Kitab Permulaan Wahyu - Shohih Al-Bukhori - Pustaka Syabab
Kitab Permulaan Wahyu - Shohih Al-Bukhori DOWNLOAD PDF | WORD 1. Bab: Bagaimana Permulaan Wahyu Turun Kepada Rosûlullôh ﷺ ? 1 - عَنْ عُمَر...
Kitab Permulaan Wahyu - Shohih Al-Bukhori
1. Bab:
Bagaimana Permulaan Wahyu Turun Kepada Rosûlullôh ﷺ?
1
- عَنْ عُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ ﭬ
عَلَى المِنْبَرِ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يَقُولُ: «إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ
امْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا، أَوْ
إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا، فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ»
1. Dari Umar bin
Khothob Rodhiyallohu ‘Anhu, dia berkata di atas mimbar: Aku mendengar Rosûlullôh
ﷺ
bersabda: “Semua amal tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan
sesuai niatnya. Siapa yang hijrohnya kepada dunia yang hendak ia raih atau
wanita yang hendak ia nikahi maka hijrohnya kepada apa yang ia hijroh kepadanya
tersebut.”[1]
2. Bab
2
- عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ المُؤْمِنِينَ ڤ، أَنَّ الحَارِثَ بْنَ هِشَامٍ ﭬ سَأَلَ رَسُولَ
اللَّهِ ﷺ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ! كَيْفَ يَأْتِيكَ الوَحْيُ؟ فَقَالَ رَسُولُ
اللَّهِ ﷺ: «أَحْيَانًا يَأْتِينِي مِثْلَ صَلْصَلَةِ
الجَرَسِ، وَهُوَ أَشَدُّهُ عَلَيَّ، فَيُفْصَمُ عَنِّي وَقَدْ وَعَيْتُ عَنْهُ مَا
قَالَ، وَأَحْيَانًا يَتَمَثَّلُ لِيَ المَلَكُ رَجُلًا فَيُكَلِّمُنِي فَأَعِي مَا
يَقُولُ» قَالَتْ عَائِشَةُ ڤ: وَلَقَدْ رَأَيْتُهُ يَنْزِلُ عَلَيْهِ الوَحْيُ
فِي اليَوْمِ الشَّدِيدِ البَرْدِ، فَيَفْصِمُ عَنْهُ وَإِنَّ جَبِينَهُ لَيَتَفَصَّدُ
عَرَقًا
2. Dari Aisyah
Ummul Mukminin Rodhiyallohu ‘Anha, bahwa Al-Harits bin Hisyam Rodhiyallohu
‘Anhu bertanya kepada Rosûlullôh ﷺ: “Wahai Rosûlullôh! Bagaimana
wahyu turun kepada Anda?” Rosûlullôh ﷺ menjawab: “Kadang-kadang
wahyu datang (didahului) seperti gemerincing lonceng dan ini yang paling berat
bagiku. Setelah selesai gemerincingnya, aku telah hafal apa yang diwahyukan
tersebut. Kadang-kadang Malaikat menyamar menjadi seorang pemuda (tampan) lalu
menyampaikan wahyu kepadaku dan aku hafal apa yang dikatakannya itu.”
Aisyah Rodhiyallohu ‘Anha berkata: “Aku pernah melihat beliau saat wahyu
turun kepadanya pada hari yang sangat dingin, usai itu kening beliau bercucuran
keringat.”[2]
3. Bab:
3
- عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ المُؤْمِنِينَ ڤ،
أَنَّهَا قَالَتْ: أَوَّلُ مَا بُدِئَ بِهِ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ مِنَ الوَحْيِ الرُّؤْيَا
الصَّالِحَةُ فِي النَّوْمِ، فَكَانَ لاَ يَرَى رُؤْيَا إِلَّا جَاءَتْ مِثْلَ فَلَقِ
الصُّبْحِ، ثُمَّ حُبِّبَ إِلَيْهِ الخَلاَءُ، وَكَانَ يَخْلُو بِغَارِ حِرَاءٍ فَيَتَحَنَّثُ
فِيهِ - وَهُوَ التَّعَبُّدُ - اللَّيَالِيَ ذَوَاتِ العَدَدِ قَبْلَ أَنْ يَنْزِعَ
إِلَى أَهْلِهِ، وَيَتَزَوَّدُ لِذَلِكَ، ثُمَّ يَرْجِعُ إِلَى خَدِيجَةَ فَيَتَزَوَّدُ
لِمِثْلِهَا، حَتَّى جَاءَهُ الحَقُّ وَهُوَ فِي غَارِ حِرَاءٍ، فَجَاءَهُ المَلَكُ
فَقَالَ: اقْرَأْ، قَالَ: «مَا أَنَا بِقَارِئٍ»،
قَالَ: «فَأَخَذَنِي فَغَطَّنِي حَتَّى بَلَغَ مِنِّي
الجَهْدَ ثُمَّ أَرْسَلَنِي، فَقَالَ: اقْرَأْ، قُلْتُ: مَا أَنَا بِقَارِئٍ، فَأَخَذَنِي
فَغَطَّنِي الثَّانِيَةَ حَتَّى بَلَغَ مِنِّي الجَهْدَ ثُمَّ أَرْسَلَنِي، فَقَالَ:
اقْرَأْ، فَقُلْتُ: مَا أَنَا بِقَارِئٍ، فَأَخَذَنِي فَغَطَّنِي الثَّالِثَةَ ثُمَّ
أَرْسَلَنِي، فَقَالَ: {اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ * خَلَقَ الإِنْسَانَ
مِنْ عَلَقٍ * اقْرَأْ وَرَبُّكَ الأَكْرَمُ} [العلق: 1-5]» فَرَجَعَ بِهَا
رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يَرْجُفُ فُؤَادُهُ، فَدَخَلَ عَلَى خَدِيجَةَ بِنْتِ خُوَيْلِدٍ
ڤ، فَقَالَ: «زَمِّلُونِي زَمِّلُونِي»،
فَزَمَّلُوهُ حَتَّى ذَهَبَ عَنْهُ الرَّوْعُ، فَقَالَ لِخَدِيجَةَ وَأَخْبَرَهَا الخَبَرَ:
«لَقَدْ خَشِيتُ عَلَى نَفْسِي»، فَقَالَتْ خَدِيجَةُ: كَلَّا وَاللَّهِ!
مَا يُخْزِيكَ اللَّهُ أَبَدًا؛ إِنَّكَ لَتَصِلُ الرَّحِمَ، وَتَحْمِلُ الكَلَّ، وَتَكْسِبُ
المَعْدُومَ، وَتَقْرِي الضَّيْفَ، وَتُعِينُ عَلَى نَوَائِبِ الحَقِّ، فَانْطَلَقَتْ
بِهِ خَدِيجَةُ حَتَّى أَتَتْ بِهِ وَرَقَةَ بْنَ نَوْفَلِ بْنِ أَسَدِ بْنِ عَبْدِ
العُزَّى ابْنَ عَمِّ خَدِيجَةَ وَكَانَ امْرَأً تَنَصَّرَ فِي الجَاهِلِيَّةِ، وَكَانَ
يَكْتُبُ الكِتَابَ العِبْرَانِيَّ، فَيَكْتُبُ مِنَ الإِنْجِيلِ بِالعِبْرَانِيَّةِ
مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَكْتُبَ، وَكَانَ شَيْخًا كَبِيرًا قَدْ عَمِيَ، فَقَالَتْ
لَهُ خَدِيجَةُ: يَا ابْنَ عَمِّ! اسْمَعْ مِنَ ابْنِ أَخِيكَ، فَقَالَ لَهُ وَرَقَةُ:
يَا ابْنَ أَخِي مَاذَا تَرَى؟ فَأَخْبَرَهُ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ خَبَرَ مَا رَأَى، فَقَالَ
لَهُ وَرَقَةُ: هَذَا النَّامُوسُ الَّذِي نَزَّلَ اللَّهُ عَلَى مُوسَى، يَا لَيْتَنِي
فِيهَا جَذَعًا، لَيْتَنِي أَكُونُ حَيًّا إِذْ يُخْرِجُكَ قَوْمُكَ، فَقَالَ رَسُولُ
اللَّهِ ﷺ: «أَوَ مُخْرِجِيَّ هُمْ»، قَالَ:
نَعَمْ، لَمْ يَأْتِ رَجُلٌ قَطُّ بِمِثْلِ مَا جِئْتَ بِهِ إِلَّا عُودِيَ، وَإِنْ
يُدْرِكْنِي يَوْمُكَ أَنْصُرْكَ نَصْرًا مُؤَزَّرًا ثُمَّ لَمْ يَنْشَبْ وَرَقَةُ
أَنْ تُوُفِّيَ، وَفَتَرَ الوَحْيُ
3. Dari Aisyah
Ummul Mukmini Rodhiyallohu ‘Anha, dia berkata: Permulaaan wahyu yang
datang kepada Rosûlullôh ﷺ berupa mimpi
yang benar dalam tidur. Dan tidaklah beliau bermimpi kecuali datang seperti
cahaya subuh (sangat jelas dan benar-benar terjadi). Kemudian beliau menyukai menyendiri,
dan memilih gua Hiro untuk fokus beribadah di malam hari dalam beberapa waktu
lamanya sebelum kemudian kembali kepada keluarganya guna mempersiapkan bekal
untuk beribadah kembali. Kemudian beliau menemui Khodijah untuk mempersiapkan
bekal seperti sebelumnya. Sampai akhirnya datang kebenaran (wahyu) saat beliau
di gua Hiro, Malaikat datang seraya berkata: “Bacalah!” Beliau menjawab: “Aku
tidak bisa baca.” Nabi ﷺ melanjutkan: “Maka Malaikat itu mendekapku sangat kuat lalu melepasku
dan berkata lagi: ‘Bacalah!’ Kujawab: ‘Aku tidak bisa baca.’ Maka Malaikat itu
mendekapku sangat kuat lalu melepasku dan berkata lagi: ‘Bacalah!’ Kujawab:
‘Aku tidak bisa baca.’ Malaikat itu mendekapku kembali untuk ketiga kalinya dengan
sangat kuat lalu melepasku, dan berkata lagi: ‘Bacalah dengan (menyebut) nama Robb-mu
yang menciptakan. Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Robb-mu
yang Maha Pemurah (agungkanlah). Yang mengajari manusia dengan pena. Mengajari
manusia apa yang tidak diketahuinya,’ (QS. Al-Alaq: 1-5). Rosûlullôh ﷺ kembali kepada keluarganya
membawa wahyu tersebut dalam keadaan ketakutan. Beliau menemui Khodijah binti
Khuwailid seraya berkata: “Selimuti aku, selimuti aku!” Beliau pun
diselimuti hingga hilang ketakutannya. Lalu beliau menceritakan peristiwa yang
terjadi kepada Khodijah: “Aku mengkhawatirkan diriku.” Maka Khodijah
berkata: “Demi Allôh, Allôh tidak akan mencelakakanmu selamanya, karena engkau
adalah orang yang menyambung silaturrohim, memikul beban orang yang kesulitan,
memberi harta kepada orang yang papa, menjamu tamu, dan membantu orang-orang
yang terkena musibah.” Khodijah kemudian mengajak beliau untuk bertemu dengan
Waroqoh bin Naufal bin Asad bin Abdul 'Uzza, sepupu Khodijah, yang beragama
Nasrani di masa Jahiliyyah, dia juga menulis buku dalam bahasa Ibroni, juga
menulis Kitab Injil dalam bahasa Ibroni sebanyak yang Allôh kehendaki. Saat itu
Waroqoh sudah tua dan matanya buta. Khodijah berkata: “Wahai sepupuku,
dengarkanlah apa yang akan disampaikan oleh putra saudaramu ini.” Waroqoh
berkata: “Wahai putra saudaraku, apa yang sudah kamu alami?” Maka Rosûlullôh ﷺ menuturkan peristiwa yang
dialaminya. Waroqoh berkata: “Ini adalah Namus (Jibril), seperti yang pernah Allôh
turunkan kepada Musa. Seandainya aku masih muda, seandainya aku masih hidup
saat kamu nanti diusir oleh kaummu.” Rosûlullôh ﷺ bertanya: “Apakah aku akan
diusir mereka?” Waroqoh menjawab: “Iya. Karena tidak ada satu orang pun yang
datang dengan membawa seperti apa yang kamu bawa ini kecuali akan disakiti
(dimusuhi). Seandainya aku ada saat kejadian itu, pasti aku akan menolongmu
dengan segenap kemampuanku.” Waroqoh tidak mengalami masa kenabian karena kedahuluan
meninggal dunia. Lalu wahyu terhenti lama turun setelah itu.
4
- عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الأَنْصَارِيِّ ﭭ،
قَالَ وَهُوَ يُحَدِّثُ عَنْ فَتْرَةِ الوَحْيِ: «بَيْنَا
أَنَا أَمْشِي إِذْ سَمِعْتُ صَوْتًا مِنَ السَّمَاءِ، فَرَفَعْتُ بَصَرِي، فَإِذَا
المَلَكُ الَّذِي جَاءَنِي بِحِرَاءٍ جَالِسٌ عَلَى كُرْسِيٍّ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ،
فَرُعِبْتُ مِنْهُ، فَرَجَعْتُ فَقُلْتُ: زَمِّلُونِي زَمِّلُونِي، فَأَنْزَلَ اللَّهُ
تَعَالَى: {يَا أَيُّهَا المُدَّثِّرُ * قُمْ فَأَنْذِرْ} [المدثر: 2] إِلَى قَوْلِهِ
{وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ} [المدثر: 5]»
4. Dari Jabir bin
Abdillah Al-Anshori Rodhiyallohu ‘Anhuma, dia berkata saat membicarakan
kekosongan wahyu bahwa Rosûlullôh ﷺ bersabda: “Ketika aku
berjalan, tiba-tiba aku mendengar suara dari langit lalu kuangkat pandanganku,
ternyata Malaikat yang penah menemuiku di gura Hiro duduk di atas kursi antara
langit dan bumi. Aku ketakutan dan pulang sambil mengatakan: ‘Selimut aku,
selimuti aku.’ Lalu Allôh menurunkan ayat: ‘Wahai orang yang beselimut, berdiri
dan berilah peringatan (berdakwah). Robb-mu agungkanlah. Pakaianmu (jiwamu)
bersihkanlah (dari noda kesyirikan), dan berhala tinggalkanlah.” (QS.
Al-Muddatstsir: 5)
4. Bab:
5
–
عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ ﭭ
فِي قَوْلِهِ تَعَالَى: {لاَ تُحَرِّكْ بِهِ لِسَانَكَ
لِتَعْجَلَ بِهِ} [القيامة: 16] قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يُعَالِجُ
مِنَ التَّنْزِيلِ شِدَّةً، وَكَانَ مِمَّا يُحَرِّكُ شَفَتَيْهِ - فَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ:
فَأَنَا أُحَرِّكُهُمَا لَكُمْ كَمَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يُحَرِّكُهُمَا، وَقَالَ
سَعِيدٌ: أَنَا أُحَرِّكُهُمَا كَمَا رَأَيْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ يُحَرِّكُهُمَا، فَحَرَّكَ
شَفَتَيْهِ - فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى: {لاَ تُحَرِّكْ
بِهِ لِسَانَكَ لِتَعْجَلَ بِهِ إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْآنَهُ}
[القيامة: 17] قَالَ: جَمْعُهُ لَكَ فِي صَدْرِكَ وَتَقْرَأَهُ،
{فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ}
[القيامة: 18] قَالَ: فَاسْتَمِعْ لَهُ وَأَنْصِتْ، {ثُمَّ
إِنَّ عَلَيْنَا بَيَانَهُ} [القيامة: 19]: ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا أَنْ
تَقْرَأَهُ فَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ بَعْدَ ذَلِكَ إِذَا أَتَاهُ جِبْرِيلُ اسْتَمَعَ،
فَإِذَا انْطَلَقَ جِبْرِيلُ قَرَأَهُ النَّبِيُّ ﷺ كَمَا قَرَأَهُ
5. Dari Said bin
Jubair, dari Ibnu Abbas Rodhiyallohu ‘Anhuma, ia berkata tentang firman Allôh:
“Kamu jangan tergesa-gesa menggerak-gerakkan lisanmu untuk ingin cepat-cepat
menguasainya,” (QS. Al-Qiyamah: 17): Rosûlullôh ﷺ sangat berat saat-saat turunnya
wahyu dan di antara sebabnya adalah tergesa-gesa menggerak-gerakkan kedua
bibirkan (khawatir lupa setelah selesai), —Ibnu Abbas berkata: Aku
menggerak-gerakkan kedua bibirku ini kepada kalian seperti yang dilakukan Rosûlullôh.
Said berkata: Aku menggerak-gerakkan kedua bibirku ini kepada kalian seperti
yang dilakukan Ibnu Abbas— lalu Allôh menurunkan ayat: “Kamu jangan
tergesa-gesa menggerak-gerakkan lisanmu untuk ingin cepat-cepat menguasainya,
karena menjadi tanggungan kami menghimpunnya dan mengajarimu membacanya,”
(QS. Al-Qiyamah: 17) maksudnya menghimpunnya di dadamu dan kamu mampu
membacanya. “Apabila kami telah selesai membacanya maka ikutilah bacaan
itu,” (Ayat 18) maksudnya dengarkan dulu dan diamlah. “Kemudian menjadi
tanggungan Kami menjelaskan (tafsirnya),” (ayat 19) maksudnya menjadi
kewajiban Kami menjadikanmu mampu membacanya (lafazh dan tafsirnya). Setelah
itu, apabila Rosûlullôh ﷺ didatangi Jibril, beliau fokus mendengarkan. Jika Jibril sudah
pergi, Nabi ﷺ
membacanya persis seperti apa yang dibaca Jibril.
5. Bab:
6
- عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ ﭭ،
قَالَ: «كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ أَجْوَدَ النَّاسِ، وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ
فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ، وَكَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ
رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ القُرْآنَ، فَلَرَسُولُ اللَّهِ ﷺ أَجْوَدُ بِالخَيْرِ مِنَ
الرِّيحِ المُرْسَلَةِ»
6. Dari Ibnu
Abbas Rodhiyallohu ‘Anhuma, dia berkata: “Rosûlullôh ﷺ adalah manusia yang paling
dermawan (dalam ilmu dan harta). Puncak kedermawanannya terjadi di bulan
Romadhon saat didatangi Jibril. Dia mendatangi beliau setiap malam Romadhan
untuk tadarrus Quran. Sungguh Rosûlullôh ﷺ sangat dermawan dalam kebaikan
melebihi angin yang berhembus.”[3]
6. Bab
7
–
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ ﭭ،
أَنَّ أَبَا سُفْيَانَ بْنَ حَرْبٍ أَخْبَرَهُ: أَنَّ هِرَقْلَ أَرْسَلَ إِلَيْهِ فِي
رَكْبٍ مِنْ قُرَيْشٍ، وَكَانُوا تُجَّارًا بِالشَّأْمِ فِي المُدَّةِ الَّتِي كَانَ
رَسُولُ اللَّهِ ﷺ مَادَّ فِيهَا أَبَا سُفْيَانَ وَكُفَّارَ قُرَيْشٍ، فَأَتَوْهُ
وَهُمْ بِإِيلِيَاءَ، فَدَعَاهُمْ فِي مَجْلِسِهِ، وَحَوْلَهُ عُظَمَاءُ الرُّومِ،
ثُمَّ دَعَاهُمْ وَدَعَا بِتَرْجُمَانِهِ، فَقَالَ: أَيُّكُمْ أَقْرَبُ نَسَبًا بِهَذَا
الرَّجُلِ الَّذِي يَزْعُمُ أَنَّهُ نَبِيٌّ؟ فَقَالَ أَبُو سُفْيَانَ: فَقُلْتُ أَنَا
أَقْرَبُهُمْ نَسَبًا، فَقَالَ: أَدْنُوهُ مِنِّي، وَقَرِّبُوا أَصْحَابَهُ فَاجْعَلُوهُمْ
عِنْدَ ظَهْرِهِ، ثُمَّ قَالَ لِتَرْجُمَانِهِ: قُلْ لَهُمْ إِنِّي سَائِلٌ هَذَا عَنْ
هَذَا الرَّجُلِ، فَإِنْ كَذَبَنِي فَكَذِّبُوهُ فَوَاللَّهِ لَوْلاَ الحَيَاءُ مِنْ
أَنْ يَأْثِرُوا عَلَيَّ كَذِبًا لَكَذَبْتُ عَنْهُ ثُمَّ كَانَ أَوَّلَ مَا سَأَلَنِي
عَنْهُ أَنْ قَالَ: كَيْفَ نَسَبُهُ فِيكُمْ؟ قُلْتُ: هُوَ فِينَا ذُو نَسَبٍ، قَالَ:
فَهَلْ قَالَ هَذَا القَوْلَ مِنْكُمْ أَحَدٌ قَطُّ قَبْلَهُ؟ قُلْتُ: لاَ قَالَ: فَهَلْ
كَانَ مِنْ آبَائِهِ مِنْ مَلِكٍ؟ قُلْتُ: لاَ قَالَ: فَأَشْرَافُ النَّاسِ يَتَّبِعُونَهُ
أَمْ ضُعَفَاؤُهُمْ؟ فَقُلْتُ: بَلْ ضُعَفَاؤُهُمْ قَالَ: أَيَزِيدُونَ أَمْ يَنْقُصُونَ؟
قُلْتُ: بَلْ يَزِيدُونَ قَالَ: فَهَلْ يَرْتَدُّ أَحَدٌ مِنْهُمْ سَخْطَةً لِدِينِهِ
بَعْدَ أَنْ يَدْخُلَ فِيهِ؟ قُلْتُ: لاَ قَالَ: فَهَلْ كُنْتُمْ تَتَّهِمُونَهُ بِالكَذِبِ
قَبْلَ أَنْ يَقُولَ مَا قَالَ؟ قُلْتُ: لاَ قَالَ: فَهَلْ يَغْدِرُ؟ قُلْتُ: لاَ،
وَنَحْنُ مِنْهُ فِي مُدَّةٍ لاَ نَدْرِي مَا هُوَ فَاعِلٌ فِيهَا، قَالَ: وَلَمْ تُمْكِنِّي
كَلِمَةٌ أُدْخِلُ فِيهَا شَيْئًا غَيْرُ هَذِهِ الكَلِمَةِ، قَالَ: فَهَلْ قَاتَلْتُمُوهُ؟
قُلْتُ: نَعَمْ قَالَ: فَكَيْفَ كَانَ قِتَالُكُمْ إِيَّاهُ؟ قُلْتُ: الحَرْبُ بَيْنَنَا
وَبَيْنَهُ سِجَالٌ، يَنَالُ مِنَّا وَنَنَالُ مِنْهُ قَالَ: مَاذَا يَأْمُرُكُمْ؟
قُلْتُ: يَقُولُ: اعْبُدُوا اللَّهَ وَحْدَهُ وَلاَ تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا، وَاتْرُكُوا
مَا يَقُولُ آبَاؤُكُمْ، وَيَأْمُرُنَا بِالصَّلاَةِ وَالزَّكَاةِ وَالصِّدْقِ وَالعَفَافِ
وَالصِّلَةِ فَقَالَ لِلتَّرْجُمَانِ: قُلْ لَهُ: سَأَلْتُكَ عَنْ نَسَبِهِ فَذَكَرْتَ
أَنَّهُ فِيكُمْ ذُو نَسَبٍ، فَكَذَلِكَ الرُّسُلُ تُبْعَثُ فِي نَسَبِ قَوْمِهَا وَسَأَلْتُكَ
هَلْ قَالَ أَحَدٌ مِنْكُمْ هَذَا القَوْلَ، فَذَكَرْتَ أَنْ لاَ، فَقُلْتُ: لَوْ كَانَ
أَحَدٌ قَالَ هَذَا القَوْلَ قَبْلَهُ، لَقُلْتُ رَجُلٌ يَأْتَسِي بِقَوْلٍ قِيلَ قَبْلَهُ
وَسَأَلْتُكَ هَلْ كَانَ مِنْ آبَائِهِ مِنْ مَلِكٍ، فَذَكَرْتَ أَنْ لاَ، قُلْتُ فَلَوْ
كَانَ مِنْ آبَائِهِ مِنْ مَلِكٍ، قُلْتُ رَجُلٌ يَطْلُبُ مُلْكَ أَبِيهِ، وَسَأَلْتُكَ،
هَلْ كُنْتُمْ تَتَّهِمُونَهُ بِالكَذِبِ قَبْلَ أَنْ يَقُولَ مَا قَالَ، فَذَكَرْتَ
أَنْ لاَ، فَقَدْ أَعْرِفُ أَنَّهُ لَمْ يَكُنْ لِيَذَرَ الكَذِبَ عَلَى النَّاسِ وَيَكْذِبَ
عَلَى اللَّهِ وَسَأَلْتُكَ أَشْرَافُ النَّاسِ اتَّبَعُوهُ أَمْ ضُعَفَاؤُهُمْ، فَذَكَرْتَ
أَنَّ ضُعَفَاءَهُمُ اتَّبَعُوهُ، وَهُمْ أَتْبَاعُ الرُّسُلِ وَسَأَلْتُكَ أَيَزِيدُونَ
أَمْ يَنْقُصُونَ، فَذَكَرْتَ أَنَّهُمْ يَزِيدُونَ، وَكَذَلِكَ أَمْرُ الإِيمَانِ
