QIROAH (BACAAN) - Ringkasan Sifat Sholat Nabi - Syaikh Al-Albani
5. QIR O AH (BACAAN) 46. Kemudian membaca ta’a w wudz , dan bagi yang meninggalkannya mendapat dosa. 47. Termasuk Sunnah jika sewak...
5. QIROAH (BACAAN)
46.
Kemudian membaca ta’awwudz,
dan bagi yang meninggalkannya mendapat dosa.
47.
Termasuk Sunnah jika sewaktu-waktu membaca:
«أَعُوذُ بِاللَّهِ
مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ، مِنْ هَمْزِهِ، وَنَفْخِهِ، وَنَفْثِهِ»
“Aku
berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk, dari godaannya, sihirnya, dan
syairnya.” (HR. Ahmad no. 22179)
48.
Dan sewaktu-waktu membaca:
«أَعُوذُ بِاللَّهِ
السَّمِيعِ العَلِيمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ، مِنْ هَمْزِهِ، وَنَفْخِهِ، وَنَفْثِهِ»
“Aku
berlindung kepada Allah yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui dari setan yang
terkutuk, dari godaannya, sihirnya, dan syairnya.” (HR. Abu Dawud no. 775)
49.
Kemudian membaca basmalah di semua Sholat secara sirr (lirih):
«بِسْمِ اللَّهِ
الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ»
Membaca Al-Fatihah
50.
Kemudian membaca surat Al-Fatihah sepenuhnya, basmalah temasuk ayat darinya.
Ini adalah rukun Sholat dimana Sholat tak sah jika tidak membaca Al-Fatihah,
sehingga wajib bagi orang-orang ‘Ajam
(non Arab) untuk menghafalnya.
51.
Bagi yang tidak hafal, boleh membaca:
«سُبْحَانَ اللَّهِ،
وَالحَمْدُ لِلَّهِ، وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، وَلَا حَوْلَ
وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ»
“Subhānallōh, wal hamdulillāh, walā ilāha illallōh, Allōhu akbar, walā haulā walā
quwwata illā billāh.”
“Mahasuci
Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada yang berhak disembah selain Allah, Allah Mahabesar, serta tidak ada daya menjauhi dosa dan kekuatan melaksanakan ketaatan melainkan dengan pertolongan Allah.”
52.
Di dalam membaca Al-Fatihah, disunnahkan berhenti pada setiap ayat. Cara
membacanya: Bismillahir-rohmānir-rohīm lalu berhenti, kemudian dilanjutkan: Alhamdulillāhi robbil ‘ālamīn lalu berhenti, kemudian
dilanjutkan: Arrohmānir-rohīm
lalu berhenti, kemudian dilanjutkan:
Māliki yaumid dīn lalu berhenti, dan demikian seterusnya. Demikianlah
cara membaca Nabi Shollallōhu ‘Alaihi wa Sallam hingga selesai. Beliau
berhenti di akhir setiap ayat dan tidak menyambungnya dengan ayat sesudahnya
meskipun maknanya berkaitan.
53.
Boleh membaca (مَالِكِ)
dengan panjang, dan boleh pula (مَلِكِ) dengan pendek.
Bacaan Ma’mum
54. Wajib bagi ma’mum membaca Al-Fatihah di belakang imam yang membaca sirr
(lirih) atau saat imam membaca keras tapi ma’mum tidak mendengar bacaan imam. Demikian
pula ma’mum boleh membaca Al-Fatihah saat imam berhenti sebentar untuk memberi
kesempatan bagi ma’mum yang ingin membacanya. Meskipun kami menganggap
bahwa berhentinya imam di tempat ini tidak tsabit (tidak ada dalilnya) dari Sunnah.[1]
Bacaan Sesudah Al-Fatihah
55.
Disunnahkan sesudah membaca Al-Fatihah, membaca surat lain atau beberapa ayat
pada dua roka’at pertama. Hal ini berlaku pula pada Sholat Jenazah.
56.
Kadang-kadang bacaan sesudah Al-Fatihah dipanjangkan, dan kadang pula diringkas jika adanya faktor-faktor tertentu seperti safar (bepergian), batuk, sakit,
atau karena tangisan anak kecil.
57.
Panjang pendeknya bacaan berbeda-beda sesuai dengan Sholat yang dilaksanakan.
Bacaan pada Sholat Shubuh
lebih panjang daripada bacaan Sholat Fardhu yang lain, setelah itu bacaan pada Sholat Zhuhur, lalu Sholat Ashar, lalu Sholat Isya,
sedangkan Sholat Maghrib
umumnya diperpendek.
58.
Adapun bacaan pada Sholat Lail
lebih panjang dari semua itu.
59.
Disunnahkan membaca lebih panjang pada roka’at
pertama dari roka’at yang kedua.
60.
Memendekkan dua roka’at terakhir kira-kira setengah dari dua roka’at yang
pertama.
61.
Membaca Al-Fatihah pada semua roka’at.
62.
Disunnahkan pula menambahkan setelah
Al-Fatihah dengan surat-surat lain pada dua roka’at yang terakhir.
63.
Tidak boleh imam memanjangkan bacaan melebihi dari apa yang disebutkan di dalam
Sunnah, karena yang demikian
bisa memberatkan ma’mum yang tidak mampu, seperti orang tua, orang sakit, wanita yang mempunyai anak kecil, dan orang yang mempunyai kesibukan.
Mengeraskan dan Melirihkan Bacaan
64.
Bacaan dikeraskan pada Sholat Shubuh,
Jum’at, dua Sholat Ied, Sholat Istisqa, Khusuf dan dua roka’at pertama dari Sholat
Maghrib dan Isya. Dilirihkan pada Sholat Zhuhur, Ashar, roka’at ketiga dari Sholat
Maghrib, serta dua roka’at terakhir dari Sholat Isya.
65.
Boleh bagi imam mengeraskan
bacaan ayat pada Sholat-Sholat sirr (untuk mengajari
ma’mum surat apa yang dibaca).
66.
Adapun Witir dan Sholat Lail bacaannya kadang tidak dikeraskan dan kadang
dikeraskan.
Membaca Al-Qur’an dengan Tartil
67.
Disunnahkan membaca Al-Qur’an secara tartil
(sesuai dengan hukum tajwid) tidak terlalu dipanjangkan dan tidak pula
terburu-buru, bahkan dibaca secara jelas huruf per huruf. Disunnahkan pula menghiasi Al-Qur’an dengan
suara serta melagukannya sesuai batas-batas hukum yang ditetapkan oleh ulama ilmu tajwid.
Tidak boleh melagukan Al-Qur’an seperti perbuatan ahli bid’ah dan tidak boleh
pula seperti nada-nada musik.
[1] Kusebutkan hadits yang dijadikan dalil oleh mereka serta
bantahannya dalam Silsilah Ahādīts Dho’īfah no. 546-547, cetakan
Maktabah Al-Ma’ārif Riyādh.