JURUMIYAH - BAB I’RŌB (PERUBAHAN AKHIR KATA)
JURUMIYAH - BAB I’RŌB (PERUBAHAN AKHIR KATA) I’rōb ( إِعْرَابٌ ) adalah perubahan akhir kata [1] yang disebabkan perbedaan āmil ( عَامِل...
JURUMIYAH - BAB I’RŌB (PERUBAHAN AKHIR KATA)
I’rōb (إِعْرَابٌ) adalah perubahan akhir kata[1] yang
disebabkan perbedaan āmil (عَامِل)[2]
yang masuk padanya, baik berupa lafazh maupun muqoddaroh (diperkirakan/dikhayalkan)[3].
I’rōb dibagi empat, yaitu (1) marfū’, (2)
manshūb, (3) majrūr, dan (4) majzūm.[4]
[Marfū’]
Marfū’ memiliki empat tanda, yaitu dhommah,
wawu, alif, dan nun.
(1) Dhommah
(ـُ ـٌ)
menjadi tanda untuk marfū’ di empat tempat: isim mufrod[5], jamak
taksīr[6], jamak
muannats sālim[7],
dan fi’il mudhōri yang tidak bersambung apapun[8].
(2) Wawu (و)
menjadi tanda untuk marfū’ di dua tempat: jamak mudzakkar sālim[9] dan asmāul
khomsah yaitu (أَبُو)
“ayah”, (أَخُو)
“saudara”, (حَمُو)
“ipar”, (فُو)
“mulut”, dan (ذُو)
“pemilik”[10].
(3) Alif (ا)
menjadi tanda untuk marfū’ hanya pada isim dobel (tatsniyah).[11]
(4) Nun (ن)
menjadi tanda untuk marfū’ pada fi’il mudhōri jika
bersambung dhomīr tatsniyah, dhomīr jamak, dan dhomīr muannats
mukhōtobah.[12]
[Manshūb]
Manshūb memiliki lima tanda yaitu fathah,
alif, kasroh, yā, dan membuang nun.
(1) Fathah
(ـَ ـً)
menjadi tanda untuk manshūb di tiga tempat: isim mufrod[13], jamak taksīr[14], fi’il
mudhōri yang dimasuki ‘āmil nawāshib dan akhirannya tidak
bersambung apapun[15].
(2) Alif
menjadi tanda untuk manshūb pada asmāul khomsah, contohnya (رَأَيْتُ أَبَاكَ وَأَخَاكَ)
“aku melihat ayahmu dan saudaramu.”
(3) Kasroh
(ـِ ـٍ)
menjadi tanda untuk manshūb pada jamak muannats sālim.[16]
(4) Yā (ي)
menjadi tanda untuk manshūb pada isim tatsniyah[17] dan jamak
mudzakkar sālim[18].
(5) Membuang nun
menjadi tanda untuk manshūb pada af’ālul khomsah yang marfū’nya
dengan menetapkan nun.[19]
[Majrūr]
Majrūr memiliki tiga tanda yaitu kasroh, yā,
dan fathah.
(1) Kasroh
menjadi tanda untuk majrūr pada tiga tempat yaitu isim mufrod
munshorif[20],
jamak taksīr munshorif[21],
dan jamak muanats sālim[22].
(2) Yā
menjadi tanda untuk majrūr pada tiga tempat yaitu asmāul khomsah[23], isim
tatsniyah[24],
dan jamak mudzakkar sālim[25].
(3) Fathah
menjadi tanda untuk majrūr pada isim ghoiru munshorif.[26]
[Majzūm]
Majzūm memiliki dua tanda yaitu sukun dan
membuang.
(1) Sukun (ـْ)
menjadi tanda untuk majzūm pada fi’il mudhōri yang shohih
akhirannya.[27]
(2) Membuang
menjadi tanda majzūm pada fi’il mudhōri yang berhuruf
illat akhirannya dan af’ālul khomsah yang marfū’nya dengan
menetapkan nun.[28]
Fasal Isim-Isim Mu’rob
Isim mu’rob[29] ada dua macam, ada yang mu’rob
dengan harokat dan ada yang mu’rob dengan huruf.[30]
Yang mu’rob
dengan harokat ada empat macam yaitu isim mufrod, jamak taksīr,
jamak muannats sālim, dan fi’il mudhōri yang akhirannya
tidak menyambung apapun. Semua isim di atas marfū’nya dengan dhommah,
manshūbnya dengan fathah, majrūrnya dengan kasroh,
dan majzūmnya dengan sukun.
Dikecualikan tiga
hal darinya: (1) jamak muannats sālim yang manshūb dengan kasroh,
(2) isim ghoiru munshorif yang majrūr dengan fathah,
(3) fi’il mudhōri yang akhirannya berhuruf illat majzūmnya
dengan membuang huruf akhirnya.
Yang mu’rob
dengan huruf ada empat macam, yaitu (1) isim tatsniyah yang marfū’nya
dengan alif; manshūb dan majrūrnya dengan yā, (2) jamak
mudzakkar sālim yang marfū’nya dengan wawu; manshūb
dan majrūrnya dengan yā; (3) asmāul khomsah yang marfū’nya
dengan wawu, manshūbnya dengan alif, dan majrūrnya
dengan yā, dan (4) af’ālul khomsah yang marfū’nya dengan nun,
sementara manshūb dan majzūmnya dengan membuang nun.
[1] Bahasa Arob memiliki dua disiplin
ilmu: Nahwu dan Shorof. Nahwu fokus menganalisa bagian akhir kata, sementara
Shorof fokus menganalisa bagian awal dan tengah kata. Misalnya (طَالِبٌ), bagian ط dan ل dibahas Shorof, sementara ب
dibahas Nahwu.
[2] Āmil
(perangkat) adalah sesuatu yang menjadikan kata marfū’, manshūb, majrūr,
atau majzūm, dan dia ada dua: lafzhi dan maknawi.
Dikatakan lafzhi, jika āmil itu terlihat dan bisa diucapkan,
contohnya (فِي
الدَّارِ) di mana fī adalah ‘āmil yang
menjadikan الدار majrūr. Dikatakan maknawi, jika ‘āmil itu tidak terlihat dan tidak
terbaca, contohnya (زَيْدٌ
مُسْلِمٌ) di mana yang menjadikan Zaid marfū’ adalah
sebab ibtida (berada di awal kalimat), dari situlah ia disebut Mubtada.
Sementara Zaid sendiri, menjadi ‘āmil lafzhi untuk Muslim (karena Khobar
muncul karena adanya Mubtada).
[3]
Huruf Hijaiyah ada 28. Tiga di
antaranya adalah huruf illat (sakit) yaitu alif, yā, wawu.
Sisanya sebanyak 25 adalah huruf shohih (sehat). Jika sebuah kata
akhirannya berhuruf shohih maka i’rōbnya dengan harokat (dhommah,
fathah, kasroh, sukun), contohnya (زَيْدٌ - زَيْدًا - زَيْدٍ) dan (يَذْهَبُ - يَذْهَبَ - يَذْهَبْ). Jika akhirannya
berhuruf illat maka i’rōbnya muqoddaroh (diperkirakan),
contoh (مُوسَى).
[4] Empat ini berkaitan dengan kondisi
akhir sebuah kata. Asal tanda untuk marfū’ adalah dhommah,
contohnya (زَيْدٌ - يَذْهَبُ). Asal tanda manshūb
adalah fathah, contohnya (زَيْدًا
- يَذْهَبَ). Asal tanda untuk majrūr adalah kasroh,
seperti (زَيْدٍ). Asal tanda untuk majzūm
adalah sukun, seperti (يَذْهَبْ).
Akan tetapi dalam kondisi tertentu, tanda asal ini diganti perwakilan lain,
yang akan dijabarkan pada bahasan berikutnya.
[5] Isim mufrod
adalah isim yang menunjukkan makna tunggal, contohnya adalah (ذَهَبَ طَالِبٌ)
“Siswa pergi”.
[6] Jamak taksīr adalah jamak yang tidak memiliki rumus (harus merujuk kepada kamus) contohnya adalah (ذَهَبَ طُلاَّبٌ)
“para siswa pergi”.
[7] Yaitu jamak yang berakhiran (ات), contohnya adalah (ذَهَبَتْ طَالِبَاتٌ) “para
siswi pergi”.
[8] Yaitu fi’il yang bermakna
sekarang (present tense), contohnya (أَذْهَبُ) “aku sedang pergi”.
Maksud tidak bersambung dengan apapun adalah tidak bersambung dengan nun
taukid seperti (أَذْهَبَنَّ) “aku benar-benar akan pergi” maka ia mabni fathah,
atau nun niswah seperti (يَذْهَبْنَ)
“mereka (pr) pergi” maka ia mabni sukun. Mabni akan
diperinci pada bahasan berikutnya.
[9] Yaitu jamak yang berakhiran (ون) atau (ين). Contohnya adalah (ذَهَبَ طَالِبُونَ)
“para siswa pergi”.
[10] Yaitu isim-isim
khusus yang berjumlah lima di atas, contohnya (ذَهَبَ أَبُوكَ)
“ayahmu pergi”, (ذَهَبَ أَخُوكَ) “saudaramu pergi”, (ذَهَبَ
حَمُوكَ) “iparmu pergi”, (اِحْمَرَّ
فُوكَ) “mulutmu
memerah”, (ذَهَبَ ذُو مَالٍ)
“pemilik harta pergi”.
[11] Yaitu isim yang berakhiran (ان) atau (ين), contohnya (ذَهَبَ طَالِبَانِ)
“dua siswa pergi”.
[12] Dhomīr tatsniyah adalah (يـ+ان) “mereka berdua (lk)” dan (تـ+ان) “kalian berdua (lk) atau mereka berdua (pr)”. Dhomīr jamak
adalah (يـ+ون)
“mereka (lk)” dan (تـ+ون)
“kalian (lk)”. Dhomīr muannats mukhōthobah adalah (تـ+ين)
“kamu (pr)”. Lima fi’il ini biasa disebut af’ālul khomsah dan
dicontohkan dengan (يَنْصُرَانِ - تَنْصُرَانِ - يَنْصُرُونَ - تَنْصُرُونَ - تَنْصُرِينَ).
[13]
Contohnya (رَأَيْتُ الطَالِبَ) “aku melihat siswa
itu”.
[14]
Contohnya (رَأَيْتُ الطُلَّابَ) “aku melihat
siswa-siswa”.
[15] Contohnya (لَنْ أَذْهَبَ)
“aku tidak akan pergi”. Āmil nawāshib ada 10 dan akan diperinci pada
bahasan berikutnya.
[16] Contohnya (رَأَيْتُ الطَّالِبَاتِ)
“aku melihat siswi-siswi”.
[17]
Contohnya (رَأَيْتُ الطَّالِبَينِ) “aku melihat dua
siswa”.
[18]
Contohnya (رَأَيْتُ الطَّالِبِينَ) “aku melihat
siswa-siswa”.
[19] Contohnya (لَنْ تَذْهَبُوا)
“kalian tidak akan pergi”, manshūb dengan hadzfun nun (membuang
nun), aslinya تذهبون.
[20] Munshorif adalah isim yang memiliki wazan (rumus) seperti kātib
(penulis) yang ikut rumus fā’il dari fi’il kataba
(menulis). Lawannya adalah ghoiru munshorif, seperti (مَكَّة) yang tidak memiliki akar
kata. Contoh isim mufrod munshorif adalah (مَرَرْتُ بِطَالِبٍ)
“aku melewati seorang siswa”.
[21]
Contohnya adalah (مَرَرْتُ بِطُلَّابٍ)
“aku melewati para siswa”.
[22]
Contohnya (مَرَرْتُ بِطَالِبَاتٍ) “aku melewati para
siswi”.
[23]
Contohnya (مَرَرْتُ بِأَبِيكَ) “aku melewati
ayahmu”.
[24]
Contohnya (مَرَرْتُ بِطَالِبَيْنِ) “aku melewati dua
siswa”.
[25]
Contohnya (مَرَرْتُ بِطَالِبِينَ) “aku melewati
siswa-siswa.
[26]
Contohnya (سَافَرْتُ إِلَى مَكَّةَ) “aku safar ke
Makkah”. Makkah i’rōbnya majrūr dengan fathah karena isim
ghoiru munshorif, karena kemasukan huruf jār ilā.
[27] Contohnya (لَمْ أَذْهَبْ)
“aku belum pergi”.
[28] Hadzf (membuang)
ada dua keadaan: (1) membuang huruf illat seperti (لَمْ أَخْشَ) “aku tidak takut” yang
asalnya (أَخْشَى), dan (2) membuang nun
seperti (لَمْ تَفْعَلُوا) “kalian tidak melakukan”
yang asalnya (تَفْعَلُونَ).
[29]
Fasal ini tidak hanya membahas isim,
tetapi juga fi’il. Hal ini biasa disebut taglīb, yaitu
memaksudkan dua atau lebih dengan menyebutkan perwakilan salah satu darinya.
Semua istilah di fasal ini berikut contohnya, sudah dijelaskan di muka sehingga
tidak perlu diulang kembali.
[30]
Mu’rob artinya kata yang kena i’rōb. Kata yang
kena i’rōb ada dua, yaitu isim dan fi’il mudhōri.
Lawan dari mu’rob adalah mabni.