Terjemah Kitab Puasa - Shohih Al-Bukhori | PUSTAKA SYABAB
Terjemah Kitab Puasa - Shohih Al-Bukhori DOWNLOAD WORD - PDF 50. KITAB PUASA 1. Wajibnya Puasa Romadhōn 1891. Dari Tholha h bin ‘Ubaid...
Terjemah Kitab Puasa - Shohih Al-Bukhori
50. KITAB
PUASA
1. Wajibnya
Puasa Romadhōn
1891. Dari Tholhah
bin ‘Ubaidillah ﭬ,
seorang Baduwi (Arob pedalaman) mendatangi Rosulullah ﷺ dalam keadaan rambutnya
acak-acakan, dan bertanya: “Wahai Rosulullah, kabarkan kepadaku sholat apa yang
diwajibkan Allah atasku?” Beliau menjawab: “Sholat lima waktu, dan jika kamu
menambah Sunnah maka silahkan.” Dia bertanya lagi: “Kabarkan kepadaku puasa apa
yang diwajibkan Allah atasku?” Beliau menjawab: “Bulan Romadhōn, jika kamu
nenambah Sunnah maka silahkan.” Dia bertanya lagi: “Kabarkan kepadaku zakat apa
yang diwajibkan Allah atasku?” Lalu Nabi ﷺ menjelaskan kepadanya beberapa syariat Islam dan lelaki itu
berkata: “Demi Dzat yang memuliakanmu, aku tidak akan menambah Sunnah dan tidak
akan mengurangi apa saja yang Allah wajibkan atasku.” Rosulullah ﷺ bersabda:
«أَفْلَحَ إِنْ صَدَقَ، أَوْ دَخَلَ
الجَنَّةَ إِنْ صَدَقَ»
“Dia beruntung
jika jujur, atau dia masuk Surga jika jujur.”
1892. Dari Ibnu
‘Umar ﭭ,
ia berkata: “Nabi ﷺ
puasa Āsyūrō dan memerintahkan agar berpuasa padanya. Ketika Romadhōn
diwajibkan, Asyuro ditinggalkan.” (Nafi berkata), Abdullah bin Umar tidak puasa
Asyuro kecuali jika memang bertepatan dengan puasa Sunnahnya.[1]
1892. ‘Aisyah ڤ berkata: “Orang Quroisy biasa
berpuasa Asyuro di masa Jahiliyah[2].
Lalu Rosulullah ﷺ
memerintahkan untuk berpuasa padanya hingga Romadhōn diwajibkan. Rosulullah
bersabda:
«مَنْ شَاءَ فَلْيَصُمْهُ، وَمَنْ شَاءَ
أَفْطَرَ»
“Siapa yang ingin
berpuasa Asyuro, silahkan. Siapa yang tidak ingin juga silahkan.”[3]
2. Keutamaan
Puasa
1894. Dari Abu
Huroiroh ﭬ,
bahwa Rosulullah ﷺ
bersabda:
«الصِّيَامُ جُنَّةٌ فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَجْهَلْ،
وَإِنِ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ: إِنِّي صَائِمٌ مَرَّتَيْنِ،
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ تَعَالَى
مِنْ رِيحِ المِسْكِ. يَتْرُكُ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِي الصِّيَامُ
لِي، وَأَنَا أَجْزِي بِهِ، وَالحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا»
“Puasa adalah
tameng[4].
Seseorang jangan melakukan fahīsyah[5]
dan bertindak bodoh[6]. Jika ada orang yang
mengajaknya berkelahi atau memakinya maka balasnya: ‘Aku sedang berpuasa,’
sebanyak dua kali. Demi Dzat yang jiwaku di Tangan-Nya, sungguh bau mulut orang
berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada parfum misik. Allah berfirman: ‘Dia
meninggalkan makanannya, minumannya, dan syahwatnya demi Aku. Puasa itu
untuk-Ku dan Aku sendiri yang membalasnya[7],
dan satu kebaikan dilipatkan 10 yang semisalnya.’”
3. Puasa
Menghapus Dosa
1895. Dari Abu
Wā`il, dari Hudzaifah ﭬ,
ia berkata: ‘Umar ﭬ
berkata: “Siapa yang hafal sebuah hadits Rosulullah ﷺ tentang fitnah (ujian berat)?”
Hudzaifah menjawab: “Aku mendengar Rosulullah ﷺ bersabda:
«فِتْنَةُ الرَّجُلِ فِي أَهْلِهِ،
وَمَالِهِ، وَجَارِهِ؛ تُكَفِّرُهَا الصَّلاَةُ، وَالصِّيَامُ، وَالصَّدَقَةُ»
‘Fitnah seseorang
pada keluarganya, hartanya, tetangganya dihapus oleh sholatnya, puasanya, dan
sedekahnya.’” Umar berkata: “Bukan ini yang kutanya. Aku bertanya tentang
fitnah yang bergejolak hebat seperti gelombang laut.” Hudzaifah berkata:
“Sebelum itu terjadi, ada sebuah pintu yang tertutup.” Umar bertanya: “Pintu
itu nanti dibuka atau dirusak?” Hudzaifah menjawab: “Bahkan dirusak.” Umar
berkata: “Kalau begitu, pintu itu tidak akan tertutup lagi sampai hari Kiamat.”
Kami (Abu Wa’il) berkata kepada Masrūq (Tabi’in senior): “Tanyakan kepada
Hudzaifah apakah Umar tahu siapa pintu tersebut?” Masruq bertanya dan dijawab:
“Ya, sebagaimana ia tahu bahwa sebelum datang esok, diawali malam.”
4. Pintu Royyān
Bagi yang Rajin Puasa
1896. Dari Sahl ﭬ, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda:
«إِنَّ فِي الجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ الرَّيَّانُ،
يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُونَ يَوْمَ القِيَامَةِ، لاَ يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ،
يُقَالُ: أَيْنَ الصَّائِمُونَ؟ فَيَقُومُونَ لاَ يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ،
فَإِذَا دَخَلُوا أُغْلِقَ فَلَمْ يَدْخُلْ مِنْهُ أَحَدٌ»
“Di Surga
terdapat sebuah pintu bernama Ar-Royyān[8]
yang akan dimasuki oleh orang-orang yang rajin berpuasa pada hari Kiamat. Tidak
ada seorang pun yang memasukinya selain mereka. Dikatakan nanti: ‘Di mana
orang-orang yang rajin berpuasa?’ Maka mereka semua berdiri dan pintu tersebut
tidak dimasuki oleh selain mereka. Jika mereka sudah masuk, pintu ditutup,
sehingga tidak ada seorang pun memasukinya lagi.”
1897. Dari Abu
Huroiroh ﭬ,
bahwa Rosulullah ﷺ
bersabda:
«مَنْ أَنْفَقَ زَوْجَيْنِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ،
نُودِيَ مِنْ أَبْوَابِ الجَنَّةِ: يَا عَبْدَ اللَّهِ هَذَا خَيْرٌ، فَمَنْ كَانَ
مِنْ أَهْلِ الصَّلاَةِ دُعِيَ مِنْ بَابِ الصَّلاَةِ، وَمَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الجِهَادِ
دُعِيَ مِنْ بَابِ الجِهَادِ، وَمَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الصِّيَامِ دُعِيَ مِنْ بَابِ
الرَّيَّانِ، وَمَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الصَّدَقَةِ دُعِيَ مِنْ بَابِ الصَّدَقَةِ»، فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ ﭬ: بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا عَلَى مَنْ
دُعِيَ مِنْ تِلْكَ الأَبْوَابِ مِنْ ضَرُورَةٍ، فَهَلْ يُدْعَى أَحَدٌ مِنْ تِلْكَ
الأَبْوَابِ كُلِّهَا، قَالَ: «نَعَمْ وَأَرْجُو أَنْ تَكُونَ مِنْهُمْ»
“Siapa yang
menyedekahkan dua pasang[9]
miliknya di jalan Allah, maka ia akan dipanggil dari pintu-pintu Surga: ‘Hai
Abdullah, ini balasan kebaikanmu.’ Siapa yang rajin sholat, ia dipanggil dari
pintu sholat. Siapa yang jihad, ia dipanggil dari pintu jihad. Siapa yang rajin
puasa, ia dipanggil dari pintu Royyān. Siapa yang rajin sedekah, ia dipanggil
dari pintu sedekah.” Abu Bakr ﭬ
berkata: “Ayah ibuku menjadi tebusan untukmu[10]
wahai Rosulullah, alangkah bahagianya orang yang dipanggil dari semua pintu
tersebut, apakah ada orang yang dipanggil dari semua pintu tersebut?” Beliau
menjawab: “Ada, dan aku berharap kamu salah satunya.”[11]
5. Bolehkah
Mengucapkan Romadhōn atau Bulan Romadhōn? Pendapat Ketiga Membolehkan Keduanya[12]
1898. Dari Abu
Huroiroh ﭬ,
bahwa Rosulullah ﷺ
bersabda:
«إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ؛ فُتِحَتْ أَبْوَابُ
الجَنَّةِ»
“Apabila Romadhōn
telah datang, pintu-pintu langit dibuka.”
1899. Dari Abu
Huroiroh ﭬ,
Rosulullah ﷺ
bersabda:
«إِذَا دَخَلَ شَهْرُ رَمَضَانَ؛ فُتِّحَتْ
أَبْوَابُ السَّمَاءِ، وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ جَهَنَّمَ، وَسُلْسِلَتِ الشَّيَاطِينُ»
“Jika bulan Romadhōn
telah datang, pintu-pintu langit[13]
dibuka, pintu-pintu Jahannam ditutup, dan setan-setan dibelenggu.”[14]
1900. Dari Ibnu
Umar ﭭ,
ia berkata: aku mendengar Rosulullah ﷺ bersabda —tentang hilal Romadhōn:
«إِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَصُومُوا، وَإِذَا
رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ»
“Jika kalian
melihatnya[15] maka berpuasalah. Jika
kalian melihatnya maka berhari rayalah. Jika tertutup atas kalian maka
perkirakan[16].”
6. Berpuasa Romadhōn
Karena Iman, Mengharap Pahala, dan Ikhlas
1901. Dari Abu
Huroiroh ﭬ,
dari Nabi ﷺ,
beliau bersabda:
«مَنْ قَامَ لَيْلَةَ القَدْرِ إِيمَانًا
وَاحْتِسَابًا؛ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ، وَمَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا
وَاحْتِسَابًا؛ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ»
“Siapa yang
menghidupkan[17] Lailatul Qodr karena iman[18]
dan mengharap pahala[19],
maka dosa-dosa[20] yang lalu diampuni. Siapa
yang berpuasa Romadhōn karena iman dan mengharap pahala, maka dosa-dosanya yang
lalu diampuni.”
7. Keadaan Nabi ﷺ Paling Dermawan Saat Romadhōn
1902. Dari Ibnu
Abbas ﭭ,
ia berkata: “Nabi ﷺ
adalah manusia paling dermawan dalam kebaikan[21].
Keadaan beliau paling dermawan adalah di Romadhōn ketika ditemui Jibril. Jibril
menemui beliau setiap malam Romadhōn hingga akhir bulan. Nabi ﷺ memaparkan[22]
Qur’an kepadanya. Jika ditemui Jibril, beliau sangat dermawan melebihi angin
berhembus.”
8. Akibat tidak
Meninggalkan Ucapan dan Perbuatan Dosa Saat Berpuasa
1903. Dari Abu
Huroiroh ﭬ,
ia berkata: Rosulullah ﷺ
bersabda:
«مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ
وَالعَمَلَ بِهِ؛ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ»
“Siapa yang tidak
meninggalkan ucapan dosa[23] maupun
perbuatan dosa, Allah tidak peduli[24]
ia meninggalkan makan dan minum.”
9. Apakah
Mengucapkan: “Aku berpuasa” Jika Diajak Bertengkar[25]
1904. Dari Abu
Huroiroh ﭬ,
ia berkata: Nabi ﷺ
bersabda:
«قَالَ اللَّهُ: كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ،
إِلَّا الصِّيَامَ، فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ، وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ، وَإِذَا
كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَصْخَبْ، فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ
أَوْ قَاتَلَهُ، فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ، وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ،
لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ المِسْكِ»
“Allah berfirman:
‘Semua amal keturunan Adam adalah untuknya[26]
kecuali puasa. Puasa untuk-Ku dan Aku sendiri yang membalasnya. Puasa adalah
tameng[27]. Pada
hari puasa, janganlah seorang dari kalian berkata keji (kotor) maupun
bertengkar. Jika ada yang mengajaknya bertengkar dan memaki maka ucapkan: ‘Aku
sedang berpuasa.’ Demi Dzat yang jiwa Muhammad yang di Tangan-Nya, sungguh bau
mulut orang berpuasa lebih harum di sisi Allah dari parfum misik. Orang yang
berpuasa memiliki dua kebahagiaan, yaitu ia bahagia saat berbuka dan bahagia
saat bertemu Rob-nya dengan puasanya.”[28]
10. Berpuasa
Bagi yang Takut Berzina
1905. Dari
‘Alqomah, ia berkata: ketika aku berjalan bersama ‘Abdullah bin Mas’ud ﭬ, ia berkata: ketika kami bersama
Nabi ﷺ,
beliau bersabda:
«مَنِ اسْتَطَاعَ البَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ؛
فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ، وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ
بِالصَّوْمِ؛ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ»
“Siapa yang mampu[29]
menikah, menikahlah, karena menikah bisa menundukkan pandangan dan menjaga
kemaluan. Siapa yang belum mampu menikah, hendaknya berpuasa karena puasa akan
memutus syahwatnya.”
11. Sabda Nabi ﷺ: “Jika melihat hilal berpuasalah, jika melihat hilal berhari
rayalah”
1906. Dari Ibnu
Umar ﭭ,
Rosulullah ﷺ
menyinggung Romadhōn dan bersabda:
«لاَ تَصُومُوا حَتَّى تَرَوُا الْهِلَالَ،
وَلاَ تُفْطِرُوا حَتَّى تَرَوْهُ، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ»
“Jangan berpuasa Romadhōn
sampai melihat hilal, dan jangan pula berhari raya kecuali melihatnya juga.
Jika tertutup awan atas kalian, maka perkirakan[30].”[31]
1907. Dari Ibnu
Umar ﭭ,
Rosulullah ﷺ
bersabda:
«الشَّهْرُ تِسْعٌ وَعِشْرُونَ لَيْلَةً،
فَلاَ تَصُومُوا حَتَّى تَرَوْهُ، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا العِدَّةَ
ثَلاَثِينَ»
“Terkadang satu
bulan berisi 29 hari, maka jangan berpuasa Romadhōn kecuali sudah melihat
hilal. Jika hilal tertutup atas kalian, maka sempurnakan bilangan Sya’ban
menjadi 30 hari.”
1908. Dari Ibnu
Umar ﭬ,
ia berkata: Nabi ﷺ bersabda:
«الشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا»
“Satu bulan
terkadang sekian hari.” Beliau menggenggam jempolnya pada kali ketiga.[32]
1909. Dari Abu
Huroiroh ﭬ,
ia berkata: Rosulullah ﷺ
atau Abul Qosim ﷺ bersabda:
«صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا
لِرُؤْيَتِهِ، فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلاَثِينَ»
“Berpuasalah
karena melihat hilal dan berhari rayalah karena melihatnya juga. Jika hilal
tersamar atas kalian, sempurnakan Sya’ban menjadi 30 hari.”[33]
1910. Dari Ummu
Salamah ڤ,
bahwa Nabi ﷺ
bersumpah tidak akan menemui istri-istrinya selama sebulan[34].
Ketika berlalu 29 hari, beliau menemui istrinya di pagi atau sore hari. Ada
yang bertanya: “Bukankah Anda bersumpah tidak akan menemui selama sebulan?”
Beliau menjawab:
«إِنَّ الشَّهْرَ يَكُونُ تِسْعَةً
وَعِشْرِينَ يَوْمًا»
“Sebulan kadang
berjumlah 29 hari.”
1910. Dari Anas
bin Malik ﭬ,
ia berkata: Rosulullah ﷺ
pernah bersumpah tidak akan menemui istri-istrinya, sementara kaki beliau memar[35].
Beliau tinggal di sebuah masyrubah[36]
selama 29 hari. Lalu beliau keluar dan orang-orang bertanya: “Wahai Rosulullah,
bukankah Anda bersumpah tidak menjumpai (keluargamu) selama sebulan?” Beliau
bersabda:
«إِنَّ الشَّهْرَ يَكُونُ تِسْعًا وَعِشْرِينَ»
“Satu bulan
terkadang 29 hari.”
12. Dua Hari
Raya yang Pahalanya tidak Berkurang
1912. Dari Abu
Bakroh ﭬ,
dari Nabi ﷺ,
beliau bersabda:
«شَهْرَانِ لاَ يَنْقُصَانِ، شَهْرَا عِيدٍ: رَمَضَانُ،
وَذُو الحَجَّةِ»
“Dua bulan yang
tidak berkurang[37], yaitu dua bulan hari
raya: Romadhōn dan Dzulhijjah.”[38]
13. Sabda Nabi ﷺ: “Kami tidak bisa menulis dan berhitung”
1913. Dari Ibnu
Umar ﭭ,
dari Nabi ﷺ
bersabda:
«إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ، لاَ نَكْتُبُ
وَلاَ نَحْسُبُ، الشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا» يَعْنِي مَرَّةً تِسْعَةً وَعِشْرِينَ، وَمَرَّةً
ثَلاَثِينَ
“Kami adalah umat
ummi[39], yang tidak bisa menulis
dan berhitung[40]. Sebulan jumlahnya sekian
hari.” Yakni kadang 29 hari dan kadang 30 hari.[41]
14. Tidak Boleh
Mendahului Romadhōn dengan Puasa Sehari atau Dua Hari
1914. Dari Abu
Huroiroh ﭬ,
dari Nabi ﷺ,
beliau bersabda:
«لاَ يَتَقَدَّمَنَّ أَحَدُكُمْ رَمَضَانَ
بِصَوْمِ يَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ، إِلَّا أَنْ يَكُونَ رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمَهُ،
فَلْيَصُمْ ذَلِكَ اليَوْمَ»
“Janganlah
seorang dari kalian mendahului Romadhōn dengan puasa sehari atau dua hari
sebelumnya, kecuali bagi orang yang memang berpuasa pada hari itu[42],
maka silahkan ia puasa pada hari itu.”[43]
15. Firman
Allah: “Diperbolehkan berjimak dengan istrimu di malam Romadhōn...”
1915. Dari
Al-Barō ﭬ,
ia berkata: dahulu apabila seorang dari Shohabat Muhammad ﷺ bepuasa (Romadhōn) lalu ketika
waktu berbuka ia justru tidur sebelum berbuka maka ia tidak boleh makan di
malam tersebut berserta siangnya sampai datang Maghrib. Pernah Qois bin Shirmah
Al-Anshori ﭬ
berpuasa, ketika waktu berbuka ia mendatangi istrinya bertanya: “Apakah ada
makanan?” Jawabnya: “Tidak ada, tetapi aku akan pergi mencarikannya untukmu.”
Karena dia sangat lelah usai bekerja berat, ia tertidur pulas. Ketika istrinya
datang dan melihatnya, ia berkata: “Rugi kamu!” Ketika sampai pertengahan
siang, Qois pingsan. Hal itu dilaporkan kepada Nabi ﷺ lalu turunlah ayat:
﴿أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ
إِلَى نِسَائِكُمْ﴾
“Dihalalkan
bagimu menjimak istrimu di malam puasa...” (QS. Al-Baqoroh: 187) Maka
orang-orang sangat gembira dan turun potongan ayat berikutnya:
﴿وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ
الخَيْطُ الأَبْيَضُ مِنَ الخَيْطِ الأَسْوَدِ﴾
“Silahkan makan dan
minum (di malam puasa) hingga menjadi jelas bagimu benang putih (cahaya fajar
shodiq) dari benang hitam (kegelapan malam).” (QS. Al-Baqoroh: 187)
16. Firman
Allah: “Silahkan makan dan minum sampai terlihat cahaya fajar dari kegelapan
malam...”
1916. Dari Adī
bin Hātim ﭬ,
ia berkata: ketika turun ayat:
﴿حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الخَيْطُ الأَبْيَضُ
مِنَ الخَيْطِ الأَسْوَدِ﴾
“Silahkan makan
dan minum (di malam puasa) hingga menjadi jelas bagimu benang putih (cahaya
fajar shodiq) dari benang hitam (kegelapan malam) lalu sempurnakan puasa sampai
malam (Maghrib).” (QS. Al-Baqoroh: 187) Maka aku memasang tali berwarna putih
dan tali berwarna hitam dan kuletakkan di bawah bantalku. Aku mulai
memperhatikannya di malam hari dan warna putih tidak bisa jelas bagiku. Di pagi
harinya, aku menemui Nabi ﷺ
dan kuceritakan hal itu lalu beliau bersabda:
«إِنَّمَا ذَلِكَ سَوَادُ اللَّيْلِ
وَبَيَاضُ النَّهَارِ»
“Tafsirnya adalah
gelapnya malam (benang hitam) dan putihnya siang (benang putih).”[44]
1917. Dari Sahl
bin Sa’ad ﭬ,
ia berkata: turun ayat:
﴿وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ
الخَيْطُ الأَبْيَضُ، مِنَ الخَيْطِ الأَسْوَدِ﴾
“Silahkan makan
dan minum (di malam puasa) hingga menjadi jelas bagimu benang putih dari benang
hitam,” dan belum turun {مِنَ الفَجْرِ}. Maka orang-orang jika ingin berpuasa, mereka mengikatkan
benang putih dan benang hitam di kakinya. Mereka senantiasa makan hingga jelas
bagi mereka melihat keduanya. Lalu Allah menurunkan potongan ayat berikutnya: {مِنَ الفَجْرِ}, sehingga mereka mengerti bahwa
maksud benang tersebut adalah malam dan siang.[45]
17. Sabda Nabi ﷺ: “Adzan Bilal jangan menghalangi kalian dari sahur”
1918. Dari
Al-Qōsim bin Muhammad bin Abu Bakar, dari Aisyah binti Abu Bakar ڤ, bahwa Bilal adzan di malam hari
(waktu sahur) dan Rosulullah ﷺ
bersabda:
«كُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُؤَذِّنَ
ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ، فَإِنَّهُ لاَ يُؤَذِّنُ حَتَّى يَطْلُعَ الفَجْرُ»
“Silahkan makan
dan minum hingga Ibnu Ummi Maktūm adzan (Shubuh), karena ia tidak adzan kecuali
sudah terbit fajar (shodiq).” Al-Qosim berkata: jarak antara dua adzan tersebut
seukuran satu muadzin naik dan muadzin lainnya turun.[46]
18. Mengakhirkan
Sahur
1920. Dari Sahl
bin Sa’ad ﭬ,
ia berkata: “Aku sahur bersama keluargaku, lalu aku bergegas dan mendapati
sujud[47]
bersama Rosulullah ﷺ.”
19. Durasi
Antara Usai Sahur Sampai Sholat Shubuh
1921. Dari Anas
bin Malik ﭬ,
dari Zaid bin Tsabit ﭬ,
ia berkata: “Kami pernah sahur bersama Rosulullah ﷺ lalu berdiri mengerjakan sholat
Shubuh.” Aku (Anas) bertanya: “Berapa jarak antara adzan dengan (selesai) sahur?”
Jawabnya: “Sekitar durasi membaca 50 ayat.”[48]
20. Berkah Makan
Sahur Tetapi Sahur Tidak Wajib
1922. Dari
Abdullah bin Umar ﭭ,
bahwa Nabi ﷺ
melakukan wishōl[49]
lalu manusia ikut melakukan wishōl. Hal itu membuat Nabi ﷺ keberatan sehingga melarang
mereka. Mereka berkata: “Anda sendiri melakukan wishol.” Beliau menjawab:
«لَسْتُ كَهَيْئَتِكُمْ إِنِّي أَظَلُّ
أُطْعَمُ وَأُسْقَى»
“Aku tidak
seperti kalian, di malam hari aku diberi makan dan minum[50]
(oleh Allah).”[51]
1923. Dari Anas
bin Malik ﭬ,
ia berkata: Nabi ﷺ
bersabda:
«تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِي السَّحُورِ
بَرَكَةً»
“Hendaknya kalian
makan sahur, karena makan sahur ada barokahnya[52].”[53]
21. Niat Puasa (Sunnah)
di Siang Hari
1924. Dari
Salamah bin Al-Akwa’ ﭬ,
bahwa Nabi ﷺ
mengutus seseorang untuk menyeru di tengah manusia pada hari Asyuro (10
Muharrom):
«إِنَّ مَنْ أَكَلَ فَلْيُتِمَّ أَوْ
فَلْيَصُمْ، وَمَنْ لَمْ يَأْكُلْ فَلاَ يَأْكُلْ»
“Siapa yang sudah
makan, sempurnakan atau berpuasalah. Siapa yang belum makan maka jangan makan.”[54]
22. Orang
Berpuasa Memasuki Pagi dalam Keadaan Junub
1925. Abu Bakar
bin Abdurrohmān bin Al-Hārits bin Al-Mughiroh berkata: aku dan ayahku
(Abdurrohman) ketika bertemu Aisyah dan Ummu Salamah ﭭ...”
1926. Dari Abu
Bakar bin Abdurrohmān bin Al-Hārits bin Al-Mughiroh, bahwa ayahnya yakni
Abdurrohman mengabarkan Marwan bahwa Aisyah dan Ummu Salamah mengabarkan
kepadanya (Abdurrohman) bahwa Rosulullah ﷺ pernah memasuki Shubuh dalam keadaan junub lalu mandi dan
berpuasa. Marwan berkata kepada Abdurrohman bin Al-Harits: “Aku bersumpah atas
Allah, kamu harus menyampaikan terang-terangan kepada Abu Huroiroh.” Pada saat
itu Marwan menjabat sebagai amir Madinah. Abu Bakar berkata: Abdurrohman tidak
suka hal itu. Lalu kami ditakdirkan bertemu Abu Huroiroh di Dzil Hulaifah. Di
sana Abu Huroiroh memiliki sebidang tanah. Abdurrohman berkata kepada Abu
Huroiroh: “Aku akan menyampaikan kepadamu sebuah hal, seandainya bukan karena
Marwan bersumpah kepadaku, tentu tidak akan kusampaikan kepadamu.” Lalu
Abdurrohman menyampaikan ucapan Aisyah dan Ummu Salamah. Abu Huroiroh berkata:
“Demikianlah hadits yang disampaikan Al-Fadhl bin Abbas kepadaku, dan mereka
berdua (Aisyah dan Ummu Salamah) tentu lebih tahu dari Al-Fadhl.” Abu Huroiroh ﭬ pernah meriwayatkan dari
Al-Fadhl bahwa Nabi ﷺ
menyuruh orang junub untuk membatalkan puasanya.[55]
23. Orang
Berpuasa Bercumbu
1927. Dari Aisyah
ڤ, ia
berkata: “Nabi ﷺ
biasa mencium dan menyentuh (istrinya) saat sedang berpuasa. Beliau orang yang
paling bisa mengontrol syahwatnya di antara kalian.”[56]
24. Orang
Berpuasa Mencium
1928. Dari Aisyah
ڤ, ia
berkata: “Rosulullah ﷺ
mencium istrinya saat beliau berpuasa.” Lalu Aisyah tertawa.
1929. Dari Ummu
Salamah ڤ,
ia berkata: “Ketika aku bersama Rosulullah ﷺ dalam satu selimut, tiba-tiba aku haid sehingga aku menyingkir
mengambil pakaian haidku. Beliau bertanya: ‘Ada apa dengamu? Apakah kamu haid?’
Jawabku: ‘Benar.’ Lalu aku masuk kembali satu selimut bersama beliau.” Dia
bersama Rosulullah ﷺ
pernah mandi bersama dari satu wadah air. Beliau juga menciumnya padahal sedang
berpuasa.
25. Orang
Berpuasa Mandi
1930. Dari
‘Aisyah ڤ,
ia berkata: “Nabi ﷺ
memasuki pagi Romadhon dalam keadaan junub, bukan karena mimpi basah (tetapi
jimak), lalu mandi dan berpuasa.”
1931. Dari Abu
Bakar bin Abdurrohman bin Al-Harits bin Al-Mughiroh, ia berkata: aku dan ayahku
(Abdurrohman) pergi bersama menemui Aisyah ڤ dan ia berkata: “Aku bersumpah atas Rosulullah ﷺ bahwa beliau benar-benar pernah
memasuki fajar (subuh) dalam keadaan junub karena jimak bukan mimpi basah lalu
berpuasa.”
1932. Lalu kami
menemui Ummu Salamah ڤ
dan beliau mengatakan seperti itu juga.
26. Orang
Berpuasa Makan dan Minum Karena Lupa
1933. Dari Abu
Huroiroh ﭬ,
dari Nabi ﷺ,
beliau bersabda:
«إِذَا نَسِيَ فَأَكَلَ وَشَرِبَ، فَلْيُتِمَّ
صَوْمَهُ، فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللَّهُ وَسَقَاهُ»
“Jika salah
seorang dari kalian (berpuasa) lalu makan atau minum karena lupa, maka
sempurnakanlah puasanya, karena ia sebenarnya diberi Allah makan dan minum.”[57]
27. Orang
Berpuasa Bersiwak dengan Siwak Kering Maupun Basah
1934. Dari Humrōn,
ia berkata: aku melihat ‘Utsman ﭬ berwudhu dengan menuangkan air kepada dua tangannya lalu
memasukkannya ke mulut (berkumur) dan ke hidung, lalu membasuh mukanya tiga
kali, lalu membasuh tangan kanannya sampai siku tiga kali, lalu membasuh tangan
kirinya sampai suku tiga kali, lalu mengusap rambutnya, lalu mencuci kaki
kanannya tiga kali, lalu kaki kirinya tiga kali, lalu berkata: aku melihat
Rosulullah ﷺ
berwudhu seperti wudhuku ini lalu beliau bersabda:
«مَنْ تَوَضَّأَ وُضُوئِي هَذَا، ثُمَّ
يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ لاَ يُحَدِّثُ نَفْسَهُ فِيهِمَا بِشَيْءٍ، إِلَّا غُفِرَ لَهُ
مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ»
“Siapa yang
berwudhu seperti wudhuku ini, lalu ia sholat dua rokaat dengan khusyu’, pasti
dosa-dosanya yang lalu diampuni.”[58]
28. Sabda Nabi ﷺ: “Apabila berwudhu, hendaknya memasukkan air ke hidungnya”
[Tanpa menyebutkan
hadits]
29. Berjimak di Romadhōn
1935. Dari Aisyah
ڤ, ia
berkata: ada lelaki[59]
mendatangi Nabi ﷺ
dan berkata: “Aku akan dibakar[60].”
Beliau bertanya: “Ada apa denganmu?” Jawabnya: “Aku telah menjimak istriku di Romadhōn.”
Lalu Nabi ﷺ
diberi kiriman sekeranjang kurma lalu beliau bersabda: “Di mana tadi orang yang
terbakar?” Dia menjawab: “Aku.” Beliau bersabda: “Bersedekahlah dengan ini.”[61]
30. Berjimak di Romadhōn
Tetapi tidak Memiliki Apapun Untuk Menebusnya
1936. Dari Abu
Huroiroh ﭬ,
ia berkata: ketika kami duduk bersama Nabi ﷺ, tiba-tiba ada orang datang dan berkata: “Wahai Rosulullah,
binasa aku.” Beliau bertanya: “Ada apa denganmu?” Jawabnya: “Aku menjimak istriku
saat berpuasa.” Rosulullah ﷺ
bertanya: “Apakah kamu punya budak untuk dibebaskan?” Jawabnya: “Tidak.” Beliau
bertanya: “Apakah kamu mampu puasa dua bulan berturut-turut?” Jawabnya:
“Tidak.” Beliau bertanya: “Apakah kamu mampu memberi makan 60 orang miskin?”
Jawabnya: “Tidak.” Nabi ﷺ
diam beberapa saat. Tiba-tiba
dalam keadaan tersebut, Nabi ﷺ
dikirimi sekeranjang kurma lalu beliau bertanya: “Di manakah orang yang
bertanya tadi?” Dia menjawab: “Aku.” Beliau bersabda: “Ambil ini dan
sedekahkan.” Dia berkata: “Apakah disedekahkan kepada orang yang lebih faqir
dariku, ya Rosulullah? Demi Allah, tidak ada di antara dua harroh[62]
keluarga yang lebih faqir dari kami.” Nabi ﷺ tertawa hingga nampak taringnya lalu beliau bersabda: “Beri
keluargamu makan dengan ini.”[63]
31. Apakah Orang
yang Berjimak di Romadhōn Kaffarotnya Diberikan Kepada Keluarganya Sendiri Jika
Memang Sangat Membutuhkannya?
1937. Dari Abu
Huroiroh ﭬ,
ia berkata: ada orang mendatangi Nabi ﷺ dan berkata: “Ada orang yang menjimak istrinya di Romadhōn.”
Beliau bersabda: “Apakah kamu memiliki biaya untuk membebaskan budak?”
Jawabnya: “Tidak.” Beliau bertanya: “Apakah kamu mampu puasa dua bulan
berturut-turut?” Jawabnya: “Tidak.” Beliau bertanya: “Apakah kamu punya biaya
untuk memberi makan 60 orang miskin?” Jawabnya: “Tidak.” Lalu Nabi ﷺ dikirimi sekeranjang kurma dan
bersabda: “Gunakan ini untuk sedekahmu.” Dia bertanya: “Apakah disedekahkan
kepada orang yang lebih butuh dari kami? Tidak ada di antara dua tanah bebatuan
hitam (batas kota Madinah) keluarga yang lebih butuh dari kami.” Beliau
bersabda: “Kalau begitu, gunakan ini untuk memberi makan keluargamu.”
32. Orang
Berpuasa Berbekam dan Muntah
1938. Dari Ibnu
Abbas ﭭ,
bahwa Nabi ﷺ
berbekam ketika ihrōm dan berbekam ketika berpuasa.
1939. Dari Ibnu
Abbas ﭭ,
ia berkata: “Nabi ﷺ
berbekam ketika sedang berpuasa.”
1940. Dari Tsābit
Al-Bunānī, ia berkata: Anas bin Malik ﭬ ditanya: “Apakah Anda tidak suka orang berpuasa berbekam?”
Jawabnya: “Tidak mengapa, kecuali jika menyebabkannya lemah (lemas).” Dalam
riwayat Syu’bah ada tambahan: “... di zaman Nabi ﷺ.”
33. Berpuasa
Ataukah tidak Saat Safar
1941. Ibnu Abi
Aufa ﭭ,
ia berkata: kami bersama Nabi ﷺ
dalam sebuah safar lalu beliau bersabda kepada seseorang[64]:
“Turunlah dan siapkan menu berbuka.”[65] Ia
berkata: “Wahai Rosulullah, matahari[66].”
Beliau bersabda lagi: “Turunlah dan siapkan menu berbuka.” Ia berkata: “Wahai
Rosulullah, matahari.” Beliau bersabda lagi: “Turunlah dan siapkan menu
berbuka.” Maka ia turun (dari ontanya) menyiapkan menu berbuka lalu beliau
minum. Lalu beliau menunjuk dengan tangannya ke arah timur (tempat tenggelamnya
matahari), lalu bersabda:
«إِذَا رَأَيْتُمُ اللَّيْلَ أَقْبَلَ
مِنْ هَا هُنَا، فَقَدْ أَفْطَرَ الصَّائِمُ»
“Apabila kamu sudah melihat malam datang dari
arah sini[67], maka orang berpuasa
berbuka.”[68]
1942. Dari Aisyah
ڤ, bahwa
Hamzah bin Amr Al-Aslamī berkata: “Wahai Rosulullah, aku biasa berpuasa
sunnah.”[69]
1943. Dari Aisyah
ڤ, istri
Nabi ﷺ,
bahwa Hamzah bin Amr Al-Aslami berkata kepada Nabi ﷺ: “Apakah aku boleh berpuasa saat
safar?” Dia termasuk orang yang banyak berpuasa. Beliau bersabda:
«إِنْ شِئْتَ فَصُمْ، وَإِنْ شِئْتَ
فَأَفْطِرْ»
“Jika kamu ingin berpuasa, maka silahkan; dan
jika kamu tidak ingin berpuasa, juga silahkan.”
34. Berpuasa Romadhōn
Beberapa Hari Lalu Safar
1944. Dari Ibnu
Abbas ﭭ,
bahwa Rosulullah ﷺ
safar menuju Makkah di bulan Romadhōn, dalam keadaan berpuasa. Ketika sampai di
Kadīd[70]
beliau berbuka (membatalkan puasanya). Maka manusia ikut membatalkannya.[71]
35. Fasal
1945. Dari Abu Ad-Dardā`
ﭬ, ia
berkata: “Kami pernah safar bersama Rosulullah ﷺ pada hari yang sangat panas hingga seseorang meletakkan
tangannya di atas kepalanya karena saking panasnya. Tidak ada yang berpuasa di
antara kami kecuali Nabi ﷺ
dan ‘Abdullah bin Rowāhah.”[72]
36. Sabda Nabi ﷺ Kepada Orang Pingsan Karena Sangat Panas: “Bukanlah kebaikan
berpuasa saat safar”
1946. Dari Jabir
bin Abdillah ﭭ,
ia berkata: Rosulullah ﷺ
pernah safar dan melihat orang-orang berkerumunan menaungi seseorang[73].
Beliau bertanya: “Ada apa dengannya?” Orang-orang menjawab: “Dia berpuasa.”
Beliau bersabda:
«لَيْسَ مِنَ البِرِّ الصَّوْمُ فِي
السَّفَرِ»
“Bukan termasuk kebaikan, berpuasa saat
safar.”[74]
37. Shohabat
Nabi ﷺ Tidak Saling Mempermasalahkan
Orang yang Berpuasa Maupun Tidak Saat Safar
1947. Dari Anas
bin Malik ﭬ,
ia berkata: “Kami dahulu safar bersama Nabi ﷺ. Orang yang berpuasa dari kami tidak mempermasalahkan orang
yang tidak berpuasa, dan sebaliknya.”[75]
38. Tidak
Berpuasa Saat Safar Agar Ditiru Manusia
1948. Dari Ibnu
Abbas ﭭ,
ia berkata: “Rosulullah ﷺ
keluar dari Madinah menuju Makkah dengan berpuasa. Ketika sampai di ‘Ushfān,
beliau meminta air lalu mengangkat tangannya agar dilihat manusia dan beliau
membatalkan puasanya hingga tiba di Makkah. Peristiwa itu di Romadhōn.” Ibnu
Abbas ﭭ
juga berkata: “Rosulullah ﷺ
berpuasa dan kadang juga tidak berpuasa (dalam safar). Siapa yang ingin
berpuasa maka silahkan, dan siapa yang tidak ingin berpuasa juga silahkan.”
39. “Orang yang
mampu berpuasa tetapi tidak berpuasa, maka bayarlah firdyah...”
1949. Dari Ibnu
Umar ﭭ,
bahwa ia membaca ayat:
﴿وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ﴾
“Orang yang
mampu berpuasa tetapi tidak berpuasa, maka bayarlah firdyah...” (QS. Al-Baqoroh: 184) sudah dihapus
hukumnya.[76]
40. Kapan
Mengqodho Romadhōn?
1950. Dari Aisyah
ڤ, ia
berkata: “Aku memiliki tanggungan puasa Romadhōn dan aku tidak mampu
membayarnya kecuali di bulan Sya’ban.”[77]
41. Wanita Haid
Tidak Boleh Berpuasa dan Sholat
1951. Dari Abu
Sa’id Al-Khudri ﭬ,
ia berkata: Nabi ﷺ
bersabda:
«أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ
وَلَمْ تَصُمْ؟ فَذَلِكَ نُقْصَانُ دِينِهَا»
“Bukankah jika ia
haid tidak sholat dan tidak berpuasa, itulah kekurangan agamanya.”
42. Meninggal
dengan Menanggung Puasa
1952. Dari Aisyah
ڤ, bahwa
Rosulullah ﷺ
bersabda:
«مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ
عَنْهُ وَلِيُّهُ»
“Siapa yang
meninggal dengan menanggung puasa[78]
maka walinya[79] mempuasakannya.”[80]
1953. Dari Ibnu
Abbas ﭭ,
ia berkata: ada lelaki menemui Nabi ﷺ dan berkata: “Wahai Rosulullah, ibuku wafat dalam keadaan
memiliki tanggungan puasa (wajib) sebulan. Apakah aku harus mengqodhonya?”
Beliau menjawab:
«نَعَمْ، فَدَيْنُ اللَّهِ أَحَقُّ أَنْ يُقْضَى»
“Benar. Hutang
kepada Allah lebih berhak dibayar.”
Dalam riwayat
lain: ...seorang wanita berkata kepada Nabi ﷺ: “Saudariku wafat...”
Dalam riwayat
lain: ...seorang wanita berkata kepada Nabi ﷺ: “Ibuku wafat...”
Dalam riwayat
lain: ...seorang wanita berkata kepada Nabi ﷺ: “Ibuku wafat dan menanggung puasa nadzar...”
Dalam riwayat
lain: ...seorang wanita berkata kepada Nabi ﷺ: “Ibuku wafat dan menanggung puasa 15 hari...”
43. Kapan Waktu
Berbuka Puasa?
1954. Dari Umar
bin Al-Khoth-thob ﭬ,
ia berkata: Rosulullah ﷺ
bersabda:
«إِذَا أَقْبَلَ اللَّيْلُ مِنْ هَا
هُنَا، وَأَدْبَرَ النَّهَارُ مِنْ هَا هُنَا، وَغَرَبَتِ الشَّمْسُ فَقَدْ أَفْطَرَ
الصَّائِمُ»
“Apabila malam
datang dari arah sini[81]
dan siang pergi dari arah sana[82],
sementara matahari sudah terbenam, maka orang yang berpuasa berbuka.”[83]
1955. Dari
Abdullah bin Abi Aufa ﭭ,
ia berkata: kami bersama Nabi ﷺ
dalam sebuah safar dalam keadaan berpuasa, ketika matahari tenggelam beliau
berkata kepada seseorang[84]:
“Wahai fulan, bangkitlah dan siapkan menu berbuka kita.”[85]
Ia berkata: “Wahai Rosulullah, bukankah masih sore?[86].”
Beliau bersabda lagi: “Turunlah dan siapkan menu berbuka kita.” Ia berkata:
“Wahai Rosulullah, masih terang?” Beliau bersabda lagi: “Turunlah dan siapkan
menu berbuka kita.” Maka ia turun (dari ontanya) menyiapkan menu berbuka mereka
lalu Nabi ﷺ
minum. Lalu beliau bersabda:
«إِذَا رَأَيْتُمُ اللَّيْلَ قَدْ أَقْبَلَ
مِنْ هَا هُنَا، فَقَدْ أَفْطَرَ الصَّائِمُ»
“Apabila kamu
sudah melihat malam datang dari arah sini[87],
maka orang berpuasa berbuka.”[88]
44. Berbuka
dengan Apa yang Mudah Baik Air Maupun Lainnya
1956. Dari
Abdullah bin Abi Aufa ﭭ,
ia berkata: kami bersama Nabi ﷺ
dalam sebuah safar dalam keadaan beliau berpuasa, ketika matahari tenggelam
beliau berkata: “Turunlah (dari ontamu) dan siapkan menu berbuka kita.” Ia
berkata: “Wahai Rosulullah, bukankah masih sore?” Beliau bersabda lagi:
“Turunlah dan siapkan menu berbuka kita.” Ia berkata: “Wahai Rosulullah, masih
terang?” Beliau bersabda lagi: “Turunlah dan siapkan menu berbuka kita.” Maka
ia turun menyiapkan menu berbuka lalu Nabi ﷺ bersabda:
«إِذَا رَأَيْتُمُ اللَّيْلَ أَقْبَلَ
مِنْ هَا هُنَا، فَقَدْ أَفْطَرَ الصَّائِمُ»
“Apabila kamu
sudah melihat malam datang dari arah sini, maka orang berpuasa berbuka.” Beliau
menunjuk ke arah timur (tempat tenggelamnya matahari).
45. Menyegerakan
Berbuka
1957. Dari Sahl
bin Sa’ad ﭬ,
bahwa Rosulullah ﷺ
bersabda:
«لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا
عَجَّلُوا الفِطْرَ»
“Manusia
senantiasa dalam kebaikan[89]
selama mereka menyegerakan berbuka.”[90]
1958. Dari Ibnu
Abi Aufa ﭭ,
ia berkata: kami pernah safar bersama Nabi ﷺ. Beliau berpuasa lalu berkata kepada seseorang: “Turunlah (dari
ontamu) dan siapkan menu berbuka untukku.” Dia berkata: “Andai Anda menunggu
sampai gelap.” Beliau bersabda:
«انْزِلْ فَاجْدَحْ لِي، إِذَا رَأَيْتَ
اللَّيْلَ قَدْ أَقْبَلَ مِنْ هَا هُنَا، فَقَدْ أَفْطَرَ الصَّائِمُ»
“Turunlah dan
siapkan menu berbuka untukku. Jika kamu melihat malam sudah datang dari arah
sini (tempat tenggelamnya matahari), maka orang berpuasa berbuka.”
46. Jika Berbuka
Romadhōn Ternyata Matahari Muncul Lagi
1959. Dari Asmā`
binti Abu Bakar ﭭ,
ia berkata: kami pernah berbuka di zaman Nabi ﷺ saat hari mendung, ternyata matahari muncul setelah itu.” Ada
yang bertanya kepada Hisyam (rowi hadits): “Apakah mereka disuruh mengqodho
puasanya?” Jawabnya: “Harus mengqodhonya.” Ma’mar (rowi hadits) berkata: aku
mendengar Hisyam berkata: “Aku tidak tahu, apakah mereka mengqodho apa tidak.”[91]
47. Puasanya
Anak Kecil
1960. Dari
Ar-Rubayyi’ binti Mu’awwidz ڤ,
ia berkata: Nabi ﷺ
mengirim utusan pada pagi Asyuro[92]
ke kabilah-kabilah Anshor mengumumkan:
«مَنْ أَصْبَحَ مُفْطِرًا؛ فَلْيُتِمَّ
بَقِيَّةَ يَوْمِهِ، وَمَنْ أَصْبَحَ صَائِمًا؛ فَليَصُمْ»
“Siapa yang di
pagi hari tidak berpuasa, sempurnakanlah sisa harinya dengan berpuasa. Siapa
yang di pagi hari berpuasa, teruskan puasanya.” Maka kami berpuasa dan menyuruh
anak-anak kami berpuasa. Kami membuatkan mainan dari tanah liat untuk mereka.
Jika salah seorang dari mereka menangis ingin makan, kami berikan mainan
tersebut hingga datang waktu berbuka.[93]
48. Wishōl
1961. Dari Anas ﭬ, ia berkata: Rosulullah ﷺ bersabda: “Kalian jangan
berpuasa wishol[94].”
Mereka menjawab: “Akan tetapi Anda sendiri berpuasa wishol.” Beliau
menjawab:
«لَسْتُ كَأَحَدٍ مِنْكُمْ إِنِّي أُطْعَمُ،
وَأُسْقَى، أَوْ إِنِّي أَبِيتُ أُطْعَمُ وَأُسْقَى»
“Aku tidak
seperti kalian. Aku diberi makan dan minum (oleh Allah)[95]
—atau: aku di malam hari di beri makan dan minum—.”[96]
1962. Dari Ibnu
Umar ﭭ,
ia berkata: Rosulullah ﷺ melarang
berpuasa wishol lalu orang-orang berkata: “Anda sendiri melakukan wishol.”
Beliau menjawab:
«إِنِّي لَسْتُ مِثْلَكُمْ إِنِّي أُطْعَمُ
وَأُسْقَى»
“Aku tidak seperti
kalian, aku diberi makan dan minum (oleh Allah).”
1963. Dari Abu
Sa’id Al-Khudri ﭬ,
ia mendengar Nabi ﷺ bersabda:
«لاَ تُوَاصِلُوا، فَأَيُّكُمْ إِذَا
أَرَادَ أَنْ يُوَاصِلَ، فَلْيُوَاصِلْ حَتَّى السَّحَرِ»، قَالُوا: فَإِنَّكَ تُوَاصِلُ يَا رَسُولَ اللَّهِ
قَالَ: «إِنِّي لَسْتُ كَهَيْئَتِكُمْ إِنِّي أَبِيتُ لِي مُطْعِمٌ يُطْعِمُنِي،
وَسَاقٍ يَسْقِينِ»
“Kalian jangan berpuasa wishol. Siapa dari
kalian yang tetap ingin wishol, cukup sampai sahur saja.” Mereka berkata: “Anda
sendiri puasa wishol, wahai Rosulullah.” Beliau menjawab: “Aku tidak seperti
kalian, di malam hari ada yang memberiku makan dan memberiku minum.”
1964. Dari Aisyah
ڤ, ia
berkata: Rosulullah ﷺ melarang
wishol karena sayang kepada mereka. Mereka berkata: “Anda sendiri melakukan
wishol.” Beliau menjawab:
«إِنِّي لَسْتُ كَهَيْئَتِكُمْ إِنِّي
يُطْعِمُنِي رَبِّي وَيَسْقِينِ»
“Aku tidak
seperti kalian. Rob-ku memberiku makan dan memberiku minum.”[97]
49. Hukuman Bagi
yang Memperbanyak Wishōl
1965. Dari Abu
Huroiroh ﭬ,
ia berkata: Rosulullah ﷺ melarang
berpuasa wishol. Ada seorang lelaki dari Muslimin berkata: “Anda sendiri
melakukan wishol, wahai Rosulullah.” Beliau menjawab:
«وَأَيُّكُمْ مِثْلِي، إِنِّي أَبِيتُ
يُطْعِمُنِي رَبِّي وَيَسْقِينِ»
“Siapa dari
kalian yang sepertiku? Aku di malam hari diberi Rob-ku makan dan minum.” Ketika
mereka enggan berhenti dari wishol, beliau meneruskan wishol bersama mereka
sehari, lalu sehari lagi, lalu mereka melihat hilal (awal bulan Romadhōn).
Beliau bersabda:
«لَوْ تَأَخَّرَ لَزِدْتُكُمْ»
“Seandainya hilal
tertunda, tentu aku akan menambah wishol untuk kalian.”[98]
Ucapan ini seperti jengkel kepada mereka tatkala enggan berhenti.
1966. Dari Abu
Huroiroh ﭬ,
dari Nabi ﷺ
bersabda: “Jangan berpuasa wishol.” Beliau mengucapkannya sebanyak dua kali.
Lalu ada yang berkata: “Anda sendiri melakukan wishol.” Beliau menjawab:
«إِنِّي أَبِيتُ يُطْعِمُنِي رَبِّي
وَيَسْقِينِ، فَاكْلَفُوا مِنَ العَمَلِ مَا تُطِيقُونَ»
“Di malam hari,
Rob-ku memberiku makan dan minum. Hendaknya kalian mengerjakan amal sesuai kemampuan
kalian.”
50. Wishōl
Sampai Sahur
1967. Dari Abu
Sa’id Al-Khudri ﭬ,
ia mendengar Rosulullah ﷺ
bersabda:
«لاَ تُوَاصِلُوا، فَأَيُّكُمْ أَرَادَ
أَنْ يُوَاصِلَ، فَلْيُوَاصِلْ حَتَّى السَّحَرِ»، قَالُوا: فَإِنَّكَ تُوَاصِلُ يَا رَسُولَ اللَّهِ،
قَالَ: «لَسْتُ كَهَيْئَتِكُمْ إِنِّي أَبِيتُ لِي مُطْعِمٌ يُطْعِمُنِي، وَسَاقٍ
يَسْقِينِ»
“Kalian jangan
melakukan wishol. Siapa yang tetap ingin wishol, cukup sampai sahur saja.”
Mereka berkata: “Anda sendiri melakukan wishol, wahai Rosulullah.” Beliau menjawab:
“Aku tidak seperti kalian. Di malam hari ada yang memberiku makan dan minum.”
51. Bersumpah
Agar Saudaranya Membatalkan Puasa Sunnahnya
1968. Dari Abu Juhaifah
ﭬ, ia
berkata: Nabi ﷺ
mempersaudarakan Salmān dengan Abu Ad-Dardā`. Ketika Salman mengunjungi Abu
Ad-Darda, dilihatnya Ummu Ad-Darda berpakaian kusut (tidak berhias). Salman
bertanya kepadanya: “Ada apa denganmu?” Jawabnya: “Saudaramu Abu Ad-Darda tidak
berhasrat terhadap dunia (yakni jimak).” Lalu Abu Ad-Darda datang dan
menyiapkan makanan untuk Salman. Salman berkata: “Silahkan makan juga.” Jawab
Abu Ad-Darda: “Aku sedang puasa.” Salman berkata: “Aku tidak akan makan sampai
kamu makan.” Maka Abu Ad-Darda ikut makan. Ketika sudah malam sekali, Abu
Ad-Darda berdiri hendak sholat, lalu Salman menegurnya: “Tidurlah.” Lalu ia
tertidur lalu hendak bangun lagi dan Salman kembali menegurnya: “Tidurlah.”
Ketika sudah memasuki akhir malam, Salman berkata: “Sekarang silahkan bangun
untuk sholat.” Keduanya sholat dan usai itu Salman berkata:
«إِنَّ لِرَبِّكَ عَلَيْكَ حَقًّا، وَلِنَفْسِكَ
عَلَيْكَ حَقًّا، وَلِأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقًّا، فَأَعْطِ كُلَّ ذِي حَقٍّ حَقَّهُ»
“Sungguh Rob-mu
memiliki hak atasmu, dirimu memiliki hak atasmu, istrimu memiliki hak atasmu,
maka berilah masing-masing haknya.” Lalu Abu Ad-Darda mendatangi Nabi ﷺ dan menyampaikan hal
tersebut dan Nabi ﷺ bersabda
kepadanya: “Salman benar.”
52. Puasa
Sya’bān
1969. Dari Aisyah
ڤ, ia
berkata: kadang Rosulullah ﷺ
berpuasa terus hingga kami menyangka beliau tidak akan berbuka, dan kadang juga
tidak berpuasa terus hingga kami menyangka beliau tidak akan berpuasa. Aku
tidak pernah melihat Nabi ﷺ
berpuasa sempurna sebulan penuh selain di Romadhōn. Aku juga tidak pernah
melihatnya memperbanyak puasa (selain Romadhōn) melebihi di Sya’ban. [99]
Beliau bersabda:
«خُذُوا مِنَ العَمَلِ مَا تُطِيقُونَ،
فَإِنَّ اللَّهَ لاَ يَمَلُّ حَتَّى تَمَلُّوا»
“Kerjakan amal
semampu kalian, karena Allah tidak bosan hingga kalian yang bosan[100].
Sholat yang
dicintai Nabi ﷺ
adalah yang dikerjakan rutin meskipun sedikit. Apabila Nabi ﷺ mengerjakan sholat (Sunah
tertentu), beliau merutinkannya.”[101]
1970. Dari Aisyah
ڤ, ia
berkata: Nabi ﷺ
tidak pernah memperbanyak puasa dalam sebulan melebihi di Sya’ban. Beliau
berpuasa penuh di bulan Sya’ban.[102]
53. Tentang Lama
Puasa Nabi ﷺ dan Tidaknya
1971. Dari Ibnu
Abbas ﭭ,
ia berkata: “Nabi ﷺ tidak
pernah puasa sebulan penuh selain di Romadhōn. Akan tetapi terkadang beliau
berpuasa terus hingga ada yang menyangka beliau tidak berbuka (lanjut puasa di
hari berikutnya), dan tidak berpuasa terus hingga ada yang menyangka beliau
tidak akan berpuasa (besoknya).”[103]
1972. Dari Anas ﭬ, ia berkata: “Nabi ﷺ pernah tidak berpuasa dalam
sebulan hingga kami menyangka beliau tidak akan berpuasa (besoknya).
Sebaliknya, kadang berpuasa terus hingga kami menyangka beliau akan puasa
(besoknya). Jika kamu ingin melihat beliau sholat, tentu kamu akan melihatnya,
dan begitu pula tidur tentu kamu akan melihatnya juga.
1973. Humaid
berkata: aku bertanya kepada Anas bin Malik ﭬ tentang puasa Nabi ﷺ, lalu ia menjawab: “Aku pernah melihatnya puasa hampir sebulan
penuh, juga melihatnya tidak berpuasa hampir sebulan penuh. Aku melihatnya
sholat malam dan juga melihatnya tidur. Aku tidak pernah menyentuh kain halus
maupun sutera, yang lebih halus dari telapak tangan Rosulullah ﷺ. Aku tidak pernah mencium minyak
wangi kasturi maupun ‘abīroh yang lebih harum melebihi aromah Rosulullah
ﷺ.
54. Hak Tamu
Jika Tuan Rumah Berpuasa
1974. Dari
Abdullah bin Amr bin Al-Ash ﭭ,
ia berkata: Rosulullah ﷺ
menemuiku —al-hadits— lalu bersabda:
«إِنَّ لِزَوْرِكَ عَلَيْكَ حَقًّا،
وَإِنَّ لِزَوْجِكَ عَلَيْكَ حَقًّا»، فَقُلْتُ: وَمَا صَوْمُ دَاوُدَ؟ قَالَ: «نِصْفُ
الدَّهْرِ»
“Tetanggamu
memiliki hak atasmu, dan istrimu memiliki hak atasmu.” Aku bertanya: “Apa itu
puasa Dawud?” Jawab beliau: “Setengah masa.”[104]
55. Hak Badan
dalam Puasa
1975. Dari
Abdullah bin Amr bin Al-Ash ﭭ,
ia berkata: Rosulullah ﷺ
bersabda kepadaku: “Wahai Abdullah, benarkah dikabarkan kepadaku bahwa kamu
selalu berpuasa di siang hari dan sholat di malam hari?” Kujawab: “Benar, wahai
Rosulullah.” Beliau bersabda:
«فَلاَ تَفْعَلْ، صُمْ وَأَفْطِرْ،
وَقُمْ وَنَمْ، فَإِنَّ لِجَسَدِكَ عَلَيْكَ حَقًّا، وَإِنَّ لِعَيْنِكَ عَلَيْكَ حَقًّا،
وَإِنَّ لِزَوْجِكَ عَلَيْكَ حَقًّا، وَإِنَّ لِزَوْرِكَ عَلَيْكَ حَقًّا، وَإِنَّ
بِحَسْبِكَ أَنْ تَصُومَ كُلَّ شَهْرٍ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ، فَإِنَّ لَكَ بِكُلِّ حَسَنَةٍ
عَشْرَ أَمْثَالِهَا، فَإِنَّ ذَلِكَ صِيَامُ الدَّهْرِ كُلِّهِ»
“Jangan kamu
lakukan, akan tetapi silahkan berpuasa tetapi juga tidak berpuasa, silahkan
sholat malam tetapi juga tidur, karena jasadmu memiliki hak atasmu, dua matamu
memiliki hak atasmu, istrimu memiliki hak atasmu, tetanggamu memiliki hak
atasmu. Cukup bagimu puasa tiga hari tiap bulan, karena setiap kebaikan
dilipatkan 10 semisalnya, itu artinya seperti puasa sepanjang masa.” Aku
meminta tambahan lalu beliau memberiku tambahan. Aku berkata: “Wahai
Rosulullah, aku masih merasa mampu (lebih dari itu).” Beliau bersabda:
«فَصُمْ صِيَامَ نَبِيِّ اللَّهِ دَاوُدَ
ڠ، وَلاَ تَزِدْ عَلَيْهِ»
“Berpuasalah
seperti puasa Nabi Allah Dawud ‘Alaihissalām, dan jangan menambah lagi
melebihi itu.” Aku bertanya: “Bagaimana puasa Nabi Allah Dawud ‘Alaihissalām?”
Jawab beliau: “Setengah masa.” (Abu Salamah bin Abdurrohman bin Auf, rowi
hadits berkata:) setelah Abdullah tua berkata: “Andai aku dulu menerima
keringanan Nabi ﷺ.[105]”[106]
56. Puasa
Sepanjang Tahun
1976. Dari
Abdullah bin Amr bin Al-Ash ﭭ,
ia berkata: dikabarkan kepada Rosulullah ﷺ bahwa aku pernah mengatakan: “Demi Allah aku akan puasa terus
di siang hari dan aku akan sholat semalam suntuk selama hidupku.” Lalu kujawab:
“Benar aku mengucapkannya, ayah dan ibuku menjadi tebusakan untuk Anda[107].”
Beliau bersabda:
«فَإِنَّكَ لاَ تَسْتَطِيعُ ذَلِكَ،
فَصُمْ وَأَفْطِرْ، وَقُمْ وَنَمْ، وَصُمْ مِنَ الشَّهْرِ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ، فَإِنَّ
الحَسَنَةَ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا، وَذَلِكَ مِثْلُ صِيَامِ الدَّهْرِ»
“Kamu tidak akan
mampu melakukannya. Berpuasalah dan juga tidak berpuasa. Sholatlah malam dan
juga tidurlah. Puasalah tiga hari dalam sebulan, karena satu kebaikan
dilipatkan 10 semisalnya, dan itu sama saja dengan puasa sepanjang tahun.” Aku
menjawab: “Aku mampu lebih dari itu.” Beliau bersabda: “Kalau begitu, puasalah
sehari dan tidak berpuasa dua hari.” Aku menjawab: “Aku mampu lebih dari itu.”
Beliau menjawab:
«فَصُمْ يَوْمًا وَأَفْطِرْ يَوْمًا،
فَذَلِكَ صِيَامُ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ، وَهُوَ أَفْضَلُ الصِّيَامِ»
“Berpuasalah
sehari dan tidak berpuasa sehari, itulah puasa Dawud ‘Alaihissalām, dan
ia puasa terbaik.” Aku berkata: “Aku mampu lebih dari itu.” Nabi ﷺ bersabda: “Tidak ada yang
lebih utama dari puasa Dawud.”
57. Hak Keluarga
dalam Puasa
1977. Dari Abdullah
bin Amr bin Al-Ash ﭭ,
ia berkata: sampai kabar kepada Nabi ﷺ bahwa aku banyak berpuasa (Sunnah) dan sholat semalam suntuk. Beliau
mengirim orang memanggilku atau aku bertemu beliau dan beliau berkata:
«أَلَمْ أُخْبَرْ أَنَّكَ تَصُومُ وَلاَ
تُفْطِرُ، وَتُصَلِّي؟ فَصُمْ وَأَفْطِرْ، وَقُمْ وَنَمْ، فَإِنَّ لِعَيْنِكَ عَلَيْكَ
حَظًّا، وَإِنَّ لِنَفْسِكَ وَأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَظًّا»
“Benarkah aku
dikabari bahwa kamu berpuasa tiap hari dan sholat semalam suntuk? Silahkan
berpuasa tetapi juga tidak berpuasa. Silahkan sholat malam tetapi juga tidur.
Karena dua matamu memiliki hak atasmu dan jiwamu memiliki hak atasmu.” Aku
berkata: “Aku masih kuat melebihi itu.” Beliau bersabda: “Berpuasalah puasa
Dawud ‘Alaihissalām.” Aku bertanya: “Bagaimana puasanya?” Beliau menjawab:
“Sehari puasa dan sehari tidak, dan beliau tidak lari ketika bertemu musuh
(dalam medan perang).” Aku berkata: “Siapakah untukku dengan ini, wahai Nabi
Allah?[108]” Nabi ﷺ bersabda: “Tidak ada puasa
bagi yang puasa sepanjang masa.” Beliau mengucapkannya dua kali.
58. Berpuasa
Sehari dan Tidak Sehari
1978. Dari
Abdullah bin Amr ﭭ,
dari Nabi ﷺ,
beliau bersabda:
«صُمْ مِنَ الشَّهْرِ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ»،
قَالَ: أُطِيقُ أَكْثَرَ
مِنْ ذَلِكَ، فَمَا زَالَ حَتَّى قَالَ: «صُمْ يَوْمًا وَأَفْطِرْ يَوْمًا» فَقَالَ:
«اقْرَإِ القُرْآنَ فِي كُلِّ شَهْرٍ»، قَالَ: إِنِّي أُطِيقُ أَكْثَرَ فَمَا زَالَ،
حَتَّى قَالَ: «فِي ثَلاَثٍ»
“Berpuasalah tiga
hari dalam sebulan.” Ia menjawab: “Aku mampu lebih dari itu.” Ia selalu menego
hingga beliau bersabda: “Berpuasalah sehari dan berbuka sehari.” Beliau juga
bersabda: “Hatamkan Al-Qur’an sebulan sekali.” Dia menjawab: “Aku mampu lebih
dari itu.” Ia selalu menego hingga beliau bersabda: “Tiga hari saja.”
59. Puasa Dawud ڠ
1979. Dari
Abdullah bin Amr bin Al-Ash ﭭ,
ia berkata: Nabi ﷺ bersabda:
«إِنَّكَ لَتَصُومُ الدَّهْرَ، وَتَقُومُ
اللَّيْلَ؟»، فَقُلْتُ: نَعَمْ، قَالَ: «إِنَّكَ إِذَا فَعَلْتَ ذَلِكَ هَجَمَتْ لَهُ العَيْنُ،
وَنَفِهَتْ لَهُ النَّفْسُ، لاَ صَامَ مَنْ صَامَ الدَّهْرَ، صَوْمُ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ
صَوْمُ الدَّهْرِ كُلِّهِ»، قُلْتُ: فَإِنِّي أُطِيقُ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ، قَالَ:
«فَصُمْ صَوْمَ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ، كَانَ يَصُومُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمًا،
وَلاَ يَفِرُّ إِذَا لاَقَى»
“Benarkah kamu
berpuasa dahr[109]
dan sholat malam (sepanjang malam)?” Aku menjawab: “Benar.” Beliau bersabda:
“Jika kamu melakukan itu, matamu akan sakit dan badanmu akan lelah. Tidak ada
puasa bagi yang berpuasa dahr. Berpuasa tiga hari tiap bulan sudah
dianggap puasa dahr[110].”
Jawabnya: “Aku mampu lebih dari itu.” Beliau bersabda: “Berpuasalah seperti
puasa Nabi Dawud ‘Alaihissalām, beliau berpuasa sehari dan berbuka
sehari, dan tidak kabur jika sudah bertemu (musuh di pedang perang).”
1980. Dari
Abdullah bin Amr bin Al-Ash ﭭ,
ia berkata: disebutkan puasaku kepada Rosulullah ﷺ lalu beliau menemuiku. Aku memberikan
bantal dari kulit (yang disamak/dikeringkan) berlapis serabut kepada beliau
(untuk duduk) tetapi beliau duduk di atas lantai sehingga bantal tersebut
berada di tengah di antara kami. Beliau bersabda:
«أَمَا يَكْفِيكَ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ
ثَلاَثَةُ أَيَّامٍ؟»، قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ: «خَمْسًا»، قُلْتُ: يَا رَسُولَ
اللَّهِ، قَالَ: «سَبْعًا»، قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ: «تِسْعًا»،
قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ: «إِحْدَى عَشْرَةَ»، ثُمَّ قَالَ النَّبِيُّ
ﷺ: «لاَ صَوْمَ فَوْقَ صَوْمِ دَاوُدَ ڠ شَطْرَ الدَّهَرِ، صُمْ يَوْمًا، وَأَفْطِرْ
يَوْمًا»
“Tidakkah cukup
bagimu puasa tiga hari setiap bulan?” Jawabku: “Wahai Rosulullah, (tambahlah).”
Beliau bersabda: “Lima?” Aku menjawab: “Wahai Rosulullah, (tambahlah).” Beliau
bersabda: “Tujuh?” Aku menjawab: “Wahai Rosulullah, (tambahlah).” Beliau menjawab:
“Sembilan?” Aku menjawab: “Wahai Rosulullah, (tambahlah).” Beliau bersabda:
“Sebelas.” Lalu Nabi ﷺ
bersabda: “Tidak ada puasa jika melebihi puasanya Dawud Alaihissalām
setengah masa. Berpuasalah sehari dan berbukalah sehari.”
60. Puasa
Ayyāmul Bīdh (Tanggal 13, 14, 15)
1981. Dari Abu
Huroiroh ﭬ,
ia berkata: “Orang yang sangat kucintai ﷺ berpesan tiga hal kepadaku: (1) berpuasa tiga hari tiap bulan,
(2) dua rokaat Dhuha, dan (3) aku witir sebelum tidur.”
61. Berkunjung
Tanpa Membatalkan Puasanya
1982. Dari Anas
bin Malik ﭬ,
Nabi ﷺ
bertemu Ummu Sulaim lalu ia menjamu beliau dengan kurma dan mentega. Beliau
bersabda:
«أَعِيدُوا سَمْنَكُمْ فِي سِقَائِهِ،
وَتَمْرَكُمْ فِي وِعَائِهِ، فَإِنِّي صَائِمٌ»
“Kembalikan
mentegamu ke wadahnya dan kurmamu ke wadahnya, karena aku sedang berpuasa.”
Lalu beliau berdiri sholat Sunnah di pojok rumah lalu mendoakan kebaikan untuk
Ummu Sulaim dan keluarganya. Ummu Sulaim berkata: “Wahai Rosulullah, aku
memiliki bocah spesial.” Beliau bertanya: “Siapa?” Dia menjawab: “Pelayanmu,
Anas.” Maka Nabi ﷺ mendoakan
kebaikan dunia dan Akhirat untukku:
«اللَّهُمَّ ارْزُقْهُ مَالًا وَوَلَدًا،
وَبَارِكْ لَهُ فِيهِ»
“Ya Allah,
berilah ia harta dan anak (yang banyak) dan berkahilah.” Lalu aku menjadi
termasuk penduduk Anshor terkaya. Putriku Umainah berkata: “Ketika kedatangan
Hajjaj[111] di Bashroh, lebih dari
120 keturunanku (anak dan cucu) dikubur.”
62. Berpuasa di
Akhir Bulan Sya’ban
1983. Dari Imron
bin Hushoin ﭬ,
dari Nabi ﷺ,
bahwa Imron bertanya kepada beliau atau ada orang lain bertanya dan Imron
mendengarnya:
«يَا أَبَا فُلاَنٍ، أَمَا صُمْتَ سَرَرَ
هَذَا الشَّهْرِ؟» قَالَ: - أَظُنُّهُ قَالَ: يَعْنِي رَمَضَانَ -، قَالَ الرَّجُلُ: لاَ يَا رَسُولَ
اللَّهِ، قَالَ: «فَإِذَا أَفْطَرْتَ فَصُمْ يَوْمَيْنِ»
“Wahai Abu Fulan,
apakah kamu berpuasa di saror[112]
bulan ini?” —Rowi menyangka bulan Romadhōn—. Dia menjawab: “Tidak wahai
Rosulullah.” Beliau bersabda: “Jika kamu tidak berpuasa, maka gantilah berpuasa
dua hari.”[113]
63. Berpuasa
Pada Hari Jum’at
1984. Muhammad
bin ‘Abbād $ berkata: aku bertanya
Jabir ﭬ:
“Apakah Nabi ﷺ
melarang puasa di hari Jum’at?” Jawabnya: “Benar.” Dalam riwayat lain, yakni
jika Jum’at saja.[114]
1985. Dari Abu
Huroiroh ﭬ,
ia berkata: aku mendengar Nabi ﷺ bersabda:
«لاَ يَصُومَنَّ أَحَدُكُمْ يَوْمَ
الجُمُعَةِ، إِلَّا يَوْمًا قَبْلَهُ أَوْ بَعْدَهُ»
“Janganlah seorang dari kalian puasa di hari
Jum’at, kecuali dibarengi puasa sehari sebelum atau sesudahnya.”[115]
1986. Dari
Juwairiyah binti Al-Harits ڤ,
bahwa Nabi ﷺ
menemuinya pada hari Jum’at ketika ia sedang berpuasa. Beliau bertanya:
«أَصُمْتِ أَمْسِ؟»، قَالَتْ: لاَ، قَالَ: «تُرِيدِينَ أَنْ تَصُومِي
غَدًا؟» قَالَتْ: لاَ، قَالَ: «فَأَفْطِرِي»
“Apakah kamu
berpuasa kemarin?” Jawabnya: “Tidak.” Beliau bertanya lagi: “Apakah kamu ingin
puasa besok?” Jawabnya: “Tidak.” Beliau bersabda: “Berbukalah (batalkan
puasamu).”
64. Bolehkah
Mengistimewakan Hari Untuk Ibadah?
1987. Dari
‘Alqomah $, ia berkata: aku
bertanya kepada Aisyah ڤ:
“Apakah Rosulullah ﷺ
mengkhususkan hari untuk ibadah?” Jawabnya: “Tidak. Ibadah beliau itu rutin
(tidak terputus). Siapakah dari kalian yang mampu beribadah seperti yang
dilakukan Rosulullah ﷺ?”
65. Puasa Hari
Arofah
1988. Dari Ummul
Fadhl binti Al-Harits ڤ,
bahwa orang-orang berselisih pendapat di sisinya tentang puasa Nabi ﷺ di hari Arofah. Sebagian mereka
berpendapat beliau berpuasa dan sebagian lain berpendapat beliau tidak
berpuasa. Lalu Ummul Fadhl mengirim sewadah susu ke beliau saat beliau di atas
ontanya lalu meminumnya.”
1989. Dari
Maimunah ڤ,
bahwa manusia berselisih pendapat tentang puasa Nabi ﷺ pada hari Arofah. Maka Maimunah
mengirim kepada beliau segelas susu perah saat beliau berdiri di padang Arofah
lalu meminumnya, sementara manusia melihatnya.[116]
66. Puasa Hari
Raya Idul Fithri
1990. Dari Abu
Ubaid maula Ibnu Az-har $, ia
berkata: aku menghadiri hari raya bersama Umar bin Al-Khoth-thob ﭬ lalu ia berkata: “Dua hari yang Rosulullah
ﷺ
melarang berpuasa padanya, yaitu hari kalian berbuka dari puasa kalian (Idul
Fithri)[117] dan hari lain yang
kalian makan daging kurban kalian (Idul Adha).”[118]
1991. Dari Abu
Sa’id Al-Khudri ﭬ,
ia berkata: “Nabi ﷺ
melarang berpuasa di hari Idul Fithri dan Idul Adha, melarang berpakaian shommā`[119],
melarang ihtibā`[120]
dengan satu kain...
1992. ... dan
juga melarang sholat setelah Shubuh dan Ashar.[121]
67. Puasa Hari
Raya Qurban
1993. Dari Abu
Huroiroh ﭬ,
ia berkata: “Nabi ﷺ
melarang dua puasa dan dua jual-beli: yaitu puasa Idul Fithri dan Idul Adha,
dan jual-beli mulāmasah[122]
dan munābadzah[123].”[124]
1994. Dari Ziyād
bin Jubair $, ia berkata: ada orang
datang kepada Ibnu Umar ﭭ
dan berkata: “Ada orang yang bernadzar puasa sehari atau dua hari dan ternyata
mengenai hari raya.” Ibnu Umar menjawab: “Allah menyuruh untuk menepati nadzar
dan Nabi ﷺ melarang
berpuasa pada hari raya.”[125]
1995. Dari Abu
Sa’id Al-Khudri ﭬ
—beliau pernah ikut berperang bersama Nabi ﷺ sebanyak 12 peperangan—, ia berkata: aku pernah mendengar 4 hal
dari Nabi ﷺ yang
membuatku takjub, yaitu:
«لاَ تُسَافِرِ المَرْأَةُ مَسِيرَةَ يَوْمَيْنِ
إِلَّا وَمَعَهَا زَوْجُهَا أَوْ ذُو مَحْرَمٍ، وَلاَ صَوْمَ فِي يَوْمَيْنِ: الفِطْرِ
وَالأَضْحَى، وَلاَ صَلاَةَ بَعْدَ الصُّبْحِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ، وَلاَ بَعْدَ
العَصْرِ حَتَّى تَغْرُبَ، وَلاَ تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلاَثَةِ مَسَاجِدَ:
مَسْجِدِ الحَرَامِ، وَمَسْجِدِ الأَقْصَى، وَمَسْجِدِي هَذَا»
“(1) Wanita
jangan safar dengan jarak dua hari kecuali ditemani suaminya atau mahromnya,
(2) tidak boleh berpuasa di hari raya Idul Fithri dan Idul Adha, (3) tidak
boleh sholat (sunnah mutlak)[126]
setelah sholat Shubuh hingga matahari terbit dan tidak boleh sholat (sunnah
mutlak) setelah Ashar hingga matahari tenggelam, (4) dan jangan bersusah payah
melakukan safar (untuk mengunjungi tempat ibadah) kecuali ke tiga Masjid saja:
Masjidil Harom, Masjidil Aqsho, dan Masjidku ini (Nabawi).”
68. Puasa Hari
Tasyrīq
1996. Dari Urwah
bin Az-Zubair $, ia berkata: “Dahulu
Aisyah ڤ
berpuasa di hari-hari Tasyriq (11, 12, 13 Dzhulhijjah) dan juga ayahnya (Abu
Bakar ﭬ).”[127]
1997-1998. Aisyah
ڤ dan
Ibnu Umar ﭭ
berkata: “Tidak diperbolehkan berpuasa di hari-hari Mina (Tasyriq) kecuali
orang yang tidak memiliki hadyu.”[128]
1999. Dari Ibnu
Umar ﭭ,
ia berkata: “Diperbolehkan puasa bagi orang mengerjakan haji Tamattu’[129].
Ketika sampai di Arofah dan tidak memiliki hadyu dan belum berpuasa, ia
boleh berpuasa di hari-hari Mina (Tasyriq).”
69. Puasa Hari
Āsyūrō
2000. Dari Ibnu
Umar ﭭ,
ia berkata: Nabi ﷺ
bersabda:
«يَوْمَ عَاشُورَاءَ، إِنْ شَاءَ صَامَ»
“Pada hari Asyuro
(10 Muharrom), siapa yang ingin puasa dipersilahkan.”
2001. Dari Aisyah
ڤ, ia
berkata: “Dahulu Rosulullah ﷺ
memerintahkan agar berpuasa Asyuro. Ketika diwajibkan Romadhōn, siapa yang
ingin berpuasa Asyuro dipersilahkan dan siapa yang tidak ingin juga tidak
mengapa.”
2002. Dari Aisyah
ڤ, ia
berkata: “Orang-orang Quroisy dahulu biasa berpuasa Asyuro di masa Jahiliyyah.
Rosulullah ﷺ
juga berpuasa pada hari tersebut. Ketika tiba di Madinah, beliau tetap berpuasa
Asyuro dan memerintahkan agar berpuasa juga. Ketika Romadhōn diwajibkan, puasa
Asyuro ditinggalkan. Siapa yang ingin berpuasa Asyuro dipersilahkan dan siapa
yang tidak ingin, tidak mengapa.”
2003. Dari
Mu’awiyah bin Abi Sufyan ﭭ,
ia berkhutbah di hari Asyuro pada tahun haji di atas mimbar: “Wahai penduduk
Madinah, di mana ulama kalian? Aku mendengar Rosulullah ﷺ bersabda:
«هَذَا يَوْمُ عَاشُورَاءَ وَلَمْ يَكْتُبِ
اللَّهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ، وَأَنَا صَائِمٌ، فَمَنْ شَاءَ، فَلْيَصُمْ وَمَنْ شَاءَ،
فَلْيُفْطِرْ»
“Sekarang hari
Asyuro dan Allah tidak mewajibkannya atas kalian, sementara aku berpuasa. Siapa
yang ingin berpuasa maka silahkan dan siapa yang tidak ingin berpuasa juga
silahkan.”[130]
2004. Dari Ibnu
Abbas ﭭ,
ia berkata: Nabi ﷺ
tiba di Madinah dan melihat Yahudi berpuasa Asyuro. Beliau bertanya: “Hari apa
ini?” Mereka menjawab: “Ini hari baik, ini hari Allah menyelamatkan Bani Isroil
dari musuhnya sehingga Musa berpuasa (sebagai syukur).” Maka beliau bersabda:
«فَأَنَا أَحَقُّ بِمُوسَى مِنْكُمْ»
“Aku lebih berhak[131]
atas Musa daripada kalian.” Maka beliau berpuasa Asyuro dan memerintahkan
berpuasa Asyuro.[132]
2005. Dari Abu
Musa ﭬ,
ia berkata: Yahudi menjadikan Asyuro sebagai hari raya lalu Nabi ﷺ bersabda:
«فَصُومُوهُ أَنْتُمْ»
“Berpuasalah
kalian[133].”[134]
2006. Dari Ibnu
Abbas ﭭ,
ia berkata: “Aku tidak pernah melihat Nabi ﷺ mengutamakan hari puasa selain hari ini yakni Asyuro dan bulan Romadhōn.”[135]
2007. Dari
Salamah bin Al-Akwā` ﭬ,
ia berkata: Nabi ﷺ
menyuruh seseorang dari kabilah Aslam untuk menggumkan:
«أَذِّنْ فِي النَّاسِ: أَنَّ مَنْ كَانَ أَكَلَ
فَلْيَصُمْ بَقِيَّةَ يَوْمِهِ، وَمَنْ لَمْ يَكُنْ أَكَلَ فَلْيَصُمْ، فَإِنَّ اليَوْمَ
يَوْمُ عَاشُورَاءَ»
“Umumkan kepada manusia
bahwa siapa yang sudah terlanjur makan, agar berpuasa di sisa harinya. Siapa
yang belum makan, agar berpuasa juga. Karena hari ini adalah hari Asyuro (10
Muharrom).”
/
[1]
Ini pendapat Abdullah pribadi untuk
menjelaskan kepada masyarakat dengan perbuatannya, sementara Nabi ﷺ
tetap puasa Asyuro tetapi tidak mewajibkannya.
[2]
Puasa ini diwarisi dari Yahudi dan
mereka berpuasa Asyuro sebagai tanda syukur kepada Allah Ta’ala
memenangkan Musa ڠ pada tanggal tersebut atas
Fir’aun. Lalu suku Quroisy ikut mengamalkannya meniru Yahudi yang dianggap
orang berilmu oleh mereka.
[3]
HR. Muslim no. 1125.
[4]
Yakni melindunginya dari dosa atau
melindunginya dari Neraka.
[5]
Setiap ucapan dan perbuatan keji
seperti zina dan perantara kepadanya.
[6]
Seperti berbohong, ghibah, mengejek,
memukul, dan semisalnya.
[7]
Pelipatannya terserah Allah. Secara
normal, Malaikat akan menulis satu kebaikan minimal dilipatkan 10 kali sampai
700 kali. Adapun puasa, Allah sendiri yang menentukannya untuk hamba-Nya.
[8] Yakni lafazh hiperbola dari الري
yang artinya menghilangkan dahaga.
[9] Apapun dari kebaikan sebanyak dua
buah, seperti dua dinar, dua dirham, dua pakaian, dua makanan. Ada pula yang
memaknai seperti sandal satu pasang kanan-kiri, pakaian satu set
atasan-bawahan, dan seterusnya.
[10]
Ini bukan ungkapan sumpah kepada
selain Allah, akan tetapi ungkapan untuk menguatkan ucapan.
[11]
HR. Muslim no. 1027.
[12]
Sebagian ulama melarang menyebut
Romadhon tanpa menyebut “bulan”, karena menurut mereka Romadhon adalah salah
satu dari Nama Allah. Al-Bukhori menginkari keyakinan ini dengan judul ini.
[13]
Yakni Surga, karena pendakian ke
Surga melewati langit. Surga di atas langit dan di bawah Arsy. Dalam riwayat
shohih yang lain, “Pintu-pintu Surga yang delapan terbuka.”
[14]
HR. Muslim no. 1079.
[15]
Yakni hilal. Hilal adalah awal bulan
hijriyah. Pada akhir tanggal 29 tiap bulan, hilal akan muncul ketika matahari
tenggelam. Jika belum muncul atau tertutup awan, maka bulan digenapkan 30 hari.
Bulan hijriyah hanya ada dua kemungkinan, 29 atau 30 hari, tidak ada
kemungkinan ketiga. Berbeda dengan Masehi, perhitungannya bisa 28, 29, 30, atau
31 hari.
[16]
Yakni dengan menggenapkan 30 hari.
[17]
Dengan sholat, tilawah, berdzikir,
berdoa, i’tikaf, maupun amal sholih lainnya.
[18]
Yakni percaya bahwa ia benar adanya.
[19]
Ihtisāb artinya mengharap pahala Akhirat, bukan
pujian manusia atau tendensi duniawi.
[20]
Yakni dosa-dosa kecil. Terkadang
mencakup dosa besar, tergantung seberapa besar kualitas amal sholih yang dikerjakannya.
[21]
Baik dermawan dalam harta, ilmu,
maupun tenaga/jasa. Ibnul Qoyyim $
mengatakan, berderma dengan ilmu lebih utama daripada harta, karena ilmu lebih
utama daripada harta.
[22]
Baik berupa mengecek hafalan maupun
tafsirnya.
[23]
Qoul zūr (ucapan dosa) seperti dusta, ghibah, adu domba,
kotor, khianat, dan seterusnya. Perbuatan dosa seperti memukul dan semisalnya.
[24]
Allah tidak menerima puasanya.
Secara fiqih puasanya sah, tetapi tidak berkurang pahalanya atau hangus
semuanya.
[25]
Sebagian ulama memahami ucapan ini
tidak disuarakan tetapi dibatin, dan Al-Bukhori sepertinya condong kepada
disuarakan, Allahu alam.
[26]
Yakni berpotensi ditampakkan ke
manusia agar dipuji sehingga jiwanya senang.
[27]
Karena menghalanginya dari
bermaksiat atau tameng yang melindunginya dari api Neraka.
[28]
HR. Muslim no. 1151.
[29]
Bā’ah secara bahasa artinya jima’, adapula yang
memaknai nafkah. Sehingga makna bā’ah (kemampuan menikah) yaitu mampu
berjimak sekaligus mampu menafkahi. Tidak disyaratkan harus lulus kuliah atau
laki-laki mendapatkan restu orang tua. Jika memang dia takut berzina, maka
wajib menikah.
[30]
Dengan menggenapkan Sya’ban menjadi
30 hari.
[31]
HR. Muslim no. 1080.
[32]
Yakni satu bulan terkadang 29 hari.
Beliau memaparkan 10 jarinya sebanyak dua kali sehingga jumlahnya 20. Lalu
memaparkannya lagi tetapi jempolnya ditekuk sehingga berjumlah 9. Maka totalnya
29 hari. Satu bulan kadang 29 dan kadang 30, tetapi seringnya 29 hari.
[33]
HR. Muslim no. 1081.
[34] Sebagai bentuk hukuman atas mereka
yang meminta tambahan nafkah melebihi kemampuan Nabi ﷺ.
[35] Terjadi peristiwa di mana kendaraan
yang dinaiki Nabi ﷺ berjungkat jungkit karena
mendengar suara menakutkan, yakni suara orang musyrik yang disiksa dikuburan.
Dengan sebab itu, Nabi ﷺ terjatuh dan kakinya memar.
[36] Ruang kosong di samping Masjid
Nabawi, tanpa ada perabot dan kasur.
[37]
Yakni pahalanya sempurna meskipun
terkadang 29 hari.
[38]
HR. Muslim no. 1089.
[39]
Yakni tidak bisa membaca dan
menulis. Nabi ﷺ dijuluki ummi dalam
Al-Qur’an. Adapun para Shohabat, hanya sedikit sekali yang bisa membaca dan
menulis seperti Umar, Ali, Zaid bin Tsabit, Ubai bin Ka’ab dan penulis wahyu
lainnya.
[40]
Yakni kami tidak bisa hisāb
(menghitung) peredaran bintang-bintang untuk menentukan waktu-waktu ibadah.
Hadits ini menjadi dalil atas kuatnya pendapat ru’yatul hilāl dalam
menentukan awal Romadhon, karena agama Islam itu mudah, sementara hisāb
itu memberatkan dan menyelisihi perbuatan Nabi ﷺ dan para Shohabatnya.
[41]
HR. Muslim no. 1080.
[42]
Yakni orang yang memiliki rutinitas
puasa dan bertepatan dengan hari tersebut, atau memiliki tanggungan puasa qodho
atau puasa nadzar dan bertepatan dengan hari tersebut. Mereka bertiga
dikecualikan dari larangan dalam hadits ini.
[43]
HR. Muslim no. 1082.
[44]
HR. Muslim no. 1090. Fajar ada dua,
fajar kadzib dan fajar shodiq. Ciri fajar kadzib adalah garis cahaya membentang
vertikal lalu hilang dan ia masih malam. Ciri fajar shodiq adalah garis cahaya
membentang horisontal (dari utara ke selatan di Indonesia) lalu membesar dan
terbitlah matahari. Inilah tanda awal sholat Shubuh. Al-Qur’an menyebut awal
hari dengan benang putih karena sebab ini.
[45]
HR. Muslim no. 1091.
[46]
Yakni jaraknya tidak terlalu lama,
sekedar cukup untuk membangunkan orang untuk berbuka puasa atau sholat malam bagi
yang belum, sekitar 30 menit (menurut Syaikh Bin Baz $).
[47]
Yakni sholat Shubuh berjamaah.
Disebutkannya sujud, karena ia termasuk rukun terpenting dalam sholat. Hadits
ini untuk menunjukkan bahwa sahur diakhirkan hingga jedanya tidak
terlalu lama dengan sholat Shubuh.
[48]
Sekitar 10 menit, dan ini yang
diistilahkan Kemenag dengan imsāk (menahan diri dari makan dan minum).
Jika dipahami durasi ini adalah harom makan minum atau membatalkan puasa maka
keliru, tetapi jika dipahami hanya sebagai sarana untuk berjaga-jaga agar tidak
kelewat batas atau untuk mengamalkan hadits maka tidak mengapa. Allahu a’lam.
[49]
Yakni menyambung satu puasa dengan
puasa berikutnya tanpa berbuka dan tanpa sahur.
[50] Yakni kiasan bahwa fisik Nabi ﷺ
dijadikan kuat oleh Allah seolah-olah makan dan minum. Pendapat lainnya, hati
beliau ditambah kuatnya dan cerianya sehingga menjadikan fisiknya kuat dan
melupakan makanan.
[51] HR. Muslim no. 1102.
[52] Barokahnya berupa kuat berpuasa di
dunia dan pahala di Akhirat.
[53]
HR. Muslim no. 1095.
[54] HR. Muslim no. 1135. Yakni Nabi ﷺ
menyuruh Shohabat untuk puasa Āsyūrō tanggal 10 Muharrom, dan Nabi ﷺ mewajibkannya
sebelum disyariatkannya puasa Romadhon. Nampak dari judul, Imam Al-Bukhori
berpendapat puasa wajib juga diperbolehkan niat di siang hari. Allahu a’lam.
[55]
HR. Muslim no. 1109. Imam Al-Bukhori
berkata: “Hadits Ummul Mukminin lebih benar,” yakni menghapus hadits Al-Fadhl.
[56]
HR. Muslim no. 1106.
[57]
HR. Muslim no. 1155. Semua pembatal
puasa karena lupa dimaafkan dan tidak membatalkannya, baik makan, minum, jimak,
maupun kemasukan lalat atau benda lainnya.
[58] Dalam madzhab Syafi’i, rukun wudhu
ada 6: (1) niat, (2) membasuh wajah, (3) membasuh dua tangan sampai siku-siku,
(4) mengusap rambut, (5) membasuh dua kaki sampai mata kaki, (6) tertib. Adapun
mencuci tangan, mengulangi 3x, berkumur-kumur adalah sunnah.
[59]
Namanya Salamah bin Shokhr
Al-Bayādhī.
[60]
Yakni aku melakukan dosa yang
kukhawatirkan menyebabkanku dibakar di Neraka.
[61] Kisah lengkap hadits ini terdapat
dalam riwayat Abu Huroiroh ﭬ setelah ini.
[62] Tanah bebatuan hitam. Batas kota
Madinah di sebelah barat dan timur adalah tanah bebatuan tersebut.
[63] HR. Muslim no. 1111.
[64] Bilal bin Robah ﭬ.
[65] (فَاجْدَحْ لِي)
yang diterjemahkan “siapkan menu berbuka” arti asalnya adalah aduklah tumbukan
gandum dengan air atau susu dengan air untuk minumam berbuka puasa.
[66]
Yakni mataharinya masih kelihatan
atau langit masih terang belum gelap.
[67]
Yakni matahari sudah mulai
tenggelam, meskipun langit masih terang, maka harus segera berbuka. Disukai
menyegerakan berbuka.
[68]
HR. Muslim no. 1101.
[69]
HR. Muslim no. 1121.
[70]
Kadīd adalah mata air di antara
‘Usfān dan Qudaid. ‘Usfan adalah desa antara Madinah dan Makkah, sementara
Qudaid adalah tempat yang dekat Makkah.
[71]
HR. Muslim no. 1113.
[72]
HR. Muslim no. 1122.
[73]
Yakni Abū Isrō`il Al-Āmirī. Dia
berpuasa hingga tubuhnya lemah dan kehausan luar biasa hingga mau pingsan.
[74]
HR. Muslim no. 1115. Hadits ini
khusus untuk orang yang diduga kuat akan lemah sehingga tidak bisa menunaikan
hak Allah dan hak orang lain dengan baik. Adapun jika kuat, maka tidak mengapa.
[75] HR. Muslim no. 1118.
[76] Yakni dihapus ayat berikutnya ayat
185: “... siapa yang hadir (muqim) pada bulan Romadhon maka berpuasalah...”
[77] Yahya perowi hadits ini
menjelaskan: “Sebabnya, sibuk melayani Nabi ﷺ.”
Aisyah dan istri Nabi ﷺ lainnya selalu berusaha
mencari ridho Rosulullah ﷺ, dan barangkali Nabi ﷺ
menginginkan mereka ke ranjang sehingga mereka menunda qodho Romadhon. Adapun
mereka melunasinya di bulan Sya’ban, ada dua kemungkinan: (1) Rosulullah ﷺ
memperbanyak puasa di bulan itu sehingga mereka bisa qodho, atau (2) Nabi ﷺ mengizinkannya
karena waktunya sudah mepet akan Romadhon. Allahu a’lam.
[78]
Yakni puasa wajib seperti qodho,
nadzar, dan kaffarot.
[79]
Yakni kerabatnya meski bukan ahli
warisnya. Contoh kasusnya: ada seseorang wanita haid 7 hari selama Romadhon,
lalu ia sengaja menundanya hingga wafat di bulan Muharrom misalnya, maka
kerabatnya mempuasakannya. Seandainya 7 kerabatnya masing-masing mempuasakan
satu hari maka sah. Tapi jika kasusnya, ia sakit selama Romadhon dan wafat di
Syawwal maka tidak ada hukum apapun. Perbedaan keduanya: pada sengaja menunda
dengan tidak sengaja/tidak mampu.
[80]
HR. Muslim no. 1147.
[81]
Yakni arah timur, arah tenggelamnya
matahari.
[82]
Yakni arah barat, tempat terbitnya
matahari dalam pandangan penduduk Madinah. Adapun jika dilihat dari Indonesia,
maka kebalikannya.
[83]
HR. Muslim no. 1100.
[84] Bilal bin Robah ﭬ.
[85] (فَاجْدَحْ لِي)
yang diterjemahkan “siapkan menu berbuka” arti asalnya adalah aduklah tumbukan
gandum dengan air atau susu dengan air untuk minumam berbuka puasa.
[86]
Yakni mataharinya masih kelihatan
atau langit masih terang belum gelap.
[87]
Yakni matahari sudah mulai
tenggelam, meskipun langit masih terang, maka harus segera berbuka. Disukai
menyegerakan berbuka.
[88] HR. Muslim no. 1101.
[89] Seperti badan lebih cepat kuat,
ibadah lebih semangat, dan lebih banyak pahalanya karena mengikuti Sunnah dan
menyelisihi Yahudi.
[90] HR. Muslim no. 1098.
[91] Menurut penelitian ulama, kasus
Asma ڤ tidak perlu mengqodhonya
karena puasanya sah. Sebabnya, ia tidak sengaja.
[92] Yakni 10 Muharrom, dan awalnya ia
diwajibkan sebelum Romadhon.
[93]
HR. Muslim no. 1136.
[94]
Yakni menyambung satu puasa dengan
puasa berikutnya tanpa berbuka dan tanpa sahur. Hukumnya harom, menurut
mayoritas ulama.
[95] Ada dua makna: (1) dipahami secara
hakiki bahwa di malam hari Allah mengeyangkan perut Nabi-Nya ﷺ,
dan (2) Allah menambah kelezatannya dalam ibadah hingga melupakannya dari
lapar.
[96]
HR. Muslim no. 1104.
[97]
HR. Muslim no. 1105.
[98]
Yang nampak, beliau sangat khawatir
jika wishōl sampai diwajibkan, sehingga kejengkelan beliau kepada mereka
karena landasan sayang. Untuk itu sebagian Shohabat justru melakukan wishol
sepeninggal Nabi ﷺ, seperti Abdullah bin
Az-Zubair sampai 15 hari, dengan anggapan wahyu sudah terputus sehingga tidak
mungkin diwajibkan.
[99]
HR. Muslim no. 1156.
[100] Yakni Allah tidak akan bosan memberi kalian pahala atas
ibadah kalian, maka kerjakanlah ibadah yang kalian sanggup dan kontinyu, bukan
banyak lalu terputus.
[101] HR. Muslim no. 782.
[102] Ketika dua hadits di atas digabung, disimpulkan
bahwa “beliau berpuasa penuh di bulan Sya’ban” maksudnya hampir, bukan sebulan
penuh.
[103] HR. Muslim no. 1157.
[104] Yakni sehari puasa dan sehari tidak.
[105] Yakni Abdullah menjaga apa yang sudah dijanjikan kepada
Rosulullah ﷺ berupa puasa Dawud seumur
hidupnya dan menghatamkan Al-Qur’an dalam 3 hari.
[106] HR. Muslim no. 1159.
[107] Dalam kalam Arob, ini adalah ungkapan keseriusan
dalam berbicara.
[108] Itu terjemah harfiyahnya, yang nampak bagi saya maknanya
adalah meminta tambahan lagi karena ia masih kuat berpuasa.
[109] Dahr artinya masa, puasa dahr
biasa diterjemahkan puasa sepanjang tahun atau puasa selamanya.
[110] Karena satu kebaikan dilipatkan sepuluh. Maka puasa 3 hari
dalam sebulan, seakan puasa 30 hari.
[111] Hajjāj bin Yūsuf Ats-Tsaqofī adalah amir yang kejam, ia
membunuh siapa saja yang menyelisihinya, dan kedatangannya ke Bashroh pada
tahun 75 H, sementara usia Anas mendekati 100 tahun dan wafat tahun 93 H.
[112] Yaitu akhir bulan, karena saror artinya
redup, seolah-olah menunjukkan kondisi bulan sedang redup di akhir bulan, yaitu
tanggal 28 dan 29 atau plus tanggal 30 jika bulan sempurna 30 hari. Adapula
yang mengartikannya tengah bulan yaitu hari-hari putih (tanggal 13, 14, 15).
Yang nampak, Al-Bukhori condong ke makna akhir bulan, sebagaimana dalam judul.
[113] HR. Muslim no. 1161. Al-Bukhori mengomentari:
Ash-Sholt (rowi hadits) tidak menyebut Romadhon dan dalam riwayat lain: Sya’ban
(dan ini yang benar). Makna hadits: Nabi ﷺ biasa memperbanyak
puasa di Sya’ban dan menganjurkan Shohabatnya demikian. Maka Nabi ﷺ
menyuruh Shohabat ini agar mengganti 2 hari yang ia tinggalkan di akhir Sya’ban
dengan 2 hari paska lebaran, agar ia tetap menjaga rutinitas puasanya, karena
ibadah yang paling Allah cintai adalah yang rutin atau kontinyu dikerjakan.
Hadits ini tidak bertentangan dengan larangan puasa dua hari menjelang
Romadhon, karena dikecualikan bagi siapa yang puasa rutinnya jatuh pada hari
larangan tersebut, ia tetap boleh berpuasa.
[114] HR. Muslim no. 1143.
[115] HR. Muslim no. 1144.
[116] HR. Muslim no. 1124.
[117] Faidah: dari sini jelas bahwa fithri bukan artinya kembali
suci, tetapi kembali makan dan minum yang sebelumnya diharomkan saat berpuasa.
[118] HR. Muslim no. 1137.
[119] Yakni sepotong kain yang dililitkan (diselimutkan)
ke badan, mirip jenazah, sehingga ia tidak bebas bergerak. Hal ini akan
menyusahkannya dan menjadikannya tidak sempurna dalam gerakan sholat.
[120] Yakni mengenakan sepotong kain pendek dengan
dililitkan ke badan sehingga dikhawatirkan aurotnya terbuka ketika jongkok dan
semisalnya.
[121] Yakni melarang sholat Sunnah setelah sholat Shubuh
dan sholat Ashar.
[122] Secara bahasa artinya menyentuh, yaitu penjual
menjual barang tanpa dilihat dan kapan tangan pembeli menyentuhnya maka ia
memilikinya. Cara ini dilarang karena ada unsur ghoror (ketidakjelasan).
[123] Secara bahasa artinya melempar, yakni pembeli melempar
sesuatu ke barang-barang yang dijual, jika mengenai apapun baik baju maupun
yang lainnya maka itulah yang ia beli. Cara ini dilarang karena ada unsur ghoror
(ketidakjelasan).
[124] HR. Muslim no. 1511.
[125] HR. Muslim no. 1139. Yakni kamu jangan berpuasa di
hari raya dan tetap menepati nadzar di hari lain, sesuai kaidah “jika larangan
dan tuntutan bertemu maka didahulukan larangan.”
[126] Adapun sholat Sunnah yang memiliki sebab, boleh
kapanpun, misalnya sholat Tahiyatul Masjid.
[127] Asal dari puasa Tasyriq adalah terlarang, dan dikecualikan
bagi jamaah haji yang tidak mendapatkan hadyu (hewan Qurban),
sebagaimana dijelaskan dalam hadits di bawah.
[128] Hadyu adalah menyembelih kurban untuk membayar dam
(pelanggaran dalam haji) atau karena mengerjakan haji Tamattu’.
[129] Tamattu’ adalah satu dari tiga model ibadah haji,
yaitu ia menggabungkan umroh bersama haji. Dia memakai ihrom (pakaian putih dua
potong: untuk menutupi dada dan sebagai sarung) dari miqot (batas awal ihrom)
dengan niat umroh, dan setelah bertahallul (memotong rambut) ia memakai ihrom
lagi niat haji di Makkah. Haji model ini diwajibkan membayar dam, yaitu
menyembelih kurban, jika tidak memiliki maka ia berpuasa beberapa hari dan
boleh dikerjakan di hari-hari Tasyriq.
[130] HR. Muslim no. 1129.
[131] Lebih berhak bergembira atas selamatnya Musa ڠ.
[132] HR. Muslim no. 1130.
[133] Yakni berpuasalah kalian wahai Shohabatku untuk menyelisihi
hari raya Yahudi, karena di hari raya tidak boleh berpuasa.
[134] HR. Muslim no. 1131.
[135] HR. Muslim no. 1132.