Syarah Dzikir Bakda Shalat Fardhu - Pustaka Syabab
Syarah Dzikir Bakda Shalat Fardhu COPYRIGHT Penulis: Nor Kandir Korektor: Ustadz Abu Abdillah Penerbit: Pustaka Sya...
https://www.terjemahmatan.com/2018/03/syarah-dzikir-bakda-shalat-fardhu.html?m=0
Syarah Dzikir Bakda Shalat Fardhu
Penulis: Nor Kandir
Korektor: Ustadz Abu Abdillah
Penerbit: Pustaka Syabab Surabaya
Layout: Tim Pustaka Syabab
Cetakan: Pertama, Jumadil Ula 1439
H/Pebruari 2018
DOWNLOAD PDF>> https://norkandirblog.files.wordpress.com/2018/03/syarah-dzikir-bakda-shalat-fardhu.pdf
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحيمِ. الحَمْدُ
للهِ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُولِ اللهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ،
وَبَعْدُ:
Lafazh dzikir setelah sholat
fardhu ada banyak. Yang saya sebutkan di sini hanya sebagian saja, yaitu 11
lafazh yang semuanya shohih dan bisa dipertanggungjawabkan berasal dari
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, kecuali nomor 11 yang
diperselisihkan muhaqqiqin, di mana pentahqiq Musnad Ahmad,
Syaikh Al-Arnauth, menilainya dhaif, tetapi menurut penelitian Syaikh Albani
dan Al-Hafizh Ibnu Hajar adalah maqbul (diterima) karena banyaknya syawahid
(hadits penguat dari jalur lain), dan ini yang saya pegang.
Urutan penomoran tidak menunjukkan
keharusan tertib dalam pembacaan, sehingga seseorang boleh mendahulukan dan
mengakhirkan, karena tidak ada nash yang secara tegas menyebutkan urutannya,
kecuali nomor 1, ia wajib didahulukan karena adanya nash yang tegas.
Harapan saya, tulisan ini
menyebar di tengah kaum Muslimin, dan saya diberi keikhlasan padanya sehingga
bisa saya panen hasilnya di Akhirat. Aamiin.
وَللهِ الْحَمْدُ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ
عَلَى رَسُولِ اللهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ.
«أَسْتَغْفِرُ
اللهَ، أَسْتَغْفِرُ اللهَ، أَسْتَغْفِرُ اللهَ، اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلاَمُ،
وَمِنْكَ السَّلاَمُ، تَبَارَكْتَ يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ».
Astaghfirullooh.
Astaghfirullooh. Astaghfirullooh. Allohumma antas salaam, wa mingkas salaam,
tabaarokta yaa dzaljalaali wal ikroom.
“Saya memohon maghfiroh kepada
Allah (3x). Ya Allah Engkau As-Salam, dan dariMu Salam, Engkau Mahaberkah wahai
Pemilik Keagungan dan Kemuliaan.”
«لاَ
إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ
وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ، اللَّهُمَّ لاَ مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ،
وَلاَ مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ، وَلاَ يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ».
Laa
ilaaha illallooh wahdahuu laa syariika lah, lahul mulku, walahul hamdu, wahuwa
‘alaa kulli syai-ing qodiir. Allohumma laa maani’a limaa a’thoita, wa laa
mu’thiya limaa mana’ta, wa laa yangfa’u dzaljaddi mingkal jaddu.
“Tidak ada Ilah yang berhak
diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu
bagiNya. BagiNya kerajaan dan bagiNya segala pujian dan Dia Maha Kuasa atas
segala sesuatu. Ya Allah tidak ada yang dapat mencegah apa yang Engkau beri,
dan tidak ada yang dapat memberi apa yang Engkau cegah. Tidak berguna kekayaan
itu bagi pemiliknya dari (siksa)Mu.”
«لاَ
إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ
وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ، لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ.
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ، لَهُ النِّعْمَةُ وَلَهُ
الْفَضْلُ وَلَهُ الثَّنَاءُ الْحَسَنُ. لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ مُخْلِصِيْنَ
لَهُ الدِّيْنَ، وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ».
Laa
ilaaha illallooh wahdahuu laa syariika lah, lahul mulku, walahul hamdu, wahuwa ‘alaa
kulli syai-ing qodiir. Laa hawla wa laa quwwata illa billaah, laa ilaaha illallooh,
walaa na’budu illaa iyyaah, lahunni’matu wa lahul fadhlu wa lahuts tsanaa-ul
hasan, laa ilaaha illallooh mukh-lishiina lahuddiin walaw karihal kaafiruun.
“Tidak ada Ilah yang berhak
diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu
bagiNya. BagiNya kerajaan dan bagiNya segala pujian dan Dia Maha Kuasa atas
segala sesuatu. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali (dengan pertolongan) Allah.
Tidak ada Ilah yang berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah. Kami
tidak beribadah kecuali kepadaNya. Baginya nikmat, anugerah, dan pujian yang
baik. Tidak ada Ilah yang berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah,
dengan memurnikan ibadah hanya kepadaNya, meskipun orang-orang kafir tidak
menyukainya.”
«سُبْحَانَ
اللهِ»
Subhaanallooh
“Maha suci Allah.” (33x)
«اَلْحَمْدُ
لِلَّهِ»
Alhamdulillaah
“Segala puji bagi Allah.” (33x)
«اَللهُ
أَكْبَرُ»
Alloohu
Akbar
“Allah Maha Besar.” (33x)
Kemudian
disempurnakan bacaan sehingga menjadi 100:
«لاَ
إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ
وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ».
Laa
ilaaha illallooh wahdahuu laa syariika lah, lahul mulku, walahul hamdu, wahuwa
‘alaa kulli syai-ing qodiir.
“Tidak ada Ilah yang berhak
diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu
bagiNya. BagiNya kerajaan dan bagiNya segala pujian dan Dialah Yang Maha Kuasa
atas segala sesuatu.”
«أَعُوْذُ
بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ * بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ *
اللَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ، لاَ تَأْخُذُهُ سِنَةٌ
وَلاَ نَوْمٌ، لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ، مَنْ ذَا الَّذِي
يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ، يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا
خَلْفَهُمْ، وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلاَّ بِمَا شَاءَ، وَسِعَ
كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ، وَلَا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا، وَهُوَ
الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ».
Alloohu laa ilaaha illaa huwal
hayyul qoyyuum. Laa ta’khudzuhuu sinatuw wa laa nauum. Lahuu maa fis samaawaati
wa maa fil ardh. Mang dzal ladzii yasyfa’u ‘ingdahuu illaa bi idznih. Ya’lamu
maa baina aidiihim wa maa kholfahum. Wa laa yuhiithuuna bi syai-im min ‘ilmihii
illaa bi maa syaa’. Wasi’a kursiyyuhus samaawaati wal ardh. Wa laa ya-uuduhuu
hifzhuhumaa. Wahuwal ‘aliyyul ‘azhiim.
“Aku berlindung kepada Allah
dari godaan setan yang terkutuk. Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Allah tidak ada Ilah (yang berhak diibadahi dengan benar) melainkan
Dia. Yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhlukNya), tidak mengantuk
dan tidak tidur. KepunyaanNya apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada
di bumi. Siapakah yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izinNya.
Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan
mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang
dikehendakiNya. Dan Kursi Allah meliputi langit dan bumi, dan Allah tidak
merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. Al-Baqarah [2]: 255)
«بِسْمِ
اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ * قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ * اَللَّهُ الصَّمَدُ * لَمْ
يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ * وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ».
Bismillahirrohmaanirrohiim.
Qulhuwallohu ahad. Allohus shomad. Lam yalid wa lam yuulad. Wa lam yakul lahu
kufuwan ahad.
“Dengan nama Allah yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang. Katakanlah: Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah
tempat bergantung kepadaNya segala sesuatu. Dia tiada melahirkan dan tidak pula
dilahirkan, dan tidak ada satupun yang setara denganNya.”
«بِسْمِ
اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ * قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ * مِن
شَرِّ مَا خَلَقَ * وَمِن شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ *
وَمِن شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ
* وَمِن شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا
حَسَدَ»
Bismillahirrohmaanirrohiim.
Qul ‘a-uudzu birobbil falaq. Ming syarri maa kholaq. Wa ming syarri ghoosiqin
idzaa waqob. Wa ming syarrin naffaa-tsaatifil uqod. Wa ming syarri haasidin
idzaa hasad.
“Dengan nama Allah yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang. Katakanlah: Aku berlindung kepada Robb Yang
Menguasai waktu Shubuh, dari kejahatan apa-apa (mahluk) yang diciptakanNya. Dan
dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan
wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul, dan dari kejahatan
orang-orang yang dengki apabila ia dengki.”
«بِسْمِ
اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ * قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ *
مَلِكِ النَّاسِ * إِلَهِ النَّاسِ * مِن
شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ * الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ * مِنَ
الْجِنَّةِ وَ النَّاسِ»
Bismillahirrohmaanirrohiim.
Qul ‘a-uudzu birobbin naas. Malikin naas. Ilaahin naas. Ming syarril was-waasil
khon naas. Alladzii yuwaswisu fii suduurin naas. Minal jinnati wan naas.
“Dengan nama Allah yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang. Katakanlah: Aku berlindung kepada Robb (Yang
memelihara dan menguasai) manusia. Raja manusia. Sembahan manusia. Dari
kejahatan (bisikan) setan yang tersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke
dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia.”
«رَبِّ
قِنِي عَذَابَكَ يَوْمَ تَبْعَثُ عِبَادَكَ».
Robbi qinii ‘adzaabaka yauma
tab’a-tsu ‘ibaadak.
“Ya Robb, jagalah aku dari
siksaMu pada hari Engkau membangkitkan para hambaMu.”
«اَللَّهُمَّ
أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ، وَشُكْرِكَ، وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ».
Alloohumma a’innii ‘alaa
dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibaadatik.
“Ya Allah, tolonglah aku untuk
mengingatMu, bersyukur kepadaMu, dan terbaik dalam beribadah kepadaMu.”
«اَللَّهُمَّ
اغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ، وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ،
وَمَا أَسْرَفْتُ، وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّي، أَنْتَ الْمُقَدِّمُ
وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ، لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ».
Allohummaghfirlii maa qoddamtu
wa maa akh-khortu, wa maa asrortu, wa maa a’-lantu, wa maa asroftu, wa maa anta
a’lamu bihii minnii, antal muqoddimu wa antal mu’akh-khiru. Laa ilaaha illa
anta.
“Ya Allah, ampunilah aku apa
yang telah kerjakan dan aku akhirkan, apa yang aku nampakkan dan apa yang aku
sembunyikan, apa yang aku lampaui batasnya dan apa yang Engkau lebih
mengetahuinya daripada diriku. Engkaulah yang mendahulukan dan Engkaulah yang
mengakhirkan. Tidak ada ilah yang berhak disembah selainMu.”
«اَللَّهُمَّ
إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْكُفْرِ، وَالْفَقْرِ، وَعَذَابِ الْقَبْرِ».
Alloohumma
inni a’uudzu bika minal kufri, wal faqri, wa ‘adzaabil qobr.
“Ya
Allah, aku berlindung kepadamu dari kekufuran, kefakiran, dan siksa kubur.”
«اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ عِلْمًا
نَافِعًا، وَرِزْقًا طَيِّبًا، وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً».
Allohumma innii as-aluka
‘ilman naafi’an, wa rizqon thoyyiban, wa ‘amalan mutaqobbalan.
“Ya Allah, sesungguhnya aku
meminta kepadaMu ilmu yang bermanfaat, rizki yang baik, dan amalan yang
diterima.”
Takhrij adalah
mengalamatkan hadits ke sumber aslinya dari kitab-kitab induk disertai derajat
hadits. Dan semua hadits yang dicantumkan di sini semuanya shohih.
Dalam subbab ini akan
disebutkan lafazh asli hadits secara lengkap beserta kitab-kitab induk yang meriwayatkannya.
عَنْ ثَوْبَانَ، قَالَ: كَانَ رَسُولُ
اللهِ ﷺ، إِذَا انْصَرَفَ مِنْ صَلَاتِهِ اسْتَغْفَرَ ثَلَاثًا، وَقَالَ: «اَللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ، وَمِنْكَ السَّلَامُ،
تَبَارَكْتَ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ»
قَالَ الْوَلِيدُ: فَقُلْتُ
لِلْأَوْزَاعِيِّ: كَيْفَ الْاسْتِغْفَارُ؟ قَالَ: تَقُولُ: أَسْتَغْفِرُ اللهَ،
أَسْتَغْفِرُ اللهَ.
Dari Tsauban, dia berkata:
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam apabila selesai sholat, beliau
istighfar tiga kali dan berkata, “Allohumma
antas salaam, wa mingkas salaam, tabaarokta yaa dzaljalaali wal ikroom.”
Al-Walid
berkata: aku bertanya kepada Al-Auza’i, “Bagaimana cara istighfar?” Jawabnya, “Kamu
membaca astaghfirullooh,
astