BAB 5 MENGENAL TUJUH BAB PENTING - Bahasa Arob Khusus Untuk Memahami Quran dan Hadits
MENGENAL TUJUH BAB PENTING Pola kalimat cuma ada dua yaitu Fi’il + Fā’il ± Maf’ūl Bih atau Mubtadā’ + Khobar. Artinya jika kita menjum...
MENGENAL
TUJUH BAB
PENTING
Pola kalimat cuma ada dua yaitu Fi’il
+ Fā’il ± Maf’ūl Bih atau Mubtadā’ + Khobar. Artinya jika kita menjumpai
kalimat sempurna dalam bahasa Arob, pasti ia berpola salah satu dari dua ini.
Kalimat berpola ini, kebanyakan ditambahi dengan pola-pola lain yang sifatnya
pelengkap. Coba bandingkan contoh-contoh di bab sebelumnya dengan contoh yang
sudah melibatkan pola pelengkap berikut:
تَعَلَّمَ
زَيْدٌ عِلْمَ التَّفْسِيرِ فِي المَسْجِدِ النَّبَوِيِّ |
Zaid belajar ilmu Tafsir
di Masjid Nabawi |
Dalam contoh
di atas, warna merah yang ditebali adalah pola pokok kalimat yaitu Fi’il + Fā’il
+ Maf’ūl Bih, adapun selebihnya adalah pola tambahan yaitu pola Idhōfah, pola Jar
+ Majrūr, dan pola Na’at + Man’ūt. Untuk kasus seperti inilah, maka Anda perlu
mempelajari Bab 5 ini.
Tujuh Bab Penting ini sudah
dijabarkan di buku khusus penulis Bahasa Arob Metode Balik Tangan yang
versi PDF-nya bisa diunduh di bit.ly/balik-tangan. Di sini, penulis akan
merangkumnya dan bagi yang ingin penjabarannya bisa merujuk langsung ke buku di
atas.
Tujuh Bab Penting tersebut adalah
sebagai berikut:
❶ Mengenal
Isim, Fi’il, dan Huruf
❷ Fi’il,
Fā’il, dan Maf’ūl Bih
❸ Mubtadā’
dan Khobar
❹ Jar
Majrūr
❺ Idhōfah
❻ Na’at Man’ūt
❼ Kāna
dan Inna
Tiga yang pertama sudah dipelajari
di muka, yang merupakan bahasan pokok. Tersisa 4 bab berikutnya. Tujuh Bab di
atas berisi 13 istilah penting, yaitu:
1.
Fā’il
2.
Maf’ūl
Bih
3.
Mubtadā’
4.
Khobar
5.
Isim
Majrūr
6.
Mudhōf
7.
Mudhōf
Ilaih
8.
Na’at
9.
Man’ūt
10.
Isim Kāna
11.
Khobar
Kāna
12.
Isim
Inna
13.
Khobar
Inna
Perhatikan bagan di bawah ini:
Penjelasan Bagan
Ø Hukum: maksudnya marfu’,
manshub, dan majrur.
Ø Marfu’: isim
yang harokat akhirnya adalah dhommah atau dhommatain.
Ø Manshub: isim
yang harokat akhirnya adalah fathah atau fathatain.
Ø Majrur: isim
yang harokat akhirnya adalah kasroh atau kasrotain.
Ø Fā’il: Subjek atau
pelaku perbuatan, baik ia berakal atau tidak. Contoh Fā’il non-akal: Pena
itu jatuh dan kemenangan telah datang.
Ø Maf’ūl Bih: Objek dan
ia mengandung dua makna: (1) korban dan (2) yang dikenai pekerjaan. Contoh
objek dengan makna korban: Zaid memukul anjing. Contoh objek
dengan makna dikenai pekerjaan: Zaid membaca Al-Qur`an.
Ø Mubtadā’: isim ma’rifat
yang berada di awal kalimat. Tanda isim ma’rifat adalah diawali al
atau menunjukkan nama sesuatu. Mubtadā’ selalu di awal kalimat, bukan di tengah
atau di akhir.
Ø Khobar: isim
pelengkap Mubtadā’ yang berisi kabar atau informasi tentangnya.
Ø Isim Kāna: Mubtadā’
yang kemasukan Kāna.
Ø Khobar Kāna: Khobar
yang kemasukan Kāna.
Ø Isim Inna: Mubtadā’
yang kemasukan Inna.
Ø Khobar Inna: Khobar
yang kemasukan Inna. Contoh untuk komponen Kāna dan Inna sebagai berikut:
Masjid itu
indah |
جَمِيلٌ |
المَسْجِدُ |
1 |
|
|
Khobar |
Mubtadā’ |
||||
Dahulu
Masjid itu indah |
جَمِيـلًا |
المَسْجِدُ |
كَانَ |
2 |
|
Khobar Kāna |
Isim Kāna |
||||
Sungguh
Masjid itu indah |
جَمِيلٌ |
المَسْجِـدَ |
إِنَّ |
3 |
|
Khobar Inna |
Isim Inna |
Ø Isim Jar: isim
yang kemasukan huruf Jar. Huruf Jar berjumlah 9, yaitu: yaitu (مِنْ) ‘dari’, (إِلَى) ‘kepada/menuju’, (عَنْ) ‘dari’, (عَلَى) ‘di atas’, (فِي) ‘di dalam’, (رُبَّ) ‘betapa banyak/betapa
sedikit’, (ب) ‘dengan/sebab’, (كَ) ‘bagaikan/seperti’, dan (لِ) ‘untuk/milik’.
Ø Mudhōf: isim ke-1
dari pola Idhōfah yang tidak boleh ber-al dan tanwin. Idhōfah
adalah gabungan dari dua isim yang menghasilkan makna baru. Contohnya rumah
Allōh. Rumah artinya tempat tinggal dan Allōh artinya Sang Pencipta yang
disembah. Jika digabungkan dua kata ini maka menjadi “Rumah Allōh” yang artinya
Ka’bah atau Masjid. Mudhōf tidak memiliki hukum secara mandiri, tetapi nebeng
kepada pola lain. Sengaja penulis cantumkan di sini, untuk memudahkan memahami isim
ke-2, yaitu Mudhōf Ilaih.
Ø Mudhōf Ilaih: isim
ke-2 dari pola Idhōfah. Contoh Idhōfah adalah:
بَيْتُ اللهِ |
Rumah Allōh |
(بيت) “Rumah” sebagai Mudhōf. Mudhōf
memiliki dua ketentuan, yaitu tidak boleh diawali al dan tidak
boleh diakhiri tanwin. Ini menunjukkan Mudhōf menyelisihi tabiat asal dari isim.
Mudhōf tidak terkait dengan hukum. Ia boleh dihukumi marfu’, manshub, atau
majrur sesuai konteks kalimat.
(اللهِ) atau Lafzhul Jalālah
(lafazh yang mulia) sebagai Mudhōf Ilaih. Mudhōf Ilaih
memiliki satu ketentuan, yaitu wajib majrur.
Ø Na’at: sifat.
Ø Man’ūt: yang disifati,
seperti kalimat: Lelaki yang tinggi itu adalah Ahmad. Lelaki adalah Man’ūt
(yang disifati) dan yang tinggi adalah Na’at (sifat). Na’at harus mengikuti Man’ūt
dalam tiga hal:
1.
Hukum (marfu’/manshub/majrur)
2.
Jenis
(laki/perempuan)
3.
Kejelasan (ma’rifat/nakiroh)
Contohnya:
تَعَلَّمَ
زَيْدٌ عِلْمَ التَّفْسِيرِ فِي المَسْجِدِ
الكَبِيرِ |
Zaid belajar ilmu Tafsir di
Masjid yang besar |
(المَسْجِدِ
الكَبِيرِ)
atau “Masjid yang besar” berpola Na’at + Man’ūt, di mana Al-Masjid adalah
Man’ūt, dan Al-Kabīr adalah Na’at. Jika kita perhatikan dua isim di atas, memiliki tiga kesamaan yang merupakan syarat
sahnya Na’at. Tiga kesamaan itu adalah sama-sama marfu’, sama-sama isim
laki-laki[1],
dan sama-sama ma’rifat.
/ Catatan
Jumlah istilah di bagan hanya 10,
masih tersisa 3 lagi, yaitu Mudhōf, Na’at, dan Man’ūt. Tiga istilah ini tidak
dimasukkan ke bagan karena tidak terkait dengan hukum. Mudhōf dan Man’ūt tidak
terkait dengan hukum sama sekali, tetapi ia nebeng di salah satu dari 10
di atas. Adapun Na’at, ia mengikut kepada Man’ūt dalam hukum.
/ Latihan
Cari hukum dan alasan untuk setiap isim
di empat soal berikut ini!
تَعَلَّمَ
زَيْدٌ عِلْمَ التَّفْسِيرِ فِي المَسْجِدِ الكَبِيرِ |
1 |
Zaid belajar
ilmu Tafsir di Masjid yang besar |
|
المُؤْمِنُ
القَوِيُّ خَيْرٌ مِنَ المُؤْمِنِ الضَّعِيفِ |
2 |
Mukmin yang
kuat lebih baik daripada Mukmin yang lemah |
|
كَانَ عَبْدُ
اللهِ رَجُلًا مَاهِرًا فِي الفَصْلِ الأَوَّلِ |
3 |
Dahulu Abdullah
adalah lelaki yang pintar di kelas satu |
|
إِنَّ اللهَ
عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيرٌ |
4 |
Sungguh Allōh
Mahakuasa atas segala sesuatu |
Jawaban Soal No. 1
Ø Zaidun :
hukumnya marfu’ karena menjadi Fā’il.
Ø Ilma :
hukumnya manshub karena menjadi Maf’ūl Bih.
Ø At-Tafsīri :
hukumnya majrur karena menjadi Mudhōf ‘Ilaih.
Ø Al-Masjidi :
hukumnya majrur karena kemasukan huruf Jar Fī.
Ø Al-Kabīri :
hukumnya majrur karena menjadi Na’at.
Jawaban Soal No. 2
Ø Al-Mukminu :
hukumnya marfu’ karena menjadi Mubtadā’.
Ø Al-Qowiyyu :
hukumnya marfu’ karena menjadi Na’at.
Ø Khoirun :
hukumnya marfu’ karena menjadi Khobar.
Ø Al-Mukmini :
majrur karena kemasukan huruf Jar Min.
Ø Adh-Dho’īfi :
hukumnya majrur karena menjadi Na’at.
Jawaban Soal No. 3
Ø Abdu :
hukumnya marfu’ karena menjadi Isim Kāna.
Ø Lafzhul Jalālah :
hukumnya majrur karena menjadi Mudhōf ‘Ilaih.
Ø Rojulan :
manshub karena menjadi Khobar Kāna.
Ø Mahīron :
hukumnya manshub karena menjadi Na’at.
Ø Al-Fashli :
hukumnya majrur karena kemasukan huruf Jar Fī.
Ø Al-Awwali :
hukumnya majrur karena menjadi Na’at.
Jawaban Soal No. 4
Ø Lafzhul Jalālah :
hukumnya manshub karena menjadi Isim Inna.
Ø Kulli :
majrur karena kemasukan huruf Jar ‘Alā.
Ø Syai-in :
hukumnya majrur karena menjadi Mudhōf ‘Ilaih.
Ø Qodīr :
hukumnya marfu’ karena menjadi Khobar Inna.
[1] Asal dari isim adalah laki-laki (mudzakkar).
Ia berubah menjadi perempuan (mua’annats) jika adanya tanda, yaitu: (1)
adanya ta bulat (ta marbuthoh) seperti صَالِحَةٌ, (2) menunjukkan
nama perempuan seperti زَيْنَبُ, (3) dianggap
perempuan oleh Al-Qur’an seperti نَارٌ dan شَمْسٌ.
KE DAFTAR ISI