruti keduanya, akan tetapi tetap pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (QS. Luqmān [31]:
15)
Renungkanlah, jika orang tua kafir saja kita disuruh berbuat baik,
apalagi orang tua Muslim? Tentu hak mereka jauh lebih besar dan agung atas
kita. Merespon dengan kata “ah” saja tidak boleh apalagi sampai membentak dan
memukul? Sungguh akan celaka orang yang durhaka kepada orang tua. Allah
berfirman:
﴿وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ
وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا
أَوْ كِلاهُمَا فَلا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلا
كَرِيمًا * وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا
كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا﴾
“Dan Robmu telah memerintahkan supaya kamu jangan
menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan
sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai
berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan
kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan
ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap
mereka berdua dengan penuh kesayangan dan berdoalah, ‘Wahai Rob-ku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana
mereka berdua telah mendidik aku di waktu
kecil.’” (QS. Al-Isrō [17]: 23-24)
Di antara cara berbuat baik kepada ayah dan ibu adalah berdoa kepada
Allah Subhānahū wa Ta’ālā untuk keduanya, begitu pula
bersedekah atas namanya, baik yang telah meninggal dunia maupun yang masih
hidup. Juga menghajikan dan mengumrohkan orang tua yang meninggal, membayarkan
hutang-hutangnya, dan memberi hadiah kepada orang-orang yang dicintai orang
tuanya. Rosulullah ﷺ
bersabda:
«إِنَّ أَبَرَّ الْبِرِّ
صِلَةُ الْوَلَدِ أَهْلَ وُدِّ أَبِيهِ»
“Sesungguhnya
termasuk dari kebaktian yang paling baik adalah seorang anak menyambung hubungan
dengan orang yang dicintai
ayahnya.” (HR. Muslim no. 2552)
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ
وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ
هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمِ
Khutbah Kedua
الْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِ الْعَالَمِيْنَ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ
وَلاَ عُدْوَانَ إِلاَّ عَلَىٰ الظَّالِمِيْنَ
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ
لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الصَّادِقُ الْأَمِيْنُ، صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَىٰ آلِهِ وَأَصْحَابِهِ والتَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى
يَوْمِ الدِّيْنِ
أَمَّا بَعْدُ:
﴿إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَىٰ
النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا﴾
«اللّٰهُمَّ صَلِّ
عَلَىٰ مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَعَلَىٰ
آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، وَبَارِكْ عَلَىٰ مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِ
مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَعَلَىٰ آلِ إِبْرَاهِيمَ فِي الْعَالَمِينَ
إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ»
اللّٰهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ
الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ.
اللّٰهُمَّ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمينَ فِي كُلِّ مَكَانٍ.
اللّٰهُمَّ اجْعَلْ هٰذَا الْبَلَدَ آمِنًا مُطْمَئِنًّا وَسَائِرَ
بِلاَدِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ.
اللّٰهُمَّ آمِنَّا فِيْ أَوْطَانِنَا، وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا
وَوُلاَةَ أُمُوْرِنَا، وَاجْعَلْ وِلاَيَتَنَا فِيْ مَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ
رِضَاكَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ.
﴿سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ
وَسَلَامٌ عَلَىٰ الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ﴾
/
11. Mencari
Kebahagiaan Hakiki
Khutbah Pertama
الحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ العَالَمِينَ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ
وَلاَ عُدْوَانَ إلَّا عَلَىٰ الظَّالِمِينَ
وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلٰهَ إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ
لَهُ، رَبَّ الْعَالَمِينَ وَإِلٰهَ المُرْسَلِينَ وَقَيُّوْمَ السَّمَوَاتِ وَالأَرَضِينَ
وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ الْمَبْعُوثُ
بِالكِتَابِ المُبِينِ الفَارِقِ بَيْنَ الهُدَى وَالضَّلاَلِ وَالْغَيِّ وَالرَّشَادِ
وَالشَّكِّ وَالْيَقِينِ
وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلى حَبْيبِنَا وَشَفِيْعِنَا مُحَمَّدٍ
سَيِّدِ المُرْسَلِينَ وَإِمَامِ المُهْتَدِينَ وَقَائِدِ المُجَاهِدِينَ، وَعَلَىٰ
آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ.
أَمَّا بَعْدُ:
فَيَا أَيُّهَا المُسْلِمُونَ أُوصِيكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى
اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَالتَّمَسُّكِ بِهٰذَا الدِّيْنِ تَمَسُّكًا قَوِيًّا.
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ
حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ﴾
﴿وَأَمَّا الَّذِينَ سُعِدُوا فَفِي الْجَنَّةِ
خَالِدِينَ فِيهَا مَا دَامَتِ السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ﴾
Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...
Semua orang mengharap kebahagiaan. Untuk itu mereka bersungguh-sungguh
untuk meraihnya. Kebahagiaan itu ada dua, yaitu kebahagiaan sejati dan
kebahagiaan semu.
Kebahagiaan sejati inilah yang disebut hakikat kebahagiaan. Semua orang
memiliki potensi untuk meraihnya karena Allah jadikan tempat kebahagiaan ini di
hati bukan di harta.
Makna kebahagian ini juga pernah diungkapkan oleh Syaikhul Islam Ibnu
Taimiah $, “Apa yang bisa dilakukan musuh-musuhku
terhadapku? Surgaku dan tamanku ada di hatiku. Bila aku berjalan maka ia
bersamaku dan tidak pernah berpisah dariku. Penjaraku adalah kesendirianku
(dengan Robku) dan kematianku adalah syahadah (syahid) serta pengusiranku
dari negeriku adalah wisata bagiku.”
Kebahagiaan ini mereka raih dengan keimanan. Semakian kuat imannya maka
semakian besar pula kebahagiannya. Allah menegaskan:
﴿إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ
اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا
وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ﴾
“Sesungguhnya
orang-orang yang mengatakan: ‘Tuhan
kami ialah Allah’
kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka maka Malaikat akan turun kepada
mereka (dengan mengatakan): ‘Janganlah
kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu
dengan (memperoleh) Surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.’” (QS. Fushshilat [41]: 30)
Kebahagiaan ini juga berbanding lurus dengan amal sholih dan ketaatannya
kepada Allah. Keimanan dan amal sholih ini akan menggiring seseorang kepada
kebahagiaan hati. Bahkan ibadah yang dilakukannya tidak lagi memberatkan tetapi
dilakukan dengan penuh cinta dan rindu. Allah menegaskan:
﴿مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى
وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ
بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ﴾
“Barang siapa yang mengerjakan amal sholih, baik laki-laki maupun
perempuan dalam keadaan beriman maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan
yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan
pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl
[16]: 97)
Inilah janji kebahagiaan yang Allah berikan kepada ahli iman dan amal sholih
bahwa mereka akan mendapatkan jaminan hidup yang baik. Semua orang mendambakan
kehidupan yang baik penuh keberkahan di dalamnya. Harta belum tentu
membahagiakan pemiliknya kecuali jika Allah berkahi. Anak dan istri belum tentu
menentramkan hati kecuali jika Allah berkahi. Rumah dan barang berharga belum
tentu membahagiakan kecuali jika Allah berkahi.
Berkenaan dengan “kehidupan yang baik” ini, Imam Mujahid menafsirkannya
dengan rezeki yang Allah limpahkan kepadanya berupa qonaah. Demikian yang
disebutkan Ibnu Katsir dalam Tafsirnya. Jika seorang hamba sudah diberi Allah
sifat qonaah maka dia akan merasa ridho dan senang atas pemberian Allah
kepadanya, sedikit maupun banyak sama saja baginya. Bukankah ini kebahagiaan
yang sejati? Hati tidak gelisah dan tidak sengsara.
Hal ini semakin jelas dengan sabda Rosulullah ﷺ:
«قَدْ أَفْلَحَ مَنْ
أَسْلَمَ، وَرُزِقَ كَفَافًا، وَقَنَّعَهُ اللهُ بِمَا آتَاهُ»
“Sungguh beruntung orang yang masuk Islam dan diberi rezeki yang cukup
serta dijadikan Allah qonaah atas pemberian-Nya.” (HR. Muslim no. 1054)
بَارَكَ اللهُ لنَا وَلَكُمْ في القُرْآنِ العَظِيمِ وَنَفَعَنَا
وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيمِ، فَاسْتَغْفِرُوا اللهَ
فَإِنَّهُ هُوَ الغَفُورُ الرَّحِيمِ
Khutbah Kedua
إِنَّ الحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَهْدِيهِ
وَنَشْكُرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئاتِ أَعْمَالِنَا،
مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَىٰ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ
آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ
أَمَّا بَعْدُ:
عِبادَ اللهِ فَإِنِّي أُوصِيكُمْ وَنَفْسِيَ بِتَقْوَى اللهِ
Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...
Kebahagiaan di dunia penuh dengan cacat dan kekurangan. Namun jika yang
bahagia adalah hatinya maka hidupnya menjadi ringan dan menyenangkan.
Kebahagiaan yang kekal hanya ada di Akhirat. Inilah yang ditegaskan Allah dalam
firman-Nya:
﴿وَأَمَّا الَّذِينَ سُعِدُوا فَفِي الْجَنَّةِ
خَالِدِينَ فِيهَا مَا دَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ﴾
“Adapun orang-orang yang
berbahagia maka tempatnya di dalam Surga mereka kekal di dalamnya selama ada
langit dan bumi.” (QS. Hud [11]: 108)
Menurut ahli ilmu bahwa kata sa’adah yang artinya kebahagiaan di
dalam Al-Qur’an hanya sekali yaitu di ayat ini. Seolah-olah ini mengisyaratkan
bahwa kebahagiaan yang kekal tanpa cacat dan kekurangan hanya ada di Surga
kelak.
Kita memohon kepada Allah agar mengampuni dosa-dosa kita dan menutupi
aib-aib kita serta memberikan qonaah kepada hati kita sehingga kita menjadi
lapang dan bahagia di dunia dan di Akhirat.
«اللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَىٰ مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا
صَلَّيْتَ عَلَىٰ آلِ إِبْرَاهِيمَ، وَبَارِكْ عَلَىٰ مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِ مُحَمَّدٍ
كَمَا بَارَكْتَ عَلَىٰ آلِ إِبْرَاهِيمَ فِي الْعَالَمِينَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ»
اللّٰهُمَّ ٱغْفِرْ لِلْمُؤْمِنينَ وَالْمُؤْمِناتِ
الأَحْياءِ مِنْهُمْ وَالأَمْواتِ
اللّٰهُمَّ أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِنَا وَٱجْعَلْنَا مِنَ
الْمُتَّقِينَ
اللّٰهُمَّ وَفِّقْنا لِحُبِّ الخَيْرِ لِإِخْوانِنا
اللّٰهُمَّ وَٱجْعَلْنا مِنَ الْمُتَحَابِّينَ
فِيكَ وَالْمُتَنَاصِحِينَ فِيكَ وَالْمُتَباذِلِينَ فِيك
﴿رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ
سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا
رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ﴾
﴿رَبَّنا آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي
الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ﴾
/
12. Mensyukuri
Nikmat Islam dan Iman
Khutbah Pertama
إِنَّ الْحَمْدَ لِلّٰهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ،
وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ
يَّهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُّضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ
أَشْهَدُ أَنْ لاَّ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ
وَحْدَهُ لاَشَرِ يْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ
حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ﴾
﴿يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي
خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً
كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ
اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا﴾
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ
وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ
وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا﴾
أَمَّا بَعْدُ:
Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...
Di antara cara untuk menambah kesyukuran adalah mengingat-ingat
orang-orang yang terhalangi mendapatkan sebuah nikmat. Nikmat agung dan besar
ini —yakni Islam dan imam— tidak dimiliki oleh setiap orang, padahal sebagian
mereka adalah kerabat orang-orang besar dan orang-orang sholih.
Siapakah yang tidak kenal Nuh ‘Alaihissalam. Ternyata anak sang Nabi
ini tidak beriman dan lebih memilih kekufuran daripada keimanan. Kita bukanlah
anak Nabi tetapi Allah menganugrahkan iman dan Islam ke dalam hati kita.
Tidakkah kita patut bersyukur? Allah menceritakan sang anak yang celaka ini
dalam surat Hud:
﴿وَهِيَ تَجْرِي بِهِمْ فِي مَوْجٍ كَالْجِبَالِ
وَنَادَى نُوحٌ ابْنَهُ وَكَانَ فِي مَعْزِلٍ يَا بُنَيَّ ارْكَبْ مَعَنَا وَلا تَكُنْ
مَعَ الْكَافِرِينَ﴾
“Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung.
Dan Nuh memanggil anaknya sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil:
‘Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu bersama
orang-orang yang kafir.” (QS. Hūd [11]: 42)
Anak yang malang ini ternyata lebih mencintai kekufuran dari pada
keimanan sehingga dia termasuk orang yang celaka. Allah berfirman melanjutkan
ayat-Nya:
﴿قَالَ سَآوِي إِلَى جَبَلٍ يَعْصِمُنِي مِنَ الْمَاءِ
قَالَ لَا عَاصِمَ الْيَوْمَ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ إِلَّا مَنْ رَحِمَ وَحَالَ بَيْنَهُمَا
الْمَوْجُ فَكَانَ مِنَ الْمُغْرَقِينَ﴾
“Anaknya menjawab: ‘Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat
memeliharaku dari air bah!’ Nuh berkata: ‘Tidak ada yang melindungi hari ini
dari azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang.’ Dan gelombang menjadi
penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang
ditenggelamkan.” (QS. Hūd [11]: 43)
Siapa yang tidak kenal Ibrohim ‘Alaihissalam. Sang Khalilullah ini
dirundung kesedihan karena ayahnya enggan beriman hingga meninggal dan jadilah
Azar sang ayah ini masuk Neraka. Allah menceritakan:
﴿وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لِأَبِيهِ آزَرَ أَتَتَّخِذُ
أَصْنَامًا آلِهَةً إِنِّي أَرَاكَ وَقَوْمَكَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ﴾
“Dan (ingatlah) di waktu Ibrohim berkata kepada bapaknya Azar: ‘Pantaskah
kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat
kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Al-An’ām [6]: 74)
Nabi Ibrohim bersedih dan memohonkan ampun untuk ayahnya. Lalu Allah
menegurnya karena orang kafir tidak pantas mendapat ampunan Allah. Allah
menceritakan:
﴿مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ
يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ
لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ * وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ
إِلَّا عَنْ مَوْعِدَةٍ وَعَدَهَا إِيَّاهُ، فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ
لِلّٰهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لَأَوَّاهٌ حَلِيمٌ﴾
“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan
ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu
adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang
musyrik itu, adalah penghuni Neraka Jahanam. Dan permintaan ampun dari Ibrohim
(kepada Allah) untuk bapaknya, tidak lain hanyalah karena suatu janji yang
telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka tatkala jelas bagi Ibrohim bahwa
bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrohim berlepas diri daripadanya.
Sesungguhnya Ibrohim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.” (QS. At-Taubah
[9]: 113-114)
Inilah Nabi Luth ‘Alaihissalam. Istri yang mengandung anak-anaknya
ini enggan beriman kepada suaminya sendiri. Subhaanallah. Allah
menceritakan:
﴿ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا لِلَّذِينَ كَفَرُوا امْرَأَةَ
نُوحٍ وَامْرَأَةَ لُوطٍ، كَانَتَا تَحْتَ عَبْدَيْنِ مِنْ عِبَادِنَا صَالِحَيْنِ
فَخَانَتَاهُمَا فَلَمْ يُغْنِيَا عَنْهُمَا مِنَ اللَّهِ شَيْئًا، وَقِيلَ ادْخُلَا
النَّارَ مَعَ الدَّاخِلِينَ﴾
“Allah menjadikan istri Nuh dan istri Luth sebagai perumpamaan bagi
orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang sholih
di antara hamba-hamba Kami, lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua
suaminya maka kedua suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikit pun dari
(siksa) Allah, dan dikatakan (kepada keduanya), ‘Masuklah ke Neraka bersama
orang-orang yang masuk (Neraka).” (QS. At-Tahrīm [66]: 10)
Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...
أَقُولُ قَوْلِي هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ
اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبّ الْعَالَمِيْنَ، وَأَشْهَدُ أَنْ
لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَلِيِّ الصَّالِحِيْنَ
وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا خَاتَمُ الأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ
اللّٰهُمَّ صَلِّي عَلَىٰ مُحَمّدٍ وَعَلَىٰ آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا
صَلَيْتَ عَلَىٰ آلِ إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَىٰ مُحَمّدِ وَعَلَىٰ آلِ مُحَمّدٍ
كَمَا بَارَكْتَ عَلَىٰ آلِ إِبْرَاهِيْمَ فِي الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
أَمّا بَعْدُ:
Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...
Inilah Nabi Muhammad ﷺ. Anak
mana yang tidak sedih saat mengetahui kedua orang tuanya masuk Neraka karena
meninggal di atas selain keimanan? Beliau menyampaikan sendiri status orang
tuanya di Akhirat kelak dalam riwayat Anas bin Malik: ada seseorang yang
bertanya, “Ya Rosulullah, di mana ayahku?”Jawab Nabi ﷺ, “Di Neraka.” Ketika orang ini pergi, Nabi ﷺ memangilnya, dan bersabda:
«إِنَّ أَبِى وَأَبَاكَ
فِى النَّارِ»
“Sesungguhnya
ayahku dan ayahmu di Neraka.”
(HR. Muslim no. 521, Ahmad no. 12192, dan Abu Dawud no. 4720)
Allahu Akbar! Kita yang bukan siapa-siapa ini, bukan pula anak Nabi dan
juga bukan keluarga Nabi, tentu patut untuk banyak bersyukur kepada Allah atas
nikmat Islam dan iman.
اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ
وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ
الدَّعْوَاتِ
﴿رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى
الأٰخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ﴾
/
13. Bersegera
Sebelum Terlambat
Khutbah Pertama
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ نَحْمَدُهُ
وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ
شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ
لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ
أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلٰهَ اِلاَّ
اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ،
وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَىٰ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِهِ وَأَصْحَابِهِ
وَمَنْ تَبِعَهُ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
أَمَّا بَعْدُ:
فَيَاعِبَادَ اللهِ
Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah.....
Manusia adalah makhluk yang bergerak dan memiliki kesibukan. Namun, tidak
semua dari mereka mampu mengerjakan semua pekerjaannya karena terkadang mereka
didatangi sakit, kesibukan lain, atau masa tua yang pikun atau lemah.
Untuk itu manusia perlu bersegera untuk mengerjakan tugas-tugasnya agar
tidak bertumpuk-tumpuk di kemudian hari, lalu menyesal tiada henti. Tidak ada
kesibukan yang paling berharga yang dimiliki seorang hamba melebihi kesibukan Akhirat.
Di antara bentuk bersegera yang sangat ditekankan agama adalah bersegera dalam
empat hal.
Pertama, bersegera belajar agama. Islam adalah agama ilmu dan amal, dan keislaman
seseorang tidak akan tegak dengan sempurna kecuali diiringi dengan ilmu dan
amal. Orang yang tidak belajar di waktu kecil akan bingung dalam beragama di
masa muda. Jika masa muda juga tidak segera belajar maka akan menyesal di masa
tua. Maka bersegeralah belajar, karena semakin usia bertambah maka jiwa
seseorang akan semakin malu untuk bergabung dengan orang-orang yang lebih muda
untuk belajar.
Jika sudah tua dan belum bisa baca Al-Qur’an maka segeralah belajar
Al-Qur’an dan tidak ada kata terlambat untuk belajar. Terlambat itu hanya bagi
orang yang malas atau orang yang sudah kedatangan Malaikat Maut. Allah Ta’ala
berfirman, “Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang Mukmin itu pergi semuanya
(ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka
beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk
memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya,
supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (QS. At-Taubah [9]: 122)
Amirul Mukminin Umar bin Khaththab ﭬ berkata:
تَفَقَّهُوا قَبْلَ أَنْ تُسَوَّدُوا
“Belajarlah kalian sebelum tasawwud.” (HR. Al-Bukhori 1/25)
Makna tasawwud adalah menikah, menjadi tokoh masyarakat, atau
menjadi tua. Maknanya, beliau memotifasi kita untuk segera belajar sebelum tiba
masa di mana belajar di waktu itu begitu sulit. Al-Bukhori mengomentari ucapan
ini dengan berkata, “Begitu juga sebelum tasawwud, karena para Sahabat Nabi
belajar di masa mereka tua.”
Kedua, bersegera beramal sholih. Kita tidak tahu kapan kita sakit, kapan kita
sibuk, kapan kita berkecukupan, dan ternyata tiba-tiba kita sudah tua. Jika
sudah saatnya silaturrohim, maka segeralah. Jika ada waktu untuk menjenguk
orang sakit maka jenguklah. Jika sudah saatnya sholat maka sholatnya. Jika
sudah saatnya bersedekah maka sedekahlah karena kita tidak tahu kapan
kesempatan itu tertutup bagi kita.
Rosulullah ﷺ
bersabda:
«اغْتَنِمْ
خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ: شَبَابَكَ قَبْلَ هِرَمِكَ، وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ،
وَغِنَاءَكَ قَبْلَ فَقْرِكَ، وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ، وَحَيَاتَكَ قَبْلَ
مَوْتِكَ»
“Manfaatkan lima perkara sebelum lima perkara, [1] waktu mudamu sebelum
datang waktu tuamu, [2] waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, [3] masa
kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, [4] masa luangmu sebelum datang masa
sibukmu, [5] hidupmu sebelum datang kematianmu.” (HR. Al-Hakim no. 7846
dalam Al-Mustadrōk. Dinilai Al-Hakim shohih dan disepakati Adz-Dzahabi)
Ketiga, bersegera bertaubat. Allah menyeru kita untuk bersegera bertaubat agar
kita beruntung. Allah berfirman:
﴿وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا
الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ﴾
“Bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman
supaya kamu beruntung.” (QS. An-Nūr [24]: 31)
Rosulullah ﷺ
bersabda, “Ada seorang hamba yang melakukan dosa. Setiap kali dia berkata,
‘Aku telah melakukan dosa, ampunilah aku, ‘ atau, ‘Aku telah tertimpa dosa,
ampunilah aku,’ maka Rob-nya berfirman, ‘Hamba-Ku tahu bahwa dia memiliki Rob
yang mengampuni dosa dan menyiksanya, Aku telah mengampuni hamba-Ku.’ Kemudian
berselang lama sesuai kehendak Allah, dia tertimpa dosa atau melakukan dosa,
dia pun berdoa, ‘Ya Rob-ku, aku telah melakukan dosa lagi, maka ampunilah aku.’
Allah berfirman, ‘Hamba-Ku tahu bahwa dia memiliki Rob yang mengampuni dosa dan
menyiksanya, Aku telah mengampuni hamba-Ku.’ Kemudian berselang lama sesuai
kehendak Allah, dia tertimpa dosa atau melakukan dosa. Setiap kali dia berkata,
‘Aku telah melakukan dosa, ampunilah aku, ‘ atau, ‘Aku telah tertimpa dosa,
ampunilah aku,’ maka Rob-nya berfirman, ‘Hamba-Ku tahu bahwa dia memiliki Rob
yang mengampuni dosa dan menyiksanya, Aku telah mengampuni hamba-Ku.’ Sebanyak
tiga kali. Rob-nya pun berfirman, ‘Silahkan dia melakukan semaunya.’” (HR.
Al-Bukhori no. 7507 dan Muslim no. 2758)
Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...
هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُم.
Khutbah Kedua
الْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَالصَّلَاةُ
وَالسَّلَامُ عَلَىٰ مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِهِ وَ أَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ
وَبَعْدُ:
Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...
Yang terakhir, bersegera melunasi hutang. Orang yang tidak
memiliki keinginan melunasi hutang, selama hidupnya tidak akan tenang hingga
membayarnya. Siapa yang berusaha menyicilnya saat mampu maka akan sampai pada
tujuan. Nabi Muhammad ﷺ
bersabda:
«أَيُّمَا
رَجُلٍ تَدَيَّنَ دَيْنًا، وَهُوَ مُجْمِعٌ أَنْ لَا يُوَفِّيَهُ إِيَّاهُ، لَقِيَ
اللَّهَ سَارِقًا»
“Siapa saja yang berhutang dan mampu tetapi tidak melunasinya maka ia
akan bertemu Allah sebagai pencuri.” (HR. Ibnu Majah no. 2410 dan dinilai hasan shohih
Syaikh Al-Albani)
Semoga khutbah yang singkat ini bermanfaat dan memicu kita untuk
senantiasa bersegera menuju Akhirat. Aamiin.
Semoga sholawat dan salam senantiasa tercurah kepada Rosulullah ﷺ, keluarganya, dan para
Sahabatnya.
«اللّٰهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَا يَحُولُ بَيْنَنَا وَبَيْنَ
مَعَاصِيكَ، وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَا بِهِ جَنَّتَكَ، وَمِنَ اليَقِينِ مَا
تُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مُصِيبَاتِ الدُّنْيَا، وَمَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا
وَقُوَّتِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا، وَاجْعَلْهُ الوَارِثَ مِنَّا، وَاجْعَلْ ثَأْرَنَا
عَلَى مَنْ ظَلَمَنَا، وَانْصُرْنَا عَلَى مَنْ عَادَانَا، وَلَا تَجْعَلْ مُصِيبَتَنَا
فِي دِينِنَا، وَلَا تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلَا مَبْلَغَ عِلْمِنَا،
وَلَا تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لَا يَرْحَمُنَا»، يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ.
/
14. Keutamaan
Syukur dalam Makan dan Pakaian
Khutbah Pertama
الْحَمْدُ للهِ الَّذِي جَعَلَ فِي كُلِّ زَمَانٍ فَتْرَةً مِنَ
الرُّسُلِ بَقَايَا مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ يَدْعُونَ مَنْ ضَلَّ إِلَى الْهُدَى وَيَصْبِرُونَ
مِنْهُمْ عَلَىٰ الْأَذَى، يُـحْيَونَ بِكِتَابِ اللهِ الـمَوْتَى وَيُبَصِّرُونَ بِنُورِ
اللهِ أَهْلَ الْعَمَى، فَكَمْ مِنْ قَتِيْلٍ لِإِبْلِيْسَ قَدْ أَحْيَوْهُ وَكَمْ
مِنْ ضَالٍّ تَائِهٍ قَدْ هَدَوْهُ، فَمَا أَحْسَنَ أَثَرَهُم عَلَىٰ النَّاَسِ وَأَقْبَحَ
أَثَرَ النَّاَسِ عَلَيْهِمْ، يُنْفَوْنَ عَنْ كِتَابِ اللهِ تَـحْرِيفَ الغَالِّينَ
وَانْتِحَالَ الـمُبْطِلِينَ وَتَأْوِيْلَ الجَاهِلِينَ الَّذِيْنَ عَقَدُوا أُلُوِيَّةَ
البِدْعَةِ وَأَطْلَقُوا عِقَالَ الفِتْنَةِ فَهُمْ مَخْتَلِفُونَ فِي الكِتَابِ مُخَالِفُونَ
لِلْكِتَابِ مُجْمِعُونَ عَلَىٰ مُفَارَقَةِ الكِتَابِ يَقُولُونَ عَلَىٰ اللهِ وَفِي
اللهِ وَفِي كِتَابِ اللهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ يَتَكَلَّمُونَ بِالـمُتَشَابِهِ مِنَ الكَلَامِ
وَيُـخْدِعُونَ جُهَّالَ النَّاسِ بِمَا يُشْبِهُونَ عَلَيْهِمْ فَنَعُوذُ بِاللهِ
مِنْ فِتَنِ الْمُضِلِّينَ
أَمَّا بَعْدُ:
Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...
Senantiasa khotib mewasiatkan diri sendiri dan para jamaah untuk
senantiasa meningkatkan ketaqwaan kepada Allah. Semoga sholawat dan salam
senantiasa tercurah kepada Rosulullah ﷺ.
Manusia tidak lepas dari makan dan minum, juga dari berpakaian dan
berkendara. Ternyata semua itu bisa menjadi sarana kita untuk menjadi hamba
yang Allah ridhoi dan dijuluki Allah hamba yang banyak bersyukur.
Mari kita cermati Nabi Nuh ‘Alaihissalam. Beliau dijuluki Allah
sebagai hamba yang rajin bersyukur. Bagaimana kisahnya? Allah menceritakan:
﴿إِنَّهُ كَانَ عَبْدًا شَكُورًا﴾
“Sesungguhnya dia (Nuh ‘Alaihissalam) adalah hamba yang banyak
bersyukur.” (QS. Isrō [17]: 2)
Nabi Muhammad ﷺ
bercerita tentang perkataan manusia di Akhirat meminta syafaat Nuh ‘Alaihissalam:
«يَا نُوحُ، إِنَّكَ
أَنْتَ أَوَّلُ الرُّسُلِ إِلَى أَهْلِ الأَرْضِ، وَقَدْ سَمَّاكَ اللَّهُ عَبْدًا
شَكُورًا»
“Wahai Nuh, Anda adalah Rosul pertama yang diutus kepada penduduk bumi
dan Allah telah menjulukimu hamba yang banyak bersyukur.” (HR. Al-Bukhori
no. 4712 dan Muslim no. 194)
Sebab julukan itu terdapat dalam riwayat Ath-Thobari dan Al-Hakim
diriwayatkan dari Salman Al-Farisi ﭬ bahwa
dia berkata:
«كَانَ نُوحٌ إِذَا
لَبِسَ ثَوْبًا أَوْ أَكَلَ طَعَامًا حَمِدَ اللَّهَ، فَسُمِّيَ عَبْدًا شَكُورًا»
“Nuh ‘Alaihissalam dahulu apabila memakai pakaian, atau makan
makanan maka memuji Allah sehingga dia dijuluki hamba yang banyak besyukur.”
(HR. Ath-Thobari 17/345 dan Al-Hakim II/630 dalam Al-Mustadrak dengan
sanad shohih)
Jika kita ingin dijuluki pula hamba yang bersyukur maka pujilah Allah
saat makan dan memakai baju. Bagaimana cara memuji Allah? Yaitu dengan membaca doa.
Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...
Disebutkan dalam hadits shohih bahwa doa memulai makan atau minum yang
diajarkan Nabi Muhammad ﷺ adalah
“bismillah”, sementara doa memakai pakaian adalah “alhamdulillah...”
Adapun doa usai makan atau minum adalah “alhamdulillah...” dan
melepas pakaian adalah “bismillah”.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ
وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ
هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ
وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ
Khutbah Kedua
الْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ
عَلَىٰ أُمُورِ الدُّنْيَا وَالدِّينِ، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَىٰ أَشْرَفِ الـمُرْسَلِينَ
وَعَلَىٰ آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْـمَـعِينَ
أَمَّا بَعْدُ:
Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...
Kita ummat Islam telah diajari Nabi Muhammad ﷺ sendiri doa khusus saat akan makan-minum dan setelahnya, juga
doa berpakaian dan melepasnya.
Doa makan dan minum, disebutkan dalam hadits At-Tirmidzi dan Abu Dawud
dengan sanad shohih di mana lafazhnya bismillah. Adapun doa selesai
makan atau minum disebutkan dari Sahl bin Mu’adz bin Anas dari ayahnya bahwa Rosulullah
ﷺ
bersabda, “Siapa usai makan membaca:
«الْحَمْدُ لِلّٰهِ
الَّذِي أَطْعَمَنِي هٰذَا الطَّعَامَ، وَرَزَقَنِيهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّي وَلَا
قُوَّةٍ»
Maka dosanya yang lalu diampuni. Dan siapa usai memakai pakaian membaca:
«الْحَمْدُ لِلّٰهِ
الَّذِي كَسَانِي هٰذَا الثَّوْبَ وَرَزَقَنِيهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّي وَلَا قُوَّةٍ»
Maka dosanya yang lalu diampuni.” (HR. Abu Dawud no. 4023 dan At-Tirmdzi
no. 3458 dan dihasankan Syaikh Al-Albani)
Adapun doa melepas pakaian yang diajarkan Nabi ﷺ adalah bismillah.
Demikian khutbah pada siang ini. Semoga kita dimudahkan Allah untuk
senantiasa bersyukur saat makan, minum, dan berpakaian sehingga dikategorikan
termasuk hamba-hamba-Nya yang bersyukur. Amin.
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ
وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ
مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ
﴿رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ
سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا
رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ﴾
﴿رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِنْ لَّمْ تَغْفِرْ
لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ﴾
﴿رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي
الأٰخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ﴾
﴿وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ﴾
وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَىٰ مُحَمَّدٍ تَسْلِيمًا كَثيْرًا.
/
15. Hakikat
Qurban Bukanlah Dagingnya
Khutbah Pertama (Idul Adha)
إنَّ الحَمْدَ لِلّٰهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَهْدِيهِ
وَنَشْكُرُهُ وَنُعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا،
مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ
وَأَشْهَدُ أنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ
لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا وَحَبِيبَنَا وَقَائِدَنَا وَقُرَّةَ أَعْيُنِنا
مُحَمَّدًا عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُهُ وَصَفِيُّهُ وَحَبِيبُهُ
صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَىٰ كُلِّ رَسُولٍ أَرْسَلَهُ
أَمَّا بَعْدُ:
عِبَادَ اللهِ فَإِنِّي أُوصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ
Allahu
Akbar... Allahu Akbar... Allahu Akbar... Walillahilhamd
Ma’āsyirol
Muslimin Rohimakumullah.....
Kita sekarang
berada di bulan paling agung setelah Romadhon yaitu bulan Dzulhijjah di mana
manusia berbondong-bondong melaksanakan ibadah besar, haji di Baitullah.
Kita sekarang
berada di hari paling agung hari Haji Akbar, yaitu Idul Adha di mana manusia
berqurban kepada Allah Rob semesta alam.
Inilah kekhususan
yang diberikan Allah kepada umat ini. Kita melihat agama-agama lain merayakan
hari rayanya dengan berbagai kesyirikan, kekufuran, dan syahwat, sementara kita
merayakan hari raya ini dengan penuh ketundukan dan taqorrub (mendekatkan
diri) kepada Allah dengan mempersembahkan qurban terbaik kepada-Nya.
Allah
memerintahkan kita berqurban sebagai bentuk ketundukan kepada-Nya. Allah
berfirman:
﴿فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ﴾
“Sholatlah
untuk Rob-mu dan menyembelihlah.” (QS. Al-Kautsar: 2)
﴿وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ
رِجَالًا وَعَلَىٰ كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ﴾
“Dan
berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang
kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari
segenap penjuru yang jauh.” (QS. Al-Hajj [22]: 27)
Kita
diperintahkan menyembelih untuk Allah dan karena Allah, meskipun daging qurban
sendiri tidak sampai kepada Allah, tetapi justru dimakan oleh kita dan kaum Muslimin
semuanya. Yang Allah inginkan dari kita adalah ketundukan dan ketaqwaan kita
yang diwujudkan dalam qurban. Allah Subhānahū wa Ta’ālā berfirman:
﴿وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا
اسْمَ اللَّهِ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الأنْعَامِ، فَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ
وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ﴾
“Dan bagi
tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (qurban), supaya mereka
menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah
kepada mereka. Sesembahanmu ialah sesembahan yang tunggal, karena itu berserah
dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada Mukhbitin
(orang-orang yang tunduk patuh kepada Allah).” (QS. Al-Hajj [22]: 34)
Daging-daging
kurban dan darahnya tidak akan sampai kepada Allah. Yang sampai kepada Allah dari
kita adalah ketaqwaan, keimanan, dan keikhlasan kita dalam berqurban. Siapa
yang berqurban karena ia tahu itu adalah perintah Allah disertai dengan
keimanan, dan ikhlas hanya mengharap pahala dari-Nya maka itulah yang akan
sampai kepada Allah. Allah berfirman:
﴿لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا
وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا
اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ﴾
“Daging-daging
unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai Allah, tetapi ketakwaan
dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya
untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan
berilah kabar gembira kepada Muhsinin (orang-orang yang berbuat baik).” (QS. Al-Hajj [22]: 37)
Berbahagialah
orang yang berqurban bukan karena ingin dipuji manusia, hanya mengikuti tradisi
tahunan atau takut disebut si kaya yang pelit, tetapi beruntunglah orang yang
berqurban yang timbul dari keimanan dan ikhlasan kepadanya. Mereka itulah Muhsinin
(orang-orang baik) dan Mukhbitin (orang-orang patuh) yang disinggung
dalam ayat di atas. Khusus merekalah kabar gembira dari Allah atas sampainya
qurban mereka kepada-Nya. Allah berfirman:
﴿إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ﴾
“Sesungguhnya
Allah hanya menerima (qurban) dari orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Maidah [5]: 27)
Allahu
Akbar... Allahu Akbar... Allahu Akbar... Walillahilhamd
Ma’āsyirol
Muslimin Rohimakumullah...
هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُم.
Khutbah Kedua
الحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِي خَلَقَ فَسَوَّى، وَقَدَّرَ فَهَدَى،
وَشَرَعَ لَنَا مِنَ الدِّيْنِ هَذَهِ الْعِبَادَاتِ الْعَظِيْمَةِ لِنُوَحِّدَهُ،
وَنُكَبِّرَهُ
وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُهُ الْأَمِيْنُ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَىٰ آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ
اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَىٰ نَبِيِّكَ الْأَمِيْنِ،
وَعَلَىٰ آلِهِ وَأَزْوَاجِهِ، وَخُلَفَائِهِ أَجْمَعِيْنَ، وَالتَّابِعِيْنَ لَهُمْ
بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَارْضَ اللّٰهُمَّ عَنْ صَحَابَةِ نَبِيِّكَ
أَجْمَعِينَ.
Allahu
Akbar... Allahu Akbar... Allahu Akbar... Walillahilhamd
Ma’āsyirol
Muslimin Rohimakumullah...
Kepada para ibu
dan para istri, bertaqwalah kalian kepada Allah berkenanan dengan suami-suami
kalian, karena kebanyakan penghuni Neraka adalah kaum wanita. Mereka masuk Neraka
bukan karena kufur kepada Allah tetapi karena kufur kepada suaminya. Rosulullah
ﷺ
bersabda, “Neraka telah diperlihatkan kepadaku, ternyata kebanyakan
penghuninya adalah kaum wanita yang kufur.” Ditanyakan kepada beliau,
“Apakah mereka kufur kepada Allah?” Beliau bersabda, “Mereka kufur kepada
suami dan kufur kepada kebaikan. Seandainya kamu berbuat baik kepada seorang
dari mereka beberapa lama lalu melihat sesuatu (yang tidak disukainya) darimu
maka dia akan berkata, ‘Aku tidak pernah melihat darimu kebaikan sedikitpun.’”
(HR. Al-Bukhori no. 29 dan Muslim no. 884)
اللّٰهُمَّ إِنَّ نَسْأَلُكَ أَنْ تَنْقَذَ إِخْوَانَناَ الْمُسْتَضْعَفِينَ
اللّٰهُمَّ نَجَّهُمْ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ، أَنْزِلْ عَلَيْهِمُ
السَّكِينَةَ وَالصَّبْرَ وَثَبِّتْ أَقْدَامَهُمْ، وَانْصُرْهُمْ عَلَىٰ الْقَوْمِ
الْكَافِرِينَ
اللّٰهُمَّ عَجِّلْ فَرْجَهُمْ، عَجِّلْ فَرْجَهُمْ، عَجِّلْ
فَرْجَهُمْ يَا رَحْمَنُ يَا رَحِيْمُ
اللّٰهُمَّ خُذِ الطُّغَّاةَ الْمُتَجَبِّرِيْنَ، وَاقْمَعْهُمْ
يَا قَوِيُّ يَا عَزِيزُ، فَرِّقْ شَمْلَهُمْ وَشَتِّتْ جَمْعَهُمْ، وَاجْعَلْ دَائِرَةَ
السَّوْءِ عَلَيْهِمْ، وَاخْسِفْ بِهِمْ، وَأَلْقِ الرُّعْبَ فِي قُلُوْبِهِمْ، وَائْتِهِمْ
مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُونَ
اللّٰهُمَّ اجْعَلْ بَلْدَنَا هٰذَا آمِناً مُطْمَئِنّاً سَخَّاءً
رَخَّاءً وَسَائِرَ بِلَادِ الْمُسْلِمِيْنَ، نَعُوذُ بِكَ مِنَ الْبَلَاءِ وَالغَلَاءِ
وَالْوَبَاءِ وَالْفِتْنَةِ يَا سَمِيْعَ الدُّعَاءِ
اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لَنَا أَجْمَعِينَ، أَخْرِجْنَا مِنْ ذُنُوْبِنَا
كَيَوْمِ وَلَدَتْنَا أُمَّهَاتُنَا، لَا تُفْرِقْ جَمْعَنَا هٰذَا إِلَّا بِذَنْبٍ
مَغْفُورٍ وَعَمَلٍ مَبْرُورٍ وَسَعْيٍ مَشْكُورٍ يَا رَحِيْمُ يَا وَدُوْدُ يَا غَفُوْرُ
اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لَنَا ذُكُوراً وَإِنَاثاً صِغَاراً وَكِبَاراً
أَجْمَعِيْنَ، يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ.
/
16. Kemerdekaan
Anugrah yang Terzholimi
Khutbah Pertama
«إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ، مَنْ يَهْدِهِ
اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ
لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، أَمَّا بَعْدُ»
Ma’āsyirol
Muslimin Rohimakumullah...
Pertama, kemerdekaan adalah anugrah yang besar
dari Allah Subhānahū wa Ta’ālā. Kita sebagai orang Islam meyakini bahwa
kemerdekaan yang diperoleh oleh bangsa Indonesia ini bukanlah semata-mata
karena jerih payah para pendahulu kita, tetapi murni pemberian Allah Subhānahū
wa Ta’ālā.
﴿إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ﴾
“Sesungguhnya
kami menciptakan segala sesuai sesuai dengan takdirnya (ukurannya).” (QS. Al-Qōmar [54]: 49)
Kita melihat
bahwa jumlah kaum Muslimin pada perang Hunain lebih banyak daripada musuh.
Namun, apa yang terjadi? Kaum Muslimin dikalahkan musuh karena perasaan ujub
mereka bahwa mereka tidak akan kalah dengan jumlah mereka yang besar. Allah
mengisahkannya:
﴿لَقَدْ نَصَرَكُمُ اللَّهُ فِي مَوَاطِنَ كَثِيرَةٍ
وَيَوْمَ حُنَيْنٍ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنْكُمْ شَيْئًا
وَضَاقَتْ عَلَيْكُمُ الأرْضُ بِمَا رَحُبَتْ ثُمَّ وَلَّيْتُمْ مُدْبِرِينَ﴾
“Sesungguhnya
Allah telah menolong kamu (hai para Mukminin) di medan peperangan yang banyak,
dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu di waktu kamu menjadi congkak karena
banyaknya jumlahmu maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu
sedikit pun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu
lari ke belakang dengan bercerai-berai.” (QS. At-Taubah [9]: 25)
Sebaliknya para
perang Badar, jumlah kaum Muslimin jauh lebih sedikit daripada jumlah musuh.