حَتَّى يَتِمَّ وَسَأَلْتُكَ أَيَرْتَدُّ أَحَدٌ سَخْطَةً لِدِينِهِ بَعْدَ أَنْ يَدْخُلَ
فِيهِ، فَذَكَرْتَ أَنْ لاَ، وَكَذَلِكَ الإِيمَانُ حِينَ تُخَالِطُ بَشَاشَتُهُ القُلُوبَ
وَسَأَلْتُكَ هَلْ يَغْدِرُ، فَذَكَرْتَ أَنْ لاَ، وَكَذَلِكَ الرُّسُلُ لاَ تَغْدِرُ
وَسَأَلْتُكَ بِمَا يَأْمُرُكُمْ، فَذَكَرْتَ أَنَّهُ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تَعْبُدُوا
اللَّهَ وَلاَ تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا، وَيَنْهَاكُمْ عَنْ عِبَادَةِ الأَوْثَانِ،
وَيَأْمُرُكُمْ بِالصَّلاَةِ وَالصِّدْقِ وَالعَفَافِ، فَإِنْ كَانَ مَا تَقُولُ حَقًّا
فَسَيَمْلِكُ مَوْضِعَ قَدَمَيَّ هَاتَيْنِ، وَقَدْ كُنْتُ أَعْلَمُ أَنَّهُ خَارِجٌ،
لَمْ أَكُنْ أَظُنُّ أَنَّهُ مِنْكُمْ، فَلَوْ أَنِّي أَعْلَمُ أَنِّي أَخْلُصُ إِلَيْهِ
لَتَجَشَّمْتُ لِقَاءَهُ، وَلَوْ كُنْتُ عِنْدَهُ لَغَسَلْتُ عَنْ قَدَمِهِ ثُمَّ دَعَا
بِكِتَابِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ الَّذِي بَعَثَ بِهِ دِحْيَةُ إِلَى عَظِيمِ بُصْرَى،
فَدَفَعَهُ إِلَى هِرَقْلَ، فَقَرَأَهُ فَإِذَا فِيهِ: «بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ
الرَّحِيمِ، مِنْ مُحَمَّدٍ عَبْدِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ إِلَى هِرَقْلَ عَظِيمِ الرُّومِ:
سَلاَمٌ عَلَى مَنِ اتَّبَعَ الهُدَى، أَمَّا بَعْدُ: فَإِنِّي أَدْعُوكَ بِدِعَايَةِ
الإِسْلاَمِ، أَسْلِمْ تَسْلَمْ، يُؤْتِكَ اللَّهُ أَجْرَكَ مَرَّتَيْنِ، فَإِنْ تَوَلَّيْتَ
فَإِنَّ عَلَيْكَ إِثْمَ الأَرِيسِيِّينَ، وَ {يَا أَهْلَ
الكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَنْ لاَ نَعْبُدَ
إِلَّا اللَّهَ وَلاَ نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلاَ يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا
مِنْ دُونِ اللَّهِ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ}
[آل عمران: 64]»، قَالَ أَبُو سُفْيَانَ: فَلَمَّا قَالَ مَا قَالَ، وَفَرَغَ مِنْ
قِرَاءَةِ الكِتَابِ، كَثُرَ عِنْدَهُ الصَّخَبُ وَارْتَفَعَتِ الأَصْوَاتُ وَأُخْرِجْنَا،
فَقُلْتُ لِأَصْحَابِي حِينَ أُخْرِجْنَا: لَقَدْ أَمِرَ أَمْرُ ابْنِ أَبِي كَبْشَةَ،
إِنَّهُ يَخَافُهُ مَلِكُ بَنِي الأَصْفَرِ فَمَا زِلْتُ مُوقِنًا أَنَّهُ سَيَظْهَرُ
حَتَّى أَدْخَلَ اللَّهُ عَلَيَّ الإِسْلاَمَ وَكَانَ ابْنُ النَّاظُورِ، صَاحِبُ إِيلِيَاءَ
وَهِرَقْلَ، سُقُفًّا عَلَى نَصَارَى الشَّأْمِ يُحَدِّثُ أَنَّ هِرَقْلَ حِينَ قَدِمَ
إِيلِيَاءَ، أَصْبَحَ يَوْمًا خَبِيثَ النَّفْسِ، فَقَالَ بَعْضُ بَطَارِقَتِهِ: قَدِ
اسْتَنْكَرْنَا هَيْئَتَكَ، قَالَ ابْنُ النَّاظُورِ: وَكَانَ هِرَقْلُ حَزَّاءً يَنْظُرُ
فِي النُّجُومِ، فَقَالَ لَهُمْ حِينَ سَأَلُوهُ: إِنِّي رَأَيْتُ اللَّيْلَةَ حِينَ
نَظَرْتُ فِي النُّجُومِ مَلِكَ الخِتَانِ قَدْ ظَهَرَ، فَمَنْ يَخْتَتِنُ مِنْ هَذِهِ
الأُمَّةِ؟ قَالُوا: لَيْسَ يَخْتَتِنُ إِلَّا اليَهُودُ، فَلاَ يُهِمَّنَّكَ شَأْنُهُمْ،
وَاكْتُبْ إِلَى مَدَايِنِ مُلْكِكَ، فَيَقْتُلُوا مَنْ فِيهِمْ مِنَ اليَهُودِ فَبَيْنَمَا
هُمْ عَلَى أَمْرِهِمْ، أُتِيَ هِرَقْلُ بِرَجُلٍ أَرْسَلَ بِهِ مَلِكُ غَسَّانَ يُخْبِرُ
عَنْ خَبَرِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ، فَلَمَّا اسْتَخْبَرَهُ هِرَقْلُ قَالَ: اذْهَبُوا
فَانْظُرُوا أَمُخْتَتِنٌ هُوَ أَمْ لاَ، فَنَظَرُوا إِلَيْهِ، فَحَدَّثُوهُ أَنَّهُ
مُخْتَتِنٌ، وَسَأَلَهُ عَنِ العَرَبِ، فَقَالَ: هُمْ يَخْتَتِنُونَ، فَقَالَ هِرَقْلُ:
هَذَا مُلْكُ هَذِهِ الأُمَّةِ قَدْ ظَهَرَ ثُمَّ كَتَبَ هِرَقْلُ إِلَى صَاحِبٍ لَهُ
بِرُومِيَةَ، وَكَانَ نَظِيرَهُ فِي العِلْمِ، وَسَارَ هِرَقْلُ إِلَى حِمْصَ، فَلَمْ
يَرِمْ حِمْصَ حَتَّى أَتَاهُ كِتَابٌ مِنْ صَاحِبِهِ يُوَافِقُ رَأْيَ هِرَقْلَ عَلَى
خُرُوجِ النَّبِيِّ ﷺ، وَأَنَّهُ نَبِيٌّ، فَأَذِنَ هِرَقْلُ لِعُظَمَاءِ الرُّومِ
فِي دَسْكَرَةٍ لَهُ بِحِمْصَ، ثُمَّ أَمَرَ بِأَبْوَابِهَا فَغُلِّقَتْ، ثُمَّ اطَّلَعَ
فَقَالَ: يَا مَعْشَرَ الرُّومِ، هَلْ لَكُمْ فِي الفَلاَحِ وَالرُّشْدِ، وَأَنْ يَثْبُتَ
مُلْكُكُمْ، فَتُبَايِعُوا هَذَا النَّبِيَّ؟ فَحَاصُوا حَيْصَةَ حُمُرِ الوَحْشِ إِلَى
الأَبْوَابِ، فَوَجَدُوهَا قَدْ غُلِّقَتْ، فَلَمَّا رَأَى هِرَقْلُ نَفْرَتَهُمْ،
وَأَيِسَ مِنَ الإِيمَانِ، قَالَ: رُدُّوهُمْ عَلَيَّ، وَقَالَ: إِنِّي قُلْتُ مَقَالَتِي
آنِفًا أَخْتَبِرُ بِهَا شِدَّتَكُمْ عَلَى دِينِكُمْ، فَقَدْ رَأَيْتُ، فَسَجَدُوا
لَهُ وَرَضُوا عَنْهُ، فَكَانَ ذَلِكَ آخِرَ شَأْنِ هِرَقْلَ
7. Dari Abdullah bin Abbas Rodhiyallohu ‘Anhuma, bahwa Abu Sufyan bin Harb mengabarkan kepadanya bahwa Herakrius mengundang rombongan dagang Quroisy yang sedang melakukan ekspedisi dagang menuju Syam saat genjatan senjata (perjanjian damai) antara Nabi ﷺ dengan Abu Sufyan dan kafir Quroisy. Mereka mendatangi Herakrius sewaktu mereka masih di Iliya (Baitul Maqdis). Heraklius mengundang mereka di majlisnya dengan dihadiri para pembesar Romawi. Heraklius memanggil mereka berserta penerjemah, dan ia berkata: “Siapa di antara kalian yang paling dekat nasabnya kepada seorang yang mengaku sebagai Nabi tersebut?” Abu Sufyan menjawab: “Aku, aku yang paling dekat nasabnya.” Heraklius berkata: “Dekatlah dia kepadaku.” Abu Sufyan didekatkan ke Heraklius sementara teman-teman Abu Sufyan berada di belakangnya. Heraklius berkata kepada penerjemahnya: “Katakanlah kepada teman-temannya: ‘Aku akan mengajukan beberapa pertanyaan kepadanya (Abu Sufyan), jika dia bohong, beritahu aku.’” Demi Allôh, seandainya bukan karena aku malu mereka menggelariku pendusta, pasti aku sudah berbohong kepadanya. Pertanyaan pertama kali yang diajukannya adalah: “Bagaimana nasabnya di antara kalian?” Jawabku: “Nasabnya mulia di tengah kami.” Dia bertanya: “Apakah seruannya ini pernah didahului oleh orang lain sebelumnya?” Jawabku: “Tidak.” Tanyanya lagi: “Apakah di antara leluhurnya ada yang menjadi raja?” Jawabku: “Tidak.” Tanyanya: “Pengikutnya dari kalangan orang-orang mulia atau orang-orang rendahan?” Jawabku: “Bahkan, orang-orang rendahan (fuqoro, lanjut usia, dan anak-anak).” Tanyanya: “Pengikutnya bertambah atau berkurang?” Jawabku: “Bahkan bertambah.” Tanyanya: “Apakah ada di antara mereka yang murtad karena benci setelah masuk ke agamanya?” Jawabku: “Tidak ada.” Tanyanya: “Apakah kalian menuduhnya pendusta sebelum ia menyerukan agamanya?” Jawabku: “Tidak.” Tanyanya: “Apakah dia penah berkhianat (melanggar perjanjian)?” Jawabku: “Tidak pernah, hanya saja kami sekarang sedang mengadakan perjanjian damai dengannya, dan kami tidak tahu apa yang akan dilakukannya kepada kami.” Aku tidak memiliki kalimat (celaan) yang memungkinkan untuk disisipkan selain kalimat ini. Tanyanya lagi: “Apakah kalian pernah berperang melawannya?” Jawabku: “Pernah.” Tanyanya: “Bagaimana hasil peperangan kalian?” Jawabku: “Kami berimbang, terkadang dia menang (dalam perang Badar tahun 2 H) dan terkadang kami menang (dalam perang Uhud tahun 3 H).” Tanyanya: “Apa yang dia perintahkan kepada kalian?” Jawabku: “Dia memerintahkan kami sholat, zakat, jujur, menjaga kesucian diri, dan menyambung kekerabatan.” Heraklius berkata kepada penerjemahnya: “Katakan kepadanya: Aku bertanya kepadamu tentang nasabnya lalu kamu menjawab bahwa dia orang paling mulia nasabnya di antara kalian, demikianlah para Rosul yang diutus dari nasab terbaik dari kaumnya. Aku bertanya kepadamu apakah ada orang lain sebelum dirinya yang pernah menyerukan dakwah ini lalu kamu menjawab tidak ada. Seandainya ada, tentu aku katakan bahwa dia lelaki yang jiplak ajaran orang lain sebelum dirinya. Aku bertanya kepadaku apakah ada lelehurnya yang menjadi raja lalu kamu menjawab tidak. Seandainya ada leluhurnya yang pernah menjadi raja, tentu aku akan mengatakan bahwa dirinya ingin merebut kembali tahta leluhurnya. Aku bertanya kepadamu apakah dia pernah berbohong sebelum mendawahkan ajarannya lalu kamu menjawab tidak. Aku tahu jika dia tidak pernah berbohong kepada manusia, tentu lebih mustahil berbohong atas nama Allôh. Aku bertanya kepadamu apakah pengikutnya dari kalangan orang-orang terpandang atau orang-orang rendahan, lalu kamu menjawab pengikutnya dari kalangan orang-orang rendahan, memang merekalah (mayoritas) pengikut para Nabi. Aku bertanya kepadamu apakah pengikutnya bertambah atau berkurang lalu kamu menjawab justru bertambah, demikianlah iman jika sudah sempurna. Aku bertanya kepadamu apakah ada salah satu pengikutnya yang murtad setelah masuk agamanya lalu kamu menjawab tidak ada, demikianlah imam jika sudah terasa manis di hati. Aku bertanya kepadamu apakah dia pernah berkhianat lalu kamu menjawab tidak, begitulah para Nabi tidak pernah khianat. Aku bertanya kepadamu apa yang diperintahkannya lalu kamu menjawab dia memerintahkan agar kalian hanya menyembah Allôh tidak menyekutukan-Nya dengan apapun dan melarang kalian dari menyembah berhala, dan memerintahkan kalian sholat, jujur, menjaga kesucian diri, jika benar apa yang kamu katakan tadi, kelak dia akan menguasai tempat yang kuinjak dengan kedua kakiku ini. Sungguh aku sudah tahu bahwa dia akan keluar, tetapi aku tidak menyangka bahwa dia berasal dari kaum kalian. Seandainya aku bisa menemuinya meskipun dengan susah payah, pasti akan kulakukan. Seandainya aku berada di sisinya, pasti akan kucuci kakinya.” Kemudian Heraklius meminta diambilkan surat Rosûlullôh ﷺ yang dibawa oleh Dihyah kepada gubernur Bushro lalu diserahkan kepada Heraklius. Dia membacanya ternyata berisi: “Dengan nama Allôh yang maha belas kasih kepada orang-orang beriman dan maha belas kasih kepada seluruh alam. Surat ini dari Muhammad bin Abdullah untuk Heraklius Pembesar Romawi: Keselamatan atas setiap yang mengikuti petunjuk. Amma bad'u: Aku mengajakmu kepada Islam. Masuklah Islam maka kamu akan selamat (dunia Akhirat), dan Allôh akan memberimu dua pahala sekaligus. Akan tetapi jika kamu menolak, maka kamu menanggung dosa bangsa Arisin (rakyatnya). ‘Wahai Ahli Kitab, kemarilah kepada satu kalimat yang sama antara kami dan kalian, yaitu: ‘Kita hanya menyembah Allôh dan kita tidak menyekutukan-Nya dengan apapun, serta kita tidak menjadikan sesama kita sebagai tuhan yang disembah selain Allôh.’ Jika mereka menolak, maka katakanlah: ‘Saksikanlah bahwa kami orang-orang Muslim,” (QS. Ali Imron [3]: 64). Abu Sufyan berkata: Setelah dia mengatakan itu dan membaca surat tersebut, orang-orang yang berada di sisinya mulai gaduh dan saling mengangkat suara, lalu kami disuruh keluar. Setelah dikeluarkan, aku berkata kepada teman-temanku: “Sungguh sangat hebat perkara Ibnu Abi Kabsyah (Muhammad ﷺ), dia telah membuat raja bangsa Romawi takut.” Aku selalu yakin bahwa Rosûlullôh ﷺ akan menang hingga Allôh memasukkanku ke dalam Islam. Ibnul Nazhur adalah walikota Iliya (Baitul Maqdis) sekaligus teman dekat Hiraklius, ia juga uskup Nashoro Syam. Dia menceritakan ketika Heraklius tiba di Iliya, wajahnya murung penuh kekhawatiran hingga pemuka-pemuka terdekatnya berkata: “Kami mengingkari keadaanmu ini.” Heraklius adalah ahli nujum (perbintangan/dukun) dan dia pernah berkata kepada pemuka-pemuka ketika ditanya sebab kemurungannya: “Pada suatu malam aku mengamati bintang-bintang dan aku melihat raja Khitan sudah muncul. Umat mana yang berkhitan?” Mereka menjawab: “Yang berkhitan hanya Yahudi, dan jangan terlalu risau memikirkan mereka. Titahkan saja ke negeri-negeri kekuasaanmu untuk membunuh semua orang Yahuadi yang ada di sana.” Ketika dalam kondisi seperti itu, Heraklius mendapat kiriman surat raja Ghossan yang mengabarkan Rosûlullôh ﷺ. Ketika mendapatkan kabar itu, ia langsung menyuruh utusan pergi mencari informasi apakah beliau berkhitam atau tidak? Mereka pun mencari informasi dan diberitahu bahwa beliau berkhitan. Dia juga bertanya tentang bangsa Arob apakah berkhitan, dan diberitahu bahwa mereka berkhitan. Heraklius berkata: “Inilah raja umat manusia, ia sudah muncul.” Kemudian Heraklius menulis surat kepada temannya di Rumiyah (kota terkenal sebagai basis Nashoro) yang selevel keilmuannya. Lalu Heraklius menuju Himsh (salah satu kota di Syam), dan surat balasan temannya telah tiba di sana sebelum kedatangan Hiraklius, yang berisi pendapatnya yang sama dengan Hiraklius atas munculnya Nabi ﷺ, dan dia benar Nabi ﷺ yang dimaksud. Akhirnya Hiraklius mengundang semua pembesarnya di istananya di Himsh dan memerintahkan agar semua pintu dikunci rapat. Lalu ia tampil dan berkata: “Wahai bangsa Romawi, apakah kalian mau kemenangan dan kemajuan yang gilang-gemilang, sedangkan kerajaan tetap utuh di tangan kita? Kalau mau, akuilah Muhammad sebagai Nabi!” Mendengar ucapan itu, mereka lari bagaikan keledai liar, padahal semua pintu telah terkunci. Melihat keadaan yang demikian, Heraklius jadi putus harapan atas keimanan mereka (kepada kenabian Muhammad ﷺ). Lalu diperintahkannya semuanya untuk kembali ke tempatnya masing-masing seraya berkata: “Sesungguhnya saya mengucapkan perkataanku tadi hanyalah sekedar menguji keteguhan kalian di atas agama kalian. Kini saya telah melihat keteguhan itu.” Lalu mereka sujud di hadapan Heraklius dan mereka senang kepadanya. Demikianlah akhir kisah Heraklius.[]
[1]
Semua amal tergantung niatnya: (1) apakah niatnya untuk ibadah wajib atau sunnah? Misalkan ia sholat dua
rokaat di waktu subuh, apakah ia niatkan dua rokaat Qobliyah Shubuh atau sholat
Shubuh? (2) Apakah niatnya untuk ibadah atau kebiasaan (rutinitas)? Misalnya ia
mandi, apakah ia niatkan sekedar membersihkan/mendinginkan badan atau untuk
mandi junub? Setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya: apakah amal
yang dikerjakannya untuk Allôh (ikhlas) atau untuk mencari pujian manusia
(riya) dan duniawi? Misalkan si A sholat dengan ikhlas untuk Allôh maka ibadah
ini mendapatkan pahala, sementara si B sholat untuk mencari muka manusia atau
agar sehat maka ia tidak mendapatkan pahala. Lalu Nabi ﷺ
memberikan contoh niat yang salah dalam berhijroh. Abdurrohman bin Mahdi
berkata: “Selayaknya bagi penulis untuk memulai kitabnya dengan hadits ini
untuk mengingatkan pelajar agar memperbaiki niatnya.” Jumlah hadits niat ada
tujuh yang disebar di tujuh tempat, Al-Bukhori memilih riwayat ini (meski tanpa
lafazh “siapa yang hijrohnya kepada Allah dan Rosul-Nya maka hijrohnya
kepada Allah dan Rosul-Nya”) karena hadits ini berasal dari Al-Humaidi
seorang Quroisy, untuk menghormati Nabi Shollallohu 'Alaihi wa Sallam yang
juga berasal dari Quroisy. Allahu a’lam.
[2] Bab ini dan seterusnya kosong dari
judul. Ibnu Hajar menjelaskan bahwa kedudukan bab kosong di sini seperti fasal
dalam kitab fiqih (subbab, rincian bab sebelumnya). Rangkuman dari semua hadits
yang dicantumkan dalam Kitab Permulaan Wahyu ini adalah: (1) wahyu
pertama berupa mimpi yang sangat jelas dan benar terjadi, (2) wahyu pertama
yang turun dalam kondisi terjaga adalah Al-Alaq 1-5 dan wahyu kedua yang turun
adalah Al-Muddatstsir 1-5, (3) sifat turunnya ada dua: kadang langsung dengan iringan
gemerincing lonceng dan kadang Jibril menjelma lelaki, (4) turunnya wahyu
begitu berat hingga beliau menggerak-gerakkan bibirnya meniru Jibril karena
khawatir lupa, (5) beliau amat serius berinteraksi dengan wahyu dalam
mempelajari dan mengajarkannya, terutama di bulan Romadhon, (6) korelasi hadits
Heraklius dengan judul Kitab adalah wahyu wajib didakwahkan dan banyaknya para
penentang. Allahu a’lam.
[3]
Tadarrus Quran: tadarrus atau mudârosah adalah
pekerjaan yang dilakukan oleh dua orang. Makna tadarrus di sini adalah Nabi Shollallohu
‘Alaihi wa Sallam mengecek tafsir Al-Quran kepada Jibril. Bentuknya, salah
satu pihak mengajukan pertanyaan dan pihak kedua menjawabnya, atau pihak
pertama meneliti dan pihak kedua membenarkannya. Ada pula yang berpendapat,
bentuknya Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam membaca dan disimak Jibril.
Allôhu a’lam.