BAB 4 DUA POLA KALIMAT - Bahasa Arob Khusus Untuk Memahami Quran dan Hadits
BAB 4 DUA POLA KALIMAT Dalam bahasa Indonesia, kita mengenal dua pola kalimat utama, yaitu SP/SPO dan DM. Subjek + Predikat ± Objek ...
BAB 4
DUA POLA KALIMAT
Dalam bahasa Indonesia, kita
mengenal dua pola kalimat utama, yaitu SP/SPO dan DM.
Subjek + Predikat ± Objek adalah pola kalimat yang melibatkan kata kerja atau yang biasa disebut
kalimat verbal. Contohnya: Zaid datang; Zaid memukul
anjing.
Diterangkan + Menerangkan adalah pola kalimat yang tidak melibatkan kata kerja atau yang
biasa disebut kalimat nonverbal. Contohnya: Masjid itu indah. Masjid
itu sebagai D dan indah sebagai M.
Dalam bahasa Arob, tidak jauh berbeda.
Pola SP/SPO mirip pola Fi’il + Fā’il atau Fi’il + Fā’il ± Maf’ūl Bih. Sementara
pola DM mirip pola Mubtadā’ + Khobar.
1. Fi’il + Fā’il ± Maf’ūl Bih
Fi’il artinya kata kerja, Fā’il
artinya subjek, dan Maf’ūl Bih artinya objek. Perhatikan, pola ini diawali
dengan kata kerja. Perhatikan dua contoh berikut:
Zaid datang |
جَاءَ زَيْدٌ |
1 |
Zaid memukul anjing |
ضَرَبَ زَيْدٌ الكَلْبَ |
2 |
Perhatikan!
Yang menjadi sorotan kita hanya isim. Pada tabel di atas, jumlah isim
ada tiga yaitu dua Zaid dan Al-Kalba, dimana Zaid dalam dua contoh sebagai Fā’il
(subjek), sementara Al-Kalba sebagai Maf’ūl Bih (objek).
Perhatikan! Pada bab sebelumnya kita
menyepakati bahwa isim yang harokat akhirnya dhommah/dommatain,
kita menamakannya marfu’; dan jika fathah/fathatain kita
menamakannya manshub. Lalu perhatikan contoh di atas, Anda mendapati Fā’il
berhukum marfu’ dan Maf’ūl Bih berhukum manshub. Ini artinya isim
yang menjadi Fā’il akan selalu berharokat akhir dhommah/dhommatain,
sementara isim yang menjadi Maf’ūl Bih akan selalu berharokat akhir fathah/fathatain.
Maka hasil analisa untuk contoh di
atas adalah:
1.
Zaidun: hukumnya marfu’ karena menjadi Fā’il.
2.
Zaidun: hukumnya marfu’ karena menjadi Fā’il.
Al-Kalba: hukumnya manshub
karena menjadi Maf’ūl Bih.
Ringkasnya untuk rumus pola SP/SPO adalah:
فِعْلٌ + فَاعِلٌ ± مَفْعُولٌ بِهِ
Hukum Fā’il = Marfu’ = Dhommah/Dhommatain
Hukum
Maf’ūl Bih = Manshub = Fathah/Fathatain
/ Catatan: Posisi Fā’il dan Maf’ūl Bih boleh saling ditukar, yang
penting Fā’il selalu marfu’, sebagaimana Maf’ūl Bih selalu manshub.
Contoh:
Zaid memukul anjing |
ضَرَبَ زَيْدٌ الكَلْبَ |
1 |
Zaid hanya memukul anjing |
ضَرَبَ الكَلْبَ زَيْدٌ |
2 |
2. Mubtadā’ + Khobar
Mubtadā’
adalah isim ma’rifat di awal kalimat. Isim ma’rifat adalah
setiap isim yang diawali al atau menunjukkan nama sesuatu (nama
orang seperti Zaid, nama binatang seperti Ufair keledai Rosulullah ﷺ, nama tempat seperti Makkah,
nama benda seperti Bairuha kebun Umar bin Khotob ﭬ, dan semisalnya). Sementara Khobar
adalah isim pelengkap Mubtadā’ yang berisi kabar atau informasi. Perhatikan
dua contoh berikut ini:
Masjid itu indah |
المَسْجِدُ جَمِيلٌ |
1 |
Zaid (adalah) siswa |
زَيْدٌ طَالِبٌ |
2 |
Perhatikan! Al-Masjidu
adalah isim ma’rifat yang berada di awal kalimat, maka ia menjadi
Mubtadā’. Sementara Jamīlun adalah pelengkap Mubtadā’ yang berisi kabar
tentang Al-Masjidu, maka ia menjadi Khobar.
Begitu pula
untuk contoh kedua: Zaidun adalah Mubtadā’ karena isim ma’rifat
di awal kalimat, sementara Thōlibun adalah Khobar karena pelengkap
lafazh Zaid, yang berisi kabar tentang Zaid.
Lantas dari
mana tahu bahwa Al-Masjidu adalah isim ma’rifat? Jawabannya: Karena
diawali al. Dari mana tahu bahwa Zaidun adalah isim ma’rifat
pula? Jawabannya: Karena menunjukkan nama orang.
Perhatikan! Mubtadā’ dan Khobar
keduanya berharokat akhir dhommah/dhommatain, maka kita katakan bahwa
Mubtadā’ dan Khobar berhukum marfu’. Artinya setiap kali kita menjumpai isim
berpola Mubtadā’ atau Khobar, harokat akhirnya selalu dhommah atau dhommatain.
Maka hasil analisa untuk contoh di
atas adalah:
1.
Al-Masjidu: hukumnya marfu’ karena menjadi Mubtadā’.
Jamīlun:
hukumnya marfu’ karena menjadi Khobar.
2.
Zaidun: hukumnya marfu’ karena menjadi Mubtadā’.
Thōlibun:
hukumnya marfu’ karena menjadi Khobar.
Ringkasnya untuk rumus pola DM
adalah:
مُبْتَدَأٌ + خَبَرٌ
Hukum Mubtadā’
= Marfu’
Hukum Khobar = Marfu’
/ Catatan: Jika ada dua isim layak diberi pemisah terjemah
adalah maka keduanya pasti Mubtadā’ dan Khobar. Contohnya adalah nomor
dua pada contoh di atas.
Pembagian Khobar
Khobar dibagi menjadi lima macam,
yaitu:
1.
Berupa isim
tunggal seperti di atas.
2.
Berupa pola Fi’il
+ Fā’il.
3.
Berupa pola
Mubtadā’ + Khobar.
4.
Berupa pola
Jar + Majrūr
5.
Berupa pola
Zhorof + Mudhōf Ilaih
Lebih mudahnya, perhatikan contoh
berikut ini. Yang tebal berwarna biru adalah Khobar dengan berbagai jenisnya:
زَيْدٌ طَالِبٌ |
1 |
Zaid seorang siswa |
|
زَيْدٌ عَلَّمَهُ المُدَرِّسُ |
2 |
Zaid diajari guru |
|
زَيْدٌ اِبْنُهُ صَالِحٌ |
3 |
Anak Zaid
baik |
|
زَيْدٌ فِي الفَصْلِ |
4 |
Zaid di kelas |
|
زَيْدٌ أَمَامَ المَسْجِدِ |
5 |
Zaid di depan Masjid |
Kita fokus membahas Khobarnya
saja. Semua yang diberi warna biru tebal di tempat marfu’ menjadi Khobar,
kecuali Thōlibun tanpa di tempat. Semua Khobar selain jenis pertama
dalam menghukumi ditambah di tempat (fī mahalli). Misalkan:
kalimat (عَلَّمَهُ المُدَرِّسُ) di
tempat marfu’ menjadi Khobar, dan seterusnya.
Sekarang kita akan menganalisa apa
yang di dalam Khobar-Khobar di atas:
2. Hu: hukumnya di tempat manshub menjadi Maf’ūl
Bih; Al-Mudarrisu: hukumnya marfu’ menjadi Fā’il.
3. Ibnu: hukumnya marfu’ menjadi Mubtadā’; Hū:
hukumnya di tempat marfu’ menjadi Mudhōf ‘Ilaih (Mudhōf dan Mudhōf Ilaih
akan dibahas rinci pada bab berikutnya, in syā Allōh); Shōlihun:
hukumnya marfu’ karena menjadi Khobar.
4. Al-Fashli: hukumnya majrur karena
kemasukan huruf Jar Fī (dibahas rinci pada bab berikutnya).
5. Amāma: hukumnya manshub karena menjadi
Zhorof. Zhorof adalah isim yang menunjukkan tempat atau waktu. Asal Amāma
berhukum majrur kemasukan huruf Jar Fī (فِي
أَمَامِ) lalu Fī dibuang sehingga menjadi Zhorof; Al-Masjidi:
hukumnya marfu’ karena menjadi Mudhōf ‘Ilaih.
/ Perhatian!
Khobar yang berupa Jar + Majrūr atau
Zhorof + Mudhōf ‘Ilaih boleh diawalkan, seperti:
Zaid di kelas |
زَيْدٌ فِي الفَصْلِ |
1 |
Di kelas
hanya (ada) Zaid |
فِي
الفَصْلِ زَيْدٌ |
2 |
1. Zaidun: hukumnya marfu’
menjadi Mubtadā’; Fil Fashli: hukumnya di tempat marfu’ menjadi
Khobar; Al-Fashli: hukumnya majrur kemasukan huruf Jar Fī.
KE DAFTAR ISI