Tiga ratus belasan melawan seribu pasukan musuh, tentu tidak berimbang. Namun,
Allah memenangkan mereka. Allah mengisahkan dalam Al-Qur’an:
﴿وَلَقَدْ نَصَرَكُمُ اللَّهُ بِبَدْرٍ وَأَنْتُمْ
أَذِلَّةٌ فَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ * إِذْ تَقُولُ لِلْمُؤْمِنِينَ
أَلَنْ يَكْفِيَكُمْ أَنْ يُمِدَّكُمْ رَبُّكُمْ بِثَلاثَةِ آلَافٍ مِنَ الْمَلَائِكَةِ
مُنْزَلِينَ﴾
“Sungguh Allah
telah menolong kamu dalam peperangan Badar, padahal kamu adalah (ketika itu)
orang-orang yang lemah. Karena itu bertakwalah kepada Allah, supaya kamu
mensyukuri-Nya. (Ingatlah), ketika kamu mengatakan kepada orang Mukmin: ‘Apakah
tidak cukup bagi kamu Allah membantu kamu dengan tiga ribu Malaikat yang
diturunkan (dari langit)?’” (QS. Ali Imrōn [3]: 123-124)
Ini menunjukkan
bahwa kemenangan kaum Muslimin dalam melawan musuh dan penjajah bukan
semata-mata karena kerja keras para pejuang atau jumlah mereka yang banyak,
tetapi murni karunia Allah. Manusia hanya ikhtiar tetapi Allah yang
mewujudkannya.
Untuk itu, yang
terpuji hanyalah Allah dan anugrah ini selayaknya diteruskan dengan menerapkan
syariat Allah di bumi ini karena bumi ini adalah anugrah Allah bukan milik
pejabat atau perorangan. Bukankah kemerdekaan ini anugrah dari Allah?
Yang kedua, kita tidak lupa untuk bersyukur kepada
para pejuang, yaitu para mujahidin yang mengusir penjajah. Sebab, tidaklah
seseorang dianggap bersyukur kepada Allah hingga ia bersyukur kepada manusia.
Cara bersyukur kepada mereka adalah mendoakan ampunan dan rohmat untuk mereka,
serta meneruskan perjuangan mereka menerapkan dan mengokohkan agama Allah.
Mereka menumpahkan darah dan menghunus bambu runcing tanpa tujuan lain kecuali
ingin agar kaum Muslimin bisa beribadah kepada Allah dengan aman serta mengusir
kekufuran dari bumi Nusantara.
Tugas inilah yang
harus diemban oleh setiap penduduk Indonesia. Dengan menyebarkan ilmu,
mentauhidkan Allah, dan beramal sholih maka negara ini adalah jaya, tentram,
dan terhindar dari segala marabahaya. Allah berfirman:
﴿وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا
الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ
قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ
مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ
كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ﴾
“Dan Allah
telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan
amal-amal yang sholih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa
di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka
berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridai-Nya
untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka
berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan
tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barang siapa yang (tetap)
kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. An-Nūr [24]: 55)
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ
وَإِيَاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، أَقُولُ قَوْ لِي
هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua
«إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ، مَنْ يَهْدِهِ
اللَّهُ، فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ، فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ
أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، أَمَّا بَعْدُ»
Ma’āsyirol
Muslimin Rohimakumullah...
﴿إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَىٰ
النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا﴾
﴿رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ
لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ﴾
﴿اللّٰهُمَّ اجْعَلْنا هُدَاةً مُهتَدِينَ غَيْرَ
ضَالِّينَ وَلَا مُضِلِّينَ﴾
اللّٰهُمَّ اسْتُرْ عَورَاتِنَا وَءَامِنْ رَوْعَاتِنَا وَاكْفِنَا
مَا أَهَمَّنَا وَقِنَا شَرَّ مَا نَتَخَوَّفُ
عبادَ اللهِ، ﴿إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ
ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ﴾
اُذكُرُوا اللهَ العَظِيمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوهُ يَزِدْكُمْ
وَاسْتَغْفِرُوهُ يَغْفِرْ لَكُمْ، وَاتَّقُوهُ يَجْعَلْ لَكُمْ مِنْ أَمْرِكُمْ مَخْرَجًا.
وَأَقِمِ الصَّلَاةَ
/
17. Beginilah
Buah-buahan Surga
Khutbah Pertama
إِنَّ الْحَمْدَ لِلّٰهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ
وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ
يَّهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُّضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ.
أَشْهَدُ أَنْ لاَّ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ
وَحْدَهُ لاَشَرِ يْكَ لَهُ وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْ لُهُ
أَمَّا بَعْدُ:
Ma’āsyirol
Muslimin Rohimakumullah...
Khotib senantiasa
berwasiat kepada diri sendiri dan kepada para jamaah sekalian agar kita
senantiasa meningkatkan ketakwaan. Sungguh beruntung orang yang bertakwa dan
beramal sholih.
Ma’āsyirol
Muslimin Rohimakumullah...
Di Surga ada
buah-buahan. Di Surga ada anggur, kurma, delima, pisang, dan segala jenis
buah-buahan yang ada di dunia. Bahkan buah-buahan yang belum pernah diketahui
dan dikenal namanya oleh manusia. Hanya saja yang sama hanyalah namanya, adapun
hakikatnya hanya Allah yang mengetahuinya yaitu kelezatan rasanya dan keindahan
bentuknya. Allah berfirman:
﴿فِيهِمَا فَاكِهَةٌ وَنَخْلٌ وَرُمَّانٌ﴾
“Di dalam
keduanya ada (macam-macam) buah-buahan dan kurma serta delima.” (QS. Ar-Rohmān [55]: 68)
﴿فِيهِمَا مِنْ كُلِّ فَاكِهَةٍ زَوْجَانِ﴾
“Di dalam kedua
Surga itu terdapat segala macam buah-buahan yang berpasangan.” (QS. Ar-Rohmān [55]: 52)
Buahan-buahan Surga
berbuah terus-menerus tanpa henti dan penduduk Surga tidak terlarang
mengambilnya, kapan saja mereka mau, berapa pun jumlah, dan bagamaina pun
posisi mereka.
﴿لَا مَقْطُوعَةٍ وَلَا مَمْنُوعَةٍ﴾
“Yang tidak
berhenti (buahnya) dan tidak terlarang mengambilnya.” (QS. Al-Wāqi’ah [56]: 33)
Cara memetiknya
pun begitu mudah. Jika pohonnya tinggi maka ranting buahnya akan mendekat
kepada penduduk Surga, dan bahkan seandainya penduduk Surga berbaring di
ranjangnya, maka ranting itu akan memanjang dan merunduk agar penduduk Surga
mudah memetiknya.
﴿قُطُوفُهَا دَانِيَةٌ﴾
“Buah-buahannya
dekat.” (QS. Al-Hāqqoh
[69]: 23)
Di Surga ada
pohon sidr dan tholh. Pohon sidr adalah pohon yang
rantingnya berduri sementara pohon tholh adalah pohon yang tidak
dimanfaatkan manusia kecuali hanya untuk berteduh. Namun, di Surga kedua pohon
ini berbuah dengan puncak kelezatan. Jika buah dari dua pohon ini saja berada
dalam puncak kelezatan dalam rasa lantas bagaimana dengan buah yang lezat
sewaktu di dunia, seperti anggur dan apel?
﴿وَأَصْحَابُ الْيَمِينِ مَا أَصْحَابُ الْيَمِينِ
* فِي سِدْرٍ مَخْضُودٍ * وَطَلْحٍ مَنْضُودٍ﴾
“Dan golongan
kanan, alangkah bahagianya golongan kanan itu. Berada di antara pohon sidr yang
tidak berduri, dan pohon tholh yang bersusun-susun (buahnya).” (QS. Al-Wāqi’ah [56]: 27-29)
Al-Hafizh Ibnu
Katsir berkata, “Pohon sidr di dunia banyak durinya dan sedikit buahnya,
dan di Akhirat justru sebaliknya tanpa ada duri dan berbuah banyak yang
memberatkan rantingnya. Ini sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Hafizh Abu Bakar
bin Salman A-Najjad.” (Tafsir Ibnu Katsir VII/525)
Ma’āsyirol
Muslimin Rohimakumullah...
Seorang penduduk Surga
makan buah-buahan, setelah habis, ia pun memetiknya lagi. Ia pandangi buah
tersebut dan ia berkata, “Buah ini mirip dengan yang tadi aku telah makan.”
Lalu ia pun makan, saat ia gigit buahnya ternyata rasanya lebih lezat dari yang
pertama. Allah berfirman:
﴿وَبَشِّرِ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
أَنَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ كُلَّمَا رُزِقُوا مِنْهَا
مِنْ ثَمَرَةٍ رِزْقًا قَالُوا هٰذَا الَّذِي رُزِقْنَا مِنْ قَبْلُ وَأُتُوا بِهِ
مُتَشَابِهًا وَلَهُمْ فِيهَا أَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ وَهُمْ فِيهَا خَالِدُونَ﴾
“Dan
sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa
bagi mereka disediakan Surga-Surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya.
Setiap mereka diberi rezeki buah-buahan dalam Surga-Surga itu, mereka
mengatakan: ‘Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu.’ Mereka diberi
buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada istri-istri yang suci
dan mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqoroh [2]: 25)
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ
وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، أَقُولُ قَوْلِي
هٰذَا وَاسْتَغْفِرُوا اللهَ لِيْ وَلَكُمْ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua
اللّٰهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ، اللّٰهُمَّ صَلِّي عَلَىٰ
مُحَمّدٍ وَعَلَىٰ آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلَىٰ آلِ إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ
عَلَىٰ مُحَمّدِ وَعَلَىٰ آلِ مُحَمّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلى آلِ إِبْرَاهِيْمَ فِي
الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
أَمَّا بَعْدُ:
Ma’āsyirol
Muslimin Rohimakumullah...
Memang di sana
ada buah anggur dan buah apel, sebagaimana di dunia juga ada buah anggur dan
apel. Akan tetapi, kesamaan nama tidak mengharuskan kesamaan hakikat.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ﭭ bahwa ia
berkata:
لَيْسَ فِي الدُّنْيَا مِنَ الْجَنَّةِ
شَيْءٌ إِلَّا الْأَسْمَاءَ
“Tidak ada apapun
di dunia yang ada di Surga kecuali hanya nama saja.” (Tafsir Ath-Thabari
no. 535, I/392)
﴿إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَىٰ
النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا﴾
﴿رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ
لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ﴾
﴿رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا
وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ﴾
﴿رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإخْوَانِنَا الَّذِينَ
سَبَقُونَا بِالإيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا
إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ﴾
﴿رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى
الأٰخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ﴾
/
18. Dipanggil
dari Delapan Pintu Surga
Khutbah Pertama
«أَنِ الْحَمْدُ
لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ، وَنَسْتَعِينُهُ، وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ
شُرُورِ أَنْفُسِنَا، وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا
مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا
اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ»
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ
حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ﴾
أَمَّا بَعْدُ:
Ma’āsyirol
Muslimin Rohimakumullah...
Khotib berwasiat
agar kita senantiasa meningkatkan ketakwaan dan berbekal dengan ketakwaan.
Sungguh beruntung orang yang bertakwa.
Ma’āsyirol
Muslimin Rohimakumullah...
Surga memiliki
pintu dan jumlah pintunya ada 8. Nama-nama pintu itu adalah Bābul Sholāh
(pintu puasa), Bābu Ar-Royyan (pintu puasa), Bābus Shodaqah
(pintu sedekah), Bābul Jihād (pintu jihad). Inilah empat nama yang
disebutkan Nabi Muhammad ﷺ dalam sebuah kesempatan. Riwayat tentangnya shohih terdapat di
dalam kitab As-Shohihain. Diriwayatkan dari Sahl bin Sa’ad ﭬ bahwa Rosulullah ﷺ bersabda:
«فِى الْجَنَّةِ
ثَمَانِيَةُ أَبْوَابٍ، فِيهَا بَابٌ يُسَمَّى الرَّيَّانَ لاَ يَدْخُلُهُ إِلاَّ الصَّائِمُونَ»
“Surga
memiliki delapan buah pintu. Di antara pintu tersebut ada yang dinamakan pintu
Ar-Rayyan yang hanya dimasuki oleh orang-orang yang berpuasa.” (HR. Al-Bukhori no. 3257)
Sebagian ahli
ilmu menambahkan pintu Surga Bābu Birrilwalidain (pintu berbakti kepada
kedua orang tua). Hal ini didasari dari riwayat shohih dari Abu Darda ﭬ, Rosulullah ﷺ bersabda,
«الْوَالِدُ أَوْسَطُ
أَبْوَابِ الْجَنَّةِ فَإِنْ شِئْتَ فَأَضِعْ ذَلِكَ الْبَابَ أَوِ احْفَظْهُ»
“Orang tua
adalah pintu Surga paling tengah. Kalian bisa sia-siakan pintu itu, atau kalian
bisa menjaganya.” (HR.
Ahmad no. 27511 dan dihasankan Syuaib Al-Arnauth)
Dalam Tuhfatul
Ahwadzi, Syarh Sunan Tirmudzi disebutkan keterangan Al-Baidhowi yang
mengatakan, “Makna hadits, bahwa cara terbaik untuk masuk Surga, dan sarana
untuk mendapatkan derajat yang tinggi di Surga adalah mentaati orang tua dan
berusaha mendampinginya. Ada juga ulama yang mengatakan, ‘Di Surga ada banyak
pintu. Yang paling nyaman dimasuki adalah yang paling tengah. Dan sebab untuk
bisa masuk Surga melalui pintu itu adalah menjaga hak orang tua.’” (Tuhfatul
Ahwadzi, 6/21)
Adapun sisa
pintu, Ibnu Hajar menambahkan pintu memaafkan manusia, pintu haji, dan pintu
kanan yang hanya dimasuki orang-orang pilihan, di antaranya adalah 70.000 orang
yang masuk Surga tanpa hisab dan tanpa adzab.
Orang yang gemar
rajin sholat maka dia akan diseru dari pintu sholat. Orang yang gemar berpuasa
maka akan diseru dari pintu puasa. Orang yang gemar bersedekah maka dia akan
dipanggil dari pintu sedekah. Orang yang gemar berjihad maka dia akan dipanggil
dari pintu jihad. Orang yang gemar berbakti kepada kedua orang tuanya maka dia
akan dipanggil dari pintu berbakti kepada orang tua. Begitu seterusnya.
Seseorang
dikatakan gemar adalah jika dia melakukan kewajiban ditambah sunnahnya.
Misalnya untuk ibadah sholat, dia dikatakan ahli sholat atau gemar sholat jika
rutin melaksanakan sholat fardhu lima waktu di Masjid dan menambahnya dengan sholat-sholat
sunnah, seperti sholat Witir, sholat Tahajjud, sholat Dhuha, sholat Rowatib, sholat
Tahiyyatul Masjid, dan seterusnya.
Begitu pula,
seseorang dikatakan ahli puasa atau gemar puasa jika dia melaksanakan puasa Romadhon
disertai puasa-puasa sunnah seperti puasa enam hari di bulan Syawwal, puasa
Dawud, puasa Senin Kamis, puasa Ayyamul Bidh (tanggal 13, 14, 15 dari bulan
Hijriyah), puasa Asyura, puasa Arofah, dan seterusnya.
Apakah mungkin
ada seseorang yang dipanggil dari delapan pintu tersebut? Ada, dia adalah Abu
Bakar Ash-Shiddiq dan orang-orang yang mengusahakan amalan Abu Bakar.
Diriwayatkan bahwa Abu Bakar pernah bertanya kepada Rosulullah ﷺ, “Ayah dan ibuku sebagai penebus
Anda wahai Rosulullah, mungkinkah ada orang yang dipanggil dari semua pintu
tersebut?” Nabi ﷺ
pun menjawab,
«نَعَمْ، وَأَرْجُو
أَنْ تَكُونَ مِنْهُمْ»
“Iya ada. Dan
aku berharap kamu termasuk golongan mereka.” (HR. Al-Bukhori no. 1897 dan Muslim no. 1027)
Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...
أَقُولُ قَوْ لِي هٰذَا وَاسْتَغْفِرُوا اللهَ ليْ وَلَكُمْ
إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua
﴿الْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِي هَدَانَا لِهٰذَا وَمَا
كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ لَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا
بِالْحَقِّ وَنُودُوا أَنْ تِلْكُمُ الْجَنَّةُ أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ﴾
«اللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى
مُحَمَّدٍ، وَعَلَى أَزْوَاجِهِ، وَذُرِّيَّتِهِ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ،
وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَزْوَاجِهِ، وَذُرِّيَّتِهِ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى
آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ»
أَمَّا بَعْدُ:
Ma’āsyirol
Muslimin Rohimakumullah...
Semoga kita kelak
dikumpulkan di Surga dan dipanggil dari pintu-pintu Surga. Ya Allah
kabulkanlah. Sungguh Engkau Maha Mendengar dan Maha Pemurah.
﴿رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا
وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ﴾
﴿رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى
الأٰخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ﴾
/
19. Makna Muslim
dan Non-Muslim
Khutbah Pertama
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِاْلاِعْتِصَامِ بِحَبْلِ
اللهِ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ
أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدَهُ
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَىٰ مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِهِ وَصَحْبِهِ
وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهُ
أَمَّا بَعْدُ:
فَيَا عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَالَ
اللهُ تَعَالَى: ﴿يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ
حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ﴾
Ma’āsyirol
Muslimin Rohimakumullah...
Manusia terbagi
menjadi dua golongan besar, yaitu Muslim dan non-Muslim. Yang mengaku muslim
terbagi dua yaitu beriman dan munafiq (pura-pura beriman). Non-Muslim sendiri
terbagi menjadi dua, yaitu kafir dan musyrik.
Golongan kanan
adalah penghuni Surga, mereka adalah orang beriman, sementara golongan kiri
adalah penghuni Neraka, mereka adalah kafir, musyrik, dan munafiq.
Siapakah yang
disebut Mukmin? Mukmin adalah orang yang masuk Islam disertai keimanan kepada
Allah, Malaikat-Nya, Kitab-Nya, Rosul-Nya, hari Akhir, dan takdir. Kemudian
mereka tidak ragu atas keimanannya serta mengingkari setiap penyembahan kepada
selain Allah dan berlepas diri darinya dan pelakunya. Allah berfirman:
﴿إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ
وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي
سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ﴾
“Sesungguhnya
orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rosul-Nya
kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa
mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. Al-Hujurōt [49]: 15)
Siapakah yang
contoh Mukmin? Yaitu setiap orang yang beriman kepada para Nabi yang diutus
kepadanya. Namun, setelah datang Islam maka wajib bagi semua orang untuk masuk
Islam agar disebut beriman, tetapi jika tidak mau masuk Islam yang dibawa Nabi Muhammad
lalu meninggal sebelum bertaubat maka dia akan masuk Neraka. Abu Huroiroh ﭬ meriwayatkan bahwa Rosulullah ﷺ bersabda:
«وَالَّذِي نَفْسُ
مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لَا يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ يَهُودِيٌّ، وَلَا
نَصْرَانِيٌّ، ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ، إِلَّا كَانَ
مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ»
“Demi Dzat
Yang jiwa Muhammad di tangan-Nya, tidaklah umat Yahudi atau Nasroni mendengar
tentang risalahku, kemudian dia mati dan tidak beriman kepada apa yang aku diutus
dengannya kecuali ia termasuk ahli Neraka.” (HR . Muslim no. 153)
Siapa yang
disebut munafiq? Mereka adalah orang yang mengaku Islam tetapi sebenarnya
hatinya membenci Islam, syiar-syiar Islam, dan kaum Muslimin. Allah berfirman, “Mereka
mengucapkan dengan lidahnya apa yang tidak ada dalam hatinya.” (QS. Al-Fath
[48]: 11)
Mereka lebih
berbahaya daripada orang kafir karena permusuhan orang kafir terlihat jelas
oleh kaum Muslimin sehingga mereka bisa waspada tetapi permusuhan orang munafiq
tidak ditampakkan sehingga mereka menusuk dari dalam. Untuk itu, balasan bagi
mereka adalah Neraka yang paling keras siksanya. Allah berfirman:
﴿إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الأسْفَلِ
مِنَ النَّارِ وَلَنْ تَجِدَ لَهُمْ نَصِيرًا﴾
“Sesungguhnya
orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari Neraka.
Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka.” (QS. An-Nisa [4]: 145)
Siapa yang
disebut orang kafir? Mereka adalah orang yang enggan masuk Islam karena
mengingkari Allah dan Rosul-Nya. Termasuk bentuk mengingkari Allah dan Rosul-Nya
adalah tidak mau masuk Islam dan membenci syariat Islam, memerangi umat Islam,
atau menghalangi manusia dari jalan Allah. Allah berfirman, “Sesungguhnya
orang-orang yang kafir kepada Allah dan Rosul-Rosul-Nya, dan bermaksud
memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan Rosul-Rosul-Nya, dengan
mengatakan: ‘Kami beriman kepada yang sebagian dan kami kafir terhadap sebagian
(yang lain)’, serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah)
di antara yang demikian (iman atau kafir), merekalah orang-orang yang kafir
sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu
siksaan yang menghinakan.” (QS. An-Nisa [4]: 150-151)
Siapa yang
disebut musyrik? Mereka adalah orang-orang yang menyembah Allah tetapi juga
menyembah selain Allah. Mereka berdoa kepada Allah tetapi juga berdoa kepada
selain Allah. Mereka juga mencintai Allah, tetapi berhala-berhala dan makhluk
lebih mereka cintai daripada Allah. Allah berfirman, “Dan di antara manusia
ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka
mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang
beriman sangat cinta kepada Allah.” (QS. Al-Baqoroh [2] 165)
Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ
وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ
أَقُولُ قَوْلِي هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ
إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua
الْحَمْدُ لِلّٰهِ حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا أَمَرَ.
وَأَشْهَدُ أَنْ لآ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ
لَهُ، الْمُتَعَالِيْ عَنِ الْمُشَارَكَةِ وَالْمُشَاكَلَةِ لِسَائِرِ الْبَشَرِ.
وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا ﷺ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
النَّبِيُّ الْمُعْتَبَرُ.
اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَىٰ سَيـِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ
آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
أَمّا بَعْدُ:
Ma’āsyirol Muslimin
Rohimakumullah...
«اللَّهُمَّ صَلِّ
عَلَى مُحَمَّدٍ، وَأَزْوَاجِهِ، وَذُرِّيَّتِهِ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ،
وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَأَزْوَاجِهِ، وَذُرِّيَّتِهِ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى
آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ»
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ
وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ
مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ وَغَافِرَ الذُّنُوْبِ وَالْخَطِيْئَاتِ
بِرَحْمَتِكَ يَآ أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
﴿رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ
سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ آمَنُوْا
رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوْفٌ رَّحِيْمٌ﴾
﴿رَبَّنَآ آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى
اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَّقِنَا عَذَابَ النَّارِ﴾
/
20. Surga Penuh
Rintangan
Khutbah Pertama
إنَّ الـحَمْدَ لِلّٰهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ،
وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ
يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ
أَن لاَّ إِلٰهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً
عَبْدُهُ وَرَسُولُه.
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ
حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ﴾
﴿يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي
خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا
كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ
اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا﴾
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ
وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ
وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا﴾
أَمَّا بَعْدُ:
Ma’āsyirol
Muslimin Rohimakumullah...
Sesuatu yang
besar dan mulia memerlukan perjuangan dan pengorbanan untuk mendapatkannya. Surga
adalah kenikmatan yang paling besar dan tempat paling mulia. Untuk itu, untuk
meraih Surga diperlukan perjuangan dan pengorbanan yang tidak sedikit.
Diriwayatkan dari Abu Huroiroh ﭬ bahwa Rosulullah ﷺ bersabda:
«حُجِبَتِ النَّارُ
بِالشَّهَوَاتِ، وَحُجِبَتِ الجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ»
“Neraka
ditutupi dengan syahwat dan Surga ditutupi dengan makarih.” (HR. Al-Bukhori no. 6487 dan Muslim no.
2822)
Makarih artinya hal-hal yang dibenci, maksudnya
adalah Surga hanya bisa diraih dengan perjuangan melaksanakan hal-hal yang
dibenci oleh jiwa berupa ketaatan dan sabar di atasnya.
Diriwayatkan dari
Abu Huroiroh ﭬ
bahwa Rosulullah ﷺ
bersabda:
«لَمَّا خَلَقَ اللَّهُ
الْجَنَّةَ قَالَ لِجِبْرِيلَ: اذْهَبْ فَانْظُرْ إِلَيْهَا، فَذَهَبَ فَنَظَرَ إِلَيْهَا،
ثُمَّ جَاءَ، فَقَالَ: أَيْ رَبِّ وَعِزَّتِكَ لَا يَسْمَعُ بِهَا أَحَدٌ إِلَّا دَخَلَهَا،
ثُمَّ حَفَّهَا بِالْمَكَارِهِ، ثُمَّ قَالَ: يَا جِبْرِيلُ اذْهَبْ فَانْظُرْ إِلَيْهَا،
فَذَهَبَ فَنَظَرَ إِلَيْهَا، ثُمَّ جَاءَ فَقَالَ: أَيْ رَبِّ وَعِزَّتِكَ لَقَدْ
خَشِيتُ أَنْ لَا يَدْخُلَهَا أَحَدٌ»
“Tatkala Allah
menciptakan Surga, Dia berfirman kepada Jibril, ‘Pergilah dan lihatlah ia.’ Ia
pun pergi dan melihatnya lalu kembali dan berkata, ‘Ya Allah, demi kemulianMu,
tiada seorang pun yang mendengarnya pasti memasukinya.’ Kemudian Dia
mengelilinginya dengan makarih lalu berfirman, ‘Hai Jibril, pergi dan lihatlah
ia.’ Ia pun pergi dan melihatnya kemudian kembali dan berkata, ‘Ya Allah, demi
kemulianMu, sungguh aku khawatir tidak ada seorangpun yang mau memasukinya.’” (HR. Abu Dawud no. 4744, dinilai hasan shohih
Syaikh Al-Albani)
Imam An-Nawawi
menjelaskan, “Hadits ini menjelaskan kepada kita bahwa seseorang itu tidak akan
masuk Surga sehingga mengamalkan perkara-perkara yang dibenci jiwa, begitupula
sebaliknya seseorang itu tidak akan masuk Neraka sehingga ia mengamalkan
perkara-perkara yang disenangi oleh syahwat. Demikian itu dikarenakan ada tabir
yang menghiasi Surga dan Neraka berupa perkara-perkara yang dibenci ataupun
yang disukai jiwa. Barangsiapa yang berhasil membuka tabir maka ia akan sampai
ke dalamnya. Tabir Surga itu dibuka dengan amalan-amalan yang dibenci jiwa dan
tabir Neraka itu dibuka dengan amalan-amalan yang disenangi syahwat. Diantara
amalan-amalan yang dibenci jiwa seperti halnya bersungguh-sungguh dalam
beribadah kepada Allah Ta’ala serta menekuninya, bersabar disaat berat
menjalankannya, menahan amarah, memaafkan orang lain, berlaku lemah lembut, bersedekah,
berbuat baik kepada orang yang pernah berbuat salah, bersabar untuk tidak
memperturutkan hawa nafsu dan yang lainnya.” (Syarhun Nawawi ‘ala Muslim VII/165)
Ibnu Hajar $ dalam Fathul Baari berkata, “Yang
dimaksud dengan makarih (perkara-perkara yang dibenci jiwa) adalah
perkara-perkara yang dibebankan kepada seorang hamba baik berupa perintah
ataupun larangan dimana ia dituntut bersungguh-sungguh mengerjakan perintah dan
meninggalkan larangan tersebut. Seperti bersungguh sungguh mengerjakan ibadah
serta berusaha menjaganya dan menjauhi perbuatan dan perkataan yang dilarang
Allah Ta’ala. Penggunaan kata makarih di sini disebabkan karena
kesulitan dan kesukaran yang ditemui seorang hamba dalam menjalankan perintah
dan meninggalkan larangan.” (Fathul Baari 18/317)
Pengorbanan dan
perjuangan ini menjadi sulit disebabkan jiwa (nafsu) manusia memang lebih suka
dengan penyimpangan dan tidak suka ketaatan yang kebanyakan menyelisihi nafsu.
Allah Ta’ala berfirman,
﴿إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا
مَا رَحِمَ رَبِّي﴾
“Sesungguhnya
jiwa (manusia) itu menyuruh pada kejelekan kecuali jiwa yang dirohmati
Tuhanku.” (QS. Yusuf: 53)
Ath-Thobari
berkata tentang ayat ini, “Jiwa yang dimaksudkan adalah jiwa para hamba, ia
senantiasa memerintahkan pada perkara-perkara yang disenangi nafsu. Sementara
hawa nafsu itu jauh dari keridhoan Allah Ta’ala.” (Jami’ul Bayan fi
Ta’wilil Qur’an)
Ibnul Jauzi $ berkata, “Ketahuilah, semoga Allah
mamberikan taufiq kepadamu, sesungguhnya watak dasar jiwa manusia itu cinta
kepada hawa nafsunya. Telah berlalu penjelasan tentang begitu dasyatnya bahaya
hawa nafsu, sehingga untuk menghadapinya engkau membutuhkan kesungguhan dan
pertentangan dalam diri jiwamu. Ketika engkau tidak mecegah keinginan hawa
nafsumu maka pemikiran-pemikiran sesat (kejelekan-kejelekan) itu akan menyerang
sehingga tercapailah keinginan hawa nafsumu.” (Dzammul Hawa, hal.36)
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ
وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ
أَقُولُ قَوْلِي هٰذَا وَاسْتَغْفِرُوا اللهَ ليْ وَ لَكُمْ
إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua
﴿الْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِي هَدَانَا لِهٰذَا وَمَا
كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ لَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا
بِالْحَقِّ وَنُودُوا أَنْ تِلْكُمُ الْجَنَّةُ أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ﴾
«وَأَشْهَدُ أَنْ
لَا إِلٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، أَمَّا بَعْدُ»
Ma’āsyirol
Muslimin Rohimakumullah...
«اللّٰهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَا يَحُولُ بَيْنَنَا وَبَيْنَ
مَعَاصِيكَ، وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَا بِهِ جَنَّتَكَ، وَمِنَ اليَقِينِ مَا
تُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مُصِيبَاتِ الدُّنْيَا، وَمَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا
وَقُوَّتِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا، وَاجْعَلْهُ الوَارِثَ مِنَّا، وَاجْعَلْ ثَأْرَنَا
عَلَى مَنْ ظَلَمَنَا، وَانْصُرْنَا عَلَى مَنْ عَادَانَا، وَلَا تَجْعَلْ مُصِيبَتَنَا
فِي دِينِنَا، وَلَا تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلَا مَبْلَغَ عِلْمِنَا،
وَلَا تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لَا يَرْحَمُنَا»، يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ، وَأَقِمِ الصَّلَاةَ.
/
21. Alasan
Banyaknya Orang Miskin di Surga
Khutbah Pertama
«إِنَّ الْحَمْدَ
لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ، فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ
يُضْلِلْ، فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا
شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ»
أَمَّا بَعْدُ:
Ma’āsyirol
Muslimin Rohimakumullah...
Surga diisi oleh dhu’afa.
Secara bahasa dhu’afa artinya orang-orang lemah, maksudnya orang-orang
miskin. Mereka disebut lemah karena mereka diremehkan oleh manusia, tetapi di
sisi Allah mereka adalah orang-orang besar. Diriwayatkan dari Haritsah bin
Wahab ﭬ,
ia mendengar Rosulullah ﷺ bersabda:
«أَلَا أُخْبِرُكُمْ
بِأَهْلِ الْجَنَّةِ؟» قَالُوا: بَلَى، قَالَ ﷺ: «كُلُّ ضَعِيفٍ مُتَضَعِّفٍ،
لَوْ أَقْسَمَ عَلَىٰ اللهِ لَأَبَرَّهُ»
“Maukan kalian
kuberitahu penduduk Surga?” Mereka menjawab, “Mau.” Beliau ﷺ bersabda, “Setiap orang yang
lemah dan dilemahkan, jika bersumpah atas nama Allah, pasti Dia wujudkan.”
(HR. Muslim no. 2853)
Imam Nawawi $ menjelaskan, “Maknanya, dianggap lemah
oleh manusia, diremehkan, dan diperlakukan sewenang-wenang, karena lemahnya kondisi
dirinya di dunia. Maksud hadits tersebut adalah kebanyakan penduduk Surga
adalah mereka, bukan semuanya.” (Al-Minhāj 17/187)
Mereka bukan
orang yang dimuliakan manusia sewaktu di dunia, bahkan diremehkan karena
kemiskinannya. Tidak jarang mereka diperlakukan sewenang-wenang, dirugikan,
ditipu, dan dipinggirkan.
Sebagian mereka
berpenampilan kurang sedap dipandang manusia, bukan karena tidak ingin tampil
indah, tetapi memang karena mereka serba sederhana dan kekurangan. Diriwayatkan
dari Abu Huroiroh ﭬ,
ia berkata bahwa Rosulullah ﷺ bersabda:
«رُبَّ أَشْعَثَ
مَدْفُوعٍ بِالْأَبْوَابِ، لَوْ أَقْسَمَ عَلَىٰ اللهِ لَأَبَرَّهُ»
“Betapa banyak
orang yang rambutnya acak-acakan, ditolak di setiap pintu, tetapi jika ia
bersumpah atas nama Allah, pasti Dia wujudkan.” (HR. Muslim no. 2854)
Allah Maha Adil.
Di dunia ia terbatas menikmati dunia tidak seperti orang-orang kaya, maka di Akhirat
mereka diizinkan menikmati Surga sebelum dimasuki orang-orang kaya sejarak 500
tahun. Diriwayatkan oleh Abu Huroiroh ﭬ, bahwa Rosulullah ﷺ bersabda:
«يَدْخُلُ الْفُقَرَاءُ
الْجَنَّةَ قَبْلَ الْأَغْنِيَاءِ بِخَمْسِمِائَةِ عَامٍ نِصْفِ يَوْمٍ»
“Orang-orang
fakir masuk Surga sebelum orang-orang kaya sejarak 500 tahun, yaitu setengah
hari (Akhirat).” (HR.
At-Tirmidzi no. 2353, dinilai hasan shohih Syaikh Al-Albani)
Satu hari di Akhirat
sama dengan seribu tahun di dunia. Sebagaimana yang Allah Ta’ala sebutkan,
﴿وَإِنَّ يَوْمًا عِنْدَ رَبِّكَ كَأَلْفِ سَنَةٍ
مِمَّا تَعُدُّونَ﴾
“Sesungguhnya
sehari di sisi Rob-mu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu.” (QS. Al-Hajj: 47)
Oleh karenanya,
setengah hari di Akhirat sama dengan 500 tahun di dunia. Adapun firman Allah Ta’ala,
﴿فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ
سَنَةٍ﴾
“Dalam sehari
yang kadarnya limapuluh ribu tahun.” (QS. Al Ma’arij: 4)
Ayat ini dipahami
bahwa waktu tersebut begitu lama bagi orang-orang kafir. Itulah kesulitan yang
dihadapi orang-orang kafir:
﴿فَإِذَا نُقِرَ فِي النَّاقُورِ * فَذَلِكَ يَوْمَئِذٍ
يَوْمٌ عَسِيرٌ * عَلَىٰ الْكَافِرِينَ غَيْرُ يَسِيرٍ﴾
“Apabila
ditiup sangkakala, maka waktu itu adalah waktu (datangnya) hari yang sulit,
bagi orang-orang kafir lagi tidak mudah.” (QS. Al-Muddatsi-tsir: 8-10).
Di saat banyak
orang yang dihisab dan menunggu lama di atas terik matahari, orang-orang miskin
sudah bersenang-senang dan bermain-main di Surga. Diriwayatkan dari Abdullah
bin Amr bin Ash, bahwa Rosulullah ﷺ bersabda:
«أَتَعْلَمُ أَوَّلَ
زُمْرَةٍ تَدْخُلُ الْجَنَّةَ مِنْ أُمَّتِي؟» قَالَ: اللَّهُ
وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ فَقَالَ: «الْمُهَاجِرُونَ يَأْتُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِلَى بَابِ
الْجَنَّةِ وَيَسْتَفْتِحُونَ، فَيَقُولُ لَهُمُ الْخَزَنَةُ، أَوَ قَدْ حُوسِبْتُمْ؟
فَيَقُولُونَ: بِأَيِّ شَيْءٍ نُحَاسَبُ، وَإِنَّمَا كَانَتْ أَسْيَافُنَا عَلَىٰ عَوَاتِقِنَا
فِي سَبِيلِ اللَّهِ، حَتَّى مِتْنَا عَلَىٰ ذَلِكَ، قَالَ: فَيُفْتَحُ لَهُمْ، فَيَقِيلُونَ
فِيهِ أَرْبَعِينَ عَامًا قَبْلَ أَنْ يَدْخُلَهَا النَّاسُ»
“Apakah kamu
tahu rombongan pertama yang masuk Surga dari umatku?” Dia menjawab, “Allah dan Rosul-Nya lebih tahu.”
Beliau bersabda, “Orang-orang Muhajirin, mereka pada hari Kiamat mendatangi
pintu Surga untuk meminta dibuka, lalu penjaga pintu bertanya, ‘Apakah kalian
sudah dihisab?’ Mereka menjawab, ‘Karena hal apa kami dihisab? Sungguh
pedang-pedang kami berada di leher kami fi sabilillah hingga kami meninggal di
atas hal itu.’ Lalu dibuka untuk mereka dan mereka istirahat di Surga 40 tahun
sebelum dimasuki oleh manusia.’” (HR. Al-Hakim no. 2389, dishohihkan Syaikh
Al-Albani)
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ
وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ
أَقُولُ قَوْلِي هٰذَا وَاسْتَغْفِرُوا اللهَ ليْ وَ لَكُمْ
إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua
الْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ
عَلَىٰ أُمُورِ الدُّنْيَا وَالدِّينِ، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ أَشْرَفِ الـمُرْسَلِينَ
وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْـمَـعِينَ
أَمَّا بَعْدُ
Ma’āsyirol
Muslimin Rohimakumullah...
﴿إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَىٰ
النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا﴾
﴿رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ
لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ﴾
﴿اللّٰهُمَّ اجْعَلْنَا هُدَاةً مُهْتَدِينَ غَيْرَ
ضَالِّينَ وَلَا مُضِلِّينَ﴾
/
22. Peristiwa
Kebangkitan dari Kubur
Khutbah Pertama
«إِنَّ
الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللَّهِ
مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا. مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ، فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ
فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ»
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ، وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ﴾
﴿يَا أَيُّهَا النَّاسُ
اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ، وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا
وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِى تَسَاءَلُونَ
بِهِ وَاْلْأَرْحَامِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا﴾
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ، وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ،
وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ، وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا
عَظِيمًا﴾
أَمَّا
بَعْدُ:
Ma’āsyirol
Muslimin Rohimakumullah...
Setelah Malaikat
meniup sangkakala kebangkitan maka semua orang akan bangkit dari kuburya. Allah
berfirman:
﴿وَنُفِخَ فِي الصُّورِ
فَصَعِقَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الأَرْضِ إِلَّا مَنْ شَاءَ اللَّهُ ثُمَّ
نُفِخَ فِيهِ أُخْرَى فَإِذَا هُمْ قِيَامٌ يَنْظُرُونَ﴾
“Dan ditiuplah
sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang
dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi, maka tiba-tiba
mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing).” (QS. Az-Zumar [39]: 68)
Mereka bangkit
dari alam kubur menuju alam Akhirat. Allah mengisahkan:
﴿قَالُوا يَا وَيْلَنَا
مَنْ بَعَثَنَا مِنْ مَرْقَدِنَا هٰذَا مَا وَعَدَ الرَّحْمَنُ وَصَدَقَ الْمُرْسَلُونَ﴾
“Mereka
berkata: ‘Aduh celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat
tidur kami (kubur)?’ Inilah yang dijanjikan Yang Maha Pemurah dan benarlah Rosul-Rosul
(-Nya).” (QS. Yāsīn [36]:
52)
Mereka
menggunakan istilah tidur karena mereka membandingkan kehidupan Akhirat
yang tidak ada ujungnya dengan alam barzah yang ada batasnya, meskipun waktunya
cukup lama mereka berdiam di alam tersebut. Dari sisi ini, mereka merasa sangat
singkat saat di alam barzah, dan digunakanlah istilah tidur.
Seberapa singkat
perasaan mereka tinggal di dunia dan di alam barzah? Sesingkat sehari atau
mungkin setengah hari. Allah berfirman:
﴿قَالَ كَمْ لَبِثْتُمْ
فِي الأرْضِ عَدَدَ سِنِينَ * قَالُوا لَبِثْنَا يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ فَاسْأَلِ
الْعَادِّينَ * قَالَ إِنْ لَبِثْتُمْ إِلَّا قَلِيلًا لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ﴾
“Allah
bertanya: ‘Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?’ Mereka menjawab:
‘Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada
orang-orang yang menghitung.’ Allah berfirman: ‘Kamu tidak tinggal (di bumi)
melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui.’” (QS. Al-Mukminun [23]: 112-114)
Bahkan ada yang
menganggap bahwa mereka tinggal di dunia hanya sesingkat waktu yang cukup untuk
saling berkenalan. Allah berfirman:
﴿وَيَوْمَ يَحْشُرُهُمْ
كَأَنْ لَمْ يَلْبَثُوا إِلَّا سَاعَةً مِنَ النَّهَارِ يَتَعَارَفُونَ بَيْنَهُمْ
قَدْ خَسِرَ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِلِقَاءِ اللَّهِ وَمَا كَانُوا مُهْتَدِينَ﴾
“Dan
(ingatlah) akan hari (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan mereka, (mereka
merasa di hari itu) seakan-akan mereka tidak pernah berdiam (di dunia) kecuali hanya
sesaat saja di siang hari (di waktu itu) mereka saling berkenalan. Sesungguhnya
rugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan mereka dengan Allah dan mereka
tidak mendapat petunjuk.” (QS. Yūnus [10]: 45)
Mereka
dibangkitkan dalam bentuk-bentuk yang bermacam-macam. Ada yang dibangkitkan
dari kubur dalam keadaan wajahnya menjadi kaki sehingga ia berjalan dengan
wajahnya. Merekalah orang-orang kafir. Allah berfirman:
﴿الَّذِينَ يُحْشَرُونَ
عَلَىٰ وُجُوهِهِمْ إِلَى جَهَنَّمَ أُولَئِكَ شَرٌّ مَكَانًا وَأَضَلُّ سَبِيلاً﴾
“Orang-orang
yang dihimpunkan ke Neraka Jahanam dengan diseret atas muka-muka mereka, mereka
itulah orang yang paling buruk tempatnya dan paling sesat jalannya.” (QS. Al-Furqōn [25]: 34)
Rosulullah ﷺ bersabda:
«أَلَيْسَ
الَّذِي أَمْشَاهُ عَلَىٰ الرِّجْلَيْنِ فِي الدُّنْيَا قَادِرًا عَلَىٰ أَنْ يُمْشِيَهُ
عَلَىٰ وَجْهِهِ يَوْمَ القِيَامَةِ؟!»
“Bukankah Dzat
yang bisa menjadikan seseorang berjalan dengan kedua kakinya di dunia, tentu
juga mampu menjadikannya berjalan dengan wajahnya di hari Kiamat?” (HR. Al-Bukhori no. 4760 dan Muslim no.
2806)
Mereka berjalan
dalam berkadaan buta, tuli, dan bisu. Buta tidak bisa melihat, tuli tidak bisa mendengar,
dan bisa tidak bisa berbicara. Allah berfirman:
﴿وَنَحْشُرُهُمْ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ عَلَىٰ وُجُوهِهِمْ عُمْيًا وَبُكْمًا وَصُمًّا مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ
كُلَّمَا خَبَتْ زِدْنَاهُمْ سَعِيرًا﴾
“Dan Kami akan
mengumpulkan mereka pada hari Kiamat (diseret) atas muka mereka dalam keadaan
buta, bisu dan tuli. Tempat kediaman mereka adalah Neraka Jahanam. Tiap-tiap
kali nyala api Jahanam itu akan padam Kami tambah lagi bagi mereka nyalanya.” (QS. Al-Isrō [17]: 97)
Lalu bagaimana
dengan orang Islam yang ahli maksiat? Ada yang dibangkitkan sebesar semut,
yaitu orang-orang yang sombong sewaktu di dunia. Ada yang dibangkitkan dengan
berjalan gontai seperti orang kesurupan, yaitu orang makan riba sewaktu di
dunia. Ada yang berjalan dengan sisi pundaknya miring ke bawah, yaitu suami
yang tidak adil di antara istri-istrinya. Ada pula yang dibangkitkan dengan
memikul kambing, sapi, atau unta, yaitu orang-orang yang melakukan ghulul
(mengambil harta rampasan perang sebelum dibagi), ada pula yang dibangkitkan
dengan memikul tanah sejengkal setinggi tujuh lapisan bumi, yaitu orang yang
mencuri tanah sejengkal. Wal iyaadzu billah!
بَارَكَ
اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ
مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ
أَقُولُ
قَوْ لِي هٰذَا وَاسْتَغْفِرُوا اللهَ ليْ وَ لَكُمْ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua
«إِنَّ
الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ، مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلٌّ
لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، أَمَّا بَعْدُ»
Ma’āsyirol
Muslimin Rohimakumullah...
﴿إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ
يُصَلُّونَ عَلَىٰ النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا
تَسْلِيمًا﴾
﴿رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا
وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ﴾
/
23. Saat
Terindah Menuju Pintu Surga Bersama
Khutbah Pertama
الْحَمْدُ
لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَىٰ أُمُورِ الدُّنْيَا وَالدِّينِ،
وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ أَشْرَفِ الـمُرْسَلِينَ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ
أَجْـمَـعِينَ
أَمَّا
بَعْدُ:
Ma’āsyirol
Muslimin Rohimakumullah...
Kala itu Nabi
kita Muhammad ﷺ
meminta izin agar pintu Surga dibuka. Diriwayatkan dari Anas bin Malik ﭬ bahwa Rosulullah ﷺ bersabda:
«آتِي
بَابَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَأَسْتفْتِحُ، فَيَقُولُ الْخَازِنُ: مَنْ أَنْتَ؟
فَأَقُولُ: مُحَمَّدٌ، فَيَقُولُ: بِكَ أُمِرْتُ لَا أَفْتَحُ لِأَحَدٍ قَبْلَكَ»
“Aku
mendatangi pintu Surga pada hari Kiamat lalu meminta agar dibuka. Sang penjaga
berkata, ‘Siapa Anda?’ Lalu kujawab, ‘Aku Muhammad.’ Dia berkata, ‘Hanya
untukmu aku diperintah agar tidak membukanya untuk selainmu.’” (HR. Muslim no. 197)
Lalu pintu Surga
pun terbuka. Beliau membuka semua pintu-pintunya yang berjumlah delapan.
Setelah dibuka, maka tercium aroma yang sangat harum semerbak yang bisa dicium
aromanya sepanjang perjalanan 40 tahun. Oleh karena itu orang-orang beriman
yang mencium aromanya dari kejauhan sangat tamak ingin memasukinya. Mereka pun
dipandu menuju Surga secara berkelompok-kelompok laksana tamu undangan raja.
Allah berfirman:
﴿وَسِيقَ الَّذِينَ اتَّقَوْا
رَبَّهُمْ إِلَى الْجَنَّةِ زُمَرًا﴾
“Dan
orang-orang yang bertakwa kepada Rob-nya dibawa ke dalam Surga
berombong-rombongan (pula).” (QS. Az-Zumar [39]: 73)
Peristiwa ini
benar-benar akan terjadi. Orang-orang yang wajahnya laksana bulan purnama,
bening, lagi rupawan bergandengan tangan di depan pintu Surga. Demikianlah yang
diceritakan oleh Rosulullah ﷺ:
«أَوَّلُ
زُمْرَةٍ تَلِجُ الجَنَّةَ صُورَتُهُمْ عَلَىٰ صُورَةِ القَمَرِ لَيْلَةَ البَدْرِ،
لاَ يَبْصُقُونَ فِيهَا، وَلاَ يَمْتَخِطُونَ، وَلاَ يَتَغَوَّطُونَ، آنِيَتُهُمْ فِيهَا
الذَّهَبُ، أَمْشَاطُهُمْ مِنَ الذَّهَبِ وَالفِضَّةِ، وَمَجَامِرُهُمُ الأَلُوَّةُ،
وَرَشْحُهُمُ المِسْكُ، وَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمْ زَوْجَتَانِ، يُرَى مُخُّ سُوقِهِمَا
مِنْ وَرَاءِ اللَّحْمِ مِنَ الحُسْنِ، لاَ اخْتِلاَفَ بَيْنَهُمْ وَلاَ تَبَاغُضَ،
قُلُوبُهُمْ قَلْبٌ وَاحِدٌ، يُسَبِّحُونَ اللَّهَ بُكْرَةً وَعَشِيًّا»
“Rombongan
pertama yang masuk Surga, wajah-wajah mereka laksana bulan purnama. Mereka
tidak meludah, buang air kecil, berak. Bejana-bejana mereka terbuat dari emas.
Sisir mereka terbuat dari emas dan perak. Minyak mereka adalah kayu gaharu, aroma
mereka adalah misik. Setiap mereka memiliki dua istri yang sumsum tulang
betisnya terlihat dari luar karena sangking cantiknya. Mereka tidak saling
membenci. Hati mereka laksana satu hati. Mereka bertasbih kepada Allah di pagi
dan sore hari.” (HR. Al-Bukhori
no. 3245)
Mereka saling
bergandengan tangan sehingga semuanya masuk secara serentak. Satu barisan
tersebut tidaklah masuk kecuali bagian kiri dan kanannya masuk semuanya.
Sungguh ini adalah saat-saat yang indah sekali. Diriwayatkan dari Sahl bin Saad
bahwa Rosulullah ﷺ
bersabda:
«لَيَدْخُلَنَّ
مِنْ أُمَّتِي سَبْعُونَ أَلْفًا، أَوْ سَبْعُ مِائَةِ أَلْفٍ، لاَ يَدْخُلُ أَوَّلُهُمْ
حَتَّى يَدْخُلَ آخِرُهُمْ، وُجُوهُهُمْ عَلَىٰ صُورَةِ القَمَرِ لَيْلَةَ البَدْرِ»
“Sungguh
70.000 atau 700.000 dari umatku masuk Surga di mana yang pertama tidak masuk
kecuali yang terakhir juga masuk. Wajah-wajah mereka laksana bulan purnama.” (HR. Al-Bukhori no. 3247 dan Muslim no.
219)
Jumlah mereka
adalah 4,9 Milyar karena Nabi Muhammad ﷺ meminta tambahan kepada Allah
dan dikabulkan, yaitu setiap satu dari mereka memimpin 70.000 orang lainnya.
Mereka adalah orang-orang yang memasuki Surga tanpa hisab dan azab karena
mereka adalah orang-orang yang totalitas dalam bertauhid dan bertawakal kepada
Allah. Rosulullah ﷺ
bersabda:
«أُعْطِيتُ
سَبْعِينَ أَلْفًا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ بِغَيْرِ حِسَابٍ، وُجُوهُهُمْ كَالْقَمَرِ
لَيْلَةَ الْبَدْرِ، وَقُلُوبُهُمْ عَلَىٰ قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ، فَاسْتَزَدْتُ رَبِّي
عَزَّ وَجَلَّ، فَزَادَنِي مَعَ كُلِّ وَاحِدٍ سَبْعِينَ أَلْفًا»
“Aku diberi
70.000 dari umatku yang masuk Surga tanpa hisab. Wajah-wajah mereka laksana
bulan purnama, hati mereka laksanan satu hati. Lalu aku meminta Robku tambahan,
lalu Dia menambah setiap satu orang membawahi 70.000 lagi.” (HR. Ahmad no. 203 dengan sanad shohih)
Saat memasuki Surga,
mereka disambut oleh para Malaikat yang mengucapkan selamat dari segala penjuru
pintu.
﴿وَالْمَلائِكَةُ يَدْخُلُونَ
عَلَيْهِمْ مِنْ كُلِّ بَابٍ * سَلامٌ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى
الدَّارِ﴾
“Malaikat-Malaikat
masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu (sambil mengucapkan): ‘Selamat
bagi kalian atas kesabaran kalian.’ Maka alangkah baiknya tempat kesudahan
itu.” (QS. Ar-Ro’du [13]:
23-24)
Mereka pun memuji
Allah atas nikmat ini seraya berkata:
﴿وَقَالُوا الْحَمْدُ لِلّٰهِ
الَّذِي صَدَقَنَا وَعْدَهُ وَأَوْرَثَنَا الأرْضَ نَتَبَوَّأُ مِنَ الْجَنَّةِ حَيْثُ
نَشَاءُ فَنِعْمَ أَجْرُ الْعَامِلِينَ﴾
“Dan mereka
mengucapkan: ‘Segala puji bagi Allah yang telah memenuhi janji-Nya kepada kami
dan telah (memberi) kepada kami tempat ini sedang kami (diperkenankan)
menempati tempat dalam Surga di mana saja yang kami kehendaki.’ Maka Surga
itulah sebaik-baik balasan bagi orang-orang yang beramal.” (QS. Az-Zumar [39]: 74)
بَارَكَ
اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ
مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ
أَقُولُ
قَوْ لِي هٰذَا وَاسْتَغْفِرُوا اللهَ ليْ وَ لَكُمْ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua
«الْحَمْدُ
لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ، وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ
أَنْفُسِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ، فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ
لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُولُهُ»
أَمَّا
بَعْدُ:
Ma’āsyirol
Muslimin Rohimakumullah...
اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ
وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ
الدَّعْوَاتِ
﴿رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى
الأٰخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ﴾
/
24. Berkurban
Dunia Untuk Kenikmatan Abadi
Khutbah Pertama (Idul Adha)
«الْحَمْدُ
لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ، مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ
يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَشْهَدُ
أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ»
وَالصَّلاَةُ
وَالسَّلاَمُ عَلَىٰ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ
إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
أَمَّا
بَعْدُ:
فَيَاعِبَادَ
اللهِ، اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَ اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
قَالَ
اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: ﴿يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ
اَمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ﴾
Ma’āsyirol Muslimin,
Jamaah Sholat Id Rohimakumullah...
Di antara
pelajaran berharga dalam hari Raya Idul Adha adalah mengorbankan dunia demi
mengharap wajah Allah. Untuk itu, pada kesempatan yang mulia ini, kita ingin
memantapkan hati berkorban dunia dengan mengetahui hakikatnya sehingga hati
menjadi tenang dan mantap untuk mengorbankannya demi meraih ridho Allah.
Ma’āsyirol Muslimin,
Jamaah Sholat Id Rohimakumullah...
Dunia berasal
dari bahasa Arab (دنيا) yang artinya berkisar kepada
tiga pengertian, yaitu rendah (سفلي), sedikit (قليل),
dan dekat (قرب). Ibnu Manzhur mengatakan:
وَسُمِّيت
الدُّنْيا لِدُنُوِّها، وَلِأَنَّهَا دَنَتْ وَتَأَخَّرَتِ الْآخِرَةُ، وَكَذَلِكَ
السَّمَاءُ الدُّنْيا هِيَ القُرْبَى إِلَيْنَا
“Disebut dunia
karena kerendahannya, karena ia rendah dan mengakhirkan Akhirat, begitu juga
disebut langit dunia karena ia paling dekat dengan kita.” (Lisānul Arōb
XIV/272)
Pertama,
Rendah
Dunia bermakna
rendah ditunjukkan oleh firman Allah:
﴿غُلِبَتِ الرُّومُ * فِي أَدْنَى الأرْضِ وَهُمْ مِنْ بَعْدِ غَلَبِهِمْ
سَيَغْلِبُونَ﴾
“Telah
dikalahkan bangsa Romawi, di adna bumi (bagian bumi yang paling rendah)
dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang.” (QS. Rūm [30]: 2-3)
Allâh menyebutkan
tempat pertempuran Romawi dengan Persia dengan lafazh adnâ. Dalam bahasa
‘Arab lafazh (أَدْنَى) memiliki arti rendah. Dari
situlah lafazh dunia (دُنْيَا) terbentuk. Para ahli sejarah
menyebutkan bahwa pertempuran tersebut terjadi di Laut Mati yang merupakan
tempat paling rendah dari permukaan laut, menurut penelitian terkini. Laut Mati
memiliki titik terendah di bumi sekitar 400 m di bawah permukaan laut. Disebut
Laut Mati karena tidak ada tanda kehidupan yang dapat bertahan hidup di laut
tersebut yang mengandung garam tertinggi dari seluruh laut di dunia.
Dunia dinamakan rendah
karena ia sangat rendah dan hina di sisi Allah. Jabir bin Abdillah ﭭ bercerita: “Rosulullah ﷺ pernah melewati sebuah pasar
lalu masuk ke sebuah dataran tinggi, sementara para Sahabat beliau berada di
samping kanan-kiri beliau. Lalu beliau melewati seekor bangkai kambing yang
cacat telinganya. Lalu beliau berkata, ‘Siapa di antara kalian yang suka
memiliki ini dengan membayar satu dirham?’ Mereka menjawab, ‘Kami tidak mau
meskipun membayar berapapun. Apa yang bisa kami perbuat dengan bangkai itu?’
Beliau berkata, ‘Apakah kalian suka jika diberi cuma-cuma?’ Mereka
menjawab, ‘Demi Allah, seandainya dia hidup, dia memiliki aib karena telinganya
cacat, lantas bagaimana sementara dia sudah jadi bangkai?’ Lalu beliau
bersabda, ‘Demi Allah, sungguh dunia di sisi Allah lebih hina daripada ini
di sisi kalian.’” (HR. Muslim no. 2957)
«لَوْ
كَانَتِ الدُّنْيَا تَعْدِلُ عِنْدَ اللّٰهِ جَنَاحَ بَعُوضَةٍ مَا سَقَى كَافِرًا
مِنْهَا شَرْبَةَ مَاءٍ»
“Seandainya
dunia menyamai di sisi Allah sayap nyamuk, tentulah orang kafir tidak akan
diberi minum darinya meskipun hanya seteguk air.” (HR. At-Tirmidzi no. 2320, dishohihkan Syaikh
Al-Albani)
Kedua, Sedikit
Dunia disebut
sedikit karena kenikmatannya sangat sedikit dibanding kenikmatan Akhirat. Allah
berfirman:
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا مَا لَكُمْ إِذَا قِيلَ لَكُمُ انْفِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ اثَّاقَلْتُمْ
إِلَى الأَرْضِ أَرَضِيتُمْ بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا مِنَ الآخِرَةِ فَمَا مَتَاعُ
الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فِي الآخِرَةِ إِلا قَلِيلٌ﴾
“Hai
orang-orang yang beriman, apakah sebabnya apabila dikatakan kepada kamu:
‘Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah’ kamu merasa berat dan ingin
tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti
kehidupan di Akhirat? padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan
dengan kehidupan) di Akhirat hanyalah sedikit.” (QS. At-Taubah [9]: 38)
Rosulullah ﷺ bersabda:
«وَاللّٰهِ
مَا الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا مِثْلُ مَا يَجْعَلُ أَحَدُكُمْ إِصْبَعَهُ هَذِهِ
-وَأَشَارَ يَحْيَى بِالسَّبَّابَةِ- فِي الْيَمِّ، فَلْيَنْظُرْ
بِمَ تَرْجِعُ؟»
“Demi Allah,
tidaklah dunia dibanding Akhirat melainkan seperti seorang dari kalian
mencelupkan jarinya —Yahya (rowi) mengisyarakan dengan jari telunjuknya— ke
dalam lautan, lalu hendaklah ia melihat berapa air yang berhasil terangkut.”
(HR. Muslim no. 2858)
Tempat cemeti di Surga
saja lebih utama daripada dunia seisinya. Rosulullah ﷺ bersabda:
«مَوْضِعُ
سَوْطٍ فِي الجَنَّةِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا»
“Tempat cemeti
di Surga lebih baik daripada dunia seisinya.” (HR. Al-Bukhori no. 3250)
Ketiga, Dekat
Dunia bermakna
dekat ditunjukkan dengan firman-Nya:
﴿وَلَقَدْ زَيَّنَّا السَّمَاءَ
الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَجَعَلْنَاهَا رُجُومًا لِلشَّيَاطِينِ وَأَعْتَدْنَا لَهُمْ
عَذَابَ السَّعِيرِ﴾
“Sesungguhnya
Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang dan Kami jadikan
bintang-bintang itu alat-alat pelempar setan, dan Kami sediakan bagi mereka
siksa Neraka yang menyala-nyala.” (QS. Al-Mulk [67]: 5)
Dunia disebut
dekat karena sangat dekat dengan Kiamat. Oleh karena itu, manusia yang tinggal
di dunia juga sangat dekat dengan Kiamat, baik Kiamat Kecil atau Kiamat Besar.
Kiamat kecil adalah kematiannya, dan Kiamat besar adalah hancurnya alam semesta
secara keseluruhan. Rosulullah ﷺ bersabda:
«إِنَّ
طَرْفَ صَاحِبِ الصُّورِ مُذْ وُكِّلَ بِهِ مُسْتَعِدٌّ يَنْظُرُ نَحْوَ الْعَرْشِ
مَخَافَةَ أَنْ يُؤْمَرَ قَبْلَ أَنْ يَرْتَدَّ إِلَيْهِ طَرْفُهُ، كَأَنَّ عَيْنَيْهِ
كَوْكَبَانِ دُرِّيَّانِ»
“Sesungguhnya Malaikat
sangkakala semenjak diserahi tugas tersebut senantiasa bersiap-siap sambil
menatap Arsy karena khawatir diperintah sebelum matanya berkedip. Seolah-olah
kedua matanya adalah dua bintang yang berkilau.” (HR. Al-Hakim no. 8676, dishohihkan
Al-Hakim dan disepakati Adz-Dzahabi)
Ma’āsyirol Muslimin,
Jamaah Sholat Id Rohimakumullah...
﴿إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ
يُصَلُّونَ عَلَىٰ النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا
تَسْلِيمًا﴾
﴿رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا
وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ﴾
اللّٰهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ
مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ
اللّٰهُمَّ
اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ
عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِين وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ
وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتَكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ
اللّٰهُمَّ
ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ
وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً
وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ.
﴿رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا
حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ﴾
﴿رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ
لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ﴾
﴿إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ
بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ
وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ﴾
وَاذْكُرُوااللهَ
اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، ﴿وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ﴾
/
25. Meraih Lima
Keutaman dalam Sholat
Khutbah Pertama
«إنَّ
الـحَمْدَ لِلّٰهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ
مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا
مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلٰهَ إِلاَّ
الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه»
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ﴾
﴿يَا أَيُّهَا النَّاسُ
اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا
وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ
بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا﴾
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ
وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا
عَظِيمًا﴾
أَمَّا
بَعْدُ:
Ma’āsyirol
Muslimin Rohimakumullah...
Sholat adalah
kewajiban yang Allah perintahkan kepada kaum Muslimin sebagai nikmat dari
Allah. Karena siapa yang lima kali dalam sehari diingatkan Allah untuk
senantiasa mengingat-Nya maka ialah orang yang bahagia. Kebahagiaan dan
ketenangan ada pada mengingat Allah. Ketahuilah, dengan mengingat Allah, hati
menjadi tenang.
Di antara
keutamaan besar dari sholat yang mengungguli semua kewajiban-kewajiban dalam
agama adalah:
Pertama, sholat adalah kewajiban yang Allah
perintahkan di Makkah. Bahkan, di awal munculnya Islam, Allah sudah
memerintahkan Nabi Muhammad ﷺ untuk sholat di pagi hari dan sore hari, dua kali sehari. Nabi ﷺ biasa sholat di luar Makkah
bersama Ali ﭬ
di awal Islam, di sebuah lembah agar tidak diketahui oleh orang-orang kafir
Makkah. Allah berfirman:
﴿وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ
الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ﴾
“Dan
bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Rob-nya di pagi
dan senja hari dengan mengharap keridaan-Nya.” (QS. Al-Kahfi [18]: 28)
Lalu sholat lima
waktu disyariatkan sekitar 11 tahun kemudian.
Lalu tiga belas
kemudian ketika di Madinah, baru disyariatkan yang lainnya, seperti puasa Romadhon,
zakat, haji, jihad, dan lainnya.
Kedua, sholat adalah satu-satunya syariat yang
Allah titahkan langsung kepada Nabi ﷺ di langit, yaitu pada saat Nabi ﷺ diperjalankan ke langit ketujuh.
Ketiga, sholat adalah amalan pertama yang akan
dihisab di Akhirat. Sebelum amalan sedekahnya, puasanya, zakatnya dihisab, maka
yang terlebih dahulu dihisab adalah sholatnya. Dengan ketentuan, jika sholatnya
baik maka itu amal lainnya dianggap baik, meski ibadah lainnya penuh dengan
kekurangan. Dari Abu Huroiroh, Nabi ﷺ bersabda:
«إِنَّ
أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ العَبْدُ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلَاتُهُ،
فَإِنْ صَلُحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ، وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ،
فَإِنْ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيضَتِهِ شَيْءٌ، قَالَ الرَّبُّ عَزَّ وَجَلَّ: انْظُرُوا
هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ فَيُكَمَّلَ بِهَا مَا انْتَقَصَ مِنَ الفَرِيضَةِ،
ثُمَّ يَكُونُ سَائِرُ عَمَلِهِ عَلَىٰ ذَلِكَ»
“Sesungguhnya
amal hamba yang pertama kali akan dihisab pada hari Kiamat adalah sholatnya.
Apabila sholatnya baik, dia akan mendapatkan keberuntungan dan keselamatan.
Apabila sholatnya rusak, dia akan menyesal dan merugi. Jika ada yang kurang
dari sholat wajibnya, Allah Tabaroka wa Ta’ala mengatakan, ‘Lihatlah apakah
pada hamba tersebut memiliki amalan sholat sunnah?’ Maka sholat sunnah tersebut
akan menyempurnakan sholat wajibnya yang kurang. Begitu juga amalan lainnya
seperti itu.” (Shohih:
HR. At-Tirmidzi no. 413)
Keempat, sholat adalah satu-satunya ibadah yang
diperselisihkan para ulama bisa membatalkan keislaman sesorang jika
ditinggalkan. Adapun ibadah yang lainnya, mereka sepakat tidak sampai
membatalkan keislaman.
Disebutkan hadits
Buraidah ﭬ
bahwa Nabi ﷺ
bersabda:
«اَلْعَهْدُ
الَّذِيْ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ، فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ»
“Perjanjian
(pembatas) antara kita dengan mereka adalah sholat, maka barangsiapa yang
meninggalkannya berarti ia telah kafir.” (Shohih: HR. At-Tirmidzi no. 2641)
Kelima, sholat adalah penghapus dosa-dosa
harian. Hampir tidak ada manusia yang tiap hari tidak berbuat dosa. Sebagian
orang menumpuk-numpuknya hingga menjadi gunung, dan sebagian lain justru Allah
ampuni karena menunaikan sholat lima waktu berjamaah di Masjid. Dari Abu Huroiroh
ﭬ, ia
berkata bahwa Rosulullah ﷺ bersabda,
«أَرَأَيْتُمْ
لَوْ أَنَّ نَهَرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ فِيهِ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسًا، مَا
تَقُولُ: ذَلِكَ يُبْقِي مِنْ دَرَنِهِ قَالُوا: لاَ يُبْقِي مِنْ دَرَنِهِ شَيْئًا،
قَالَ: فَذَلِكَ مِثْلُ الصَّلَوَاتِ الخَمْسِ، يَمْحُو اللَّهُ بِهِ الخَطَايَا»
“Tahukah
kalian, seandainya ada sebuah sungai di dekat pintu salah seorang di antara
kalian, lalu ia mandi dari air sungai itu setiap hari lima kali, apakah akan
tersisa kotorannya walau sedikit?” Para Sahabat menjawab, “Tidak akan tersisa sedikit pun kotorannya.” Beliau
berkata, “Maka begitulah perumpamaan sholat lima waktu, dengannya Allah
menghapuskan dosa.” (HR. Al-Bukhori no. 528 dan Muslim no. 667)
Para ulama
mengatakan bahwa yang diampuni adalah dosa-dosa kecil, adapun dosa besar
seperti membunuh, mencuri, minum khomr, maka memerlukan taubat.
بَارَكَ
اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ
مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ
أَقُولُ
قَوْلِي هٰذَا وَاسْتَغْفِرُوا اللهَ ليْ وَلَكُمْ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua
﴿الْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِي
هَدَانَا لِهٰذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ لَقَدْ
جَاءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ وَنُودُوا أَنْ تِلْكُمُ الْجَنَّةُ أُورِثْتُمُوهَا
بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ﴾
وَأَشْهَدُ
أَنَّ سَيِّدَنَا وَحَبِيبَنَا وَعَظِيمَنَا وَقَائِدَنَا وَقُرَّةَ أَعْيُنِنَا مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ وَصَفِيُّهُ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَعَلَىٰ
كُلِّ رَسُولٍ أَرْسَلَهُ
أَمَّا
بَعْدُ:
Ma’āsyirol
Muslimin Rohimakumullah...
﴿إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَىٰ
النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا﴾
«اللّٰهُمَّ صَلِّ
عَلَىٰ مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَعَلَىٰ
آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، وَبَارِكْ عَلَىٰ مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِ
مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَعَلَىٰ آلِ إِبْرَاهِيمَ فِي الْعَالَمِينَ
إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ»
اللّٰهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ
الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ.
اللّٰهُمَّ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمينَ فِي كُلِّ مَكَانٍ.
اللّٰهُمَّ اجْعَلْ هٰذَا الْبَلَدَ آمِنًا مُطْمَئِنًّا وَسَائِرَ
بِلاَدِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ.
اللّٰهُمَّ آمِنَّا فِيْ أَوْطَانِنَا، وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا
وَوُلاَةَ أُمُوْرِنَا، وَاجْعَلْ وِلاَيَتَنَا فِيْ مَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ
رِضَاكَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ.
﴿سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ
وَسَلَامٌ عَلَىٰ الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ﴾
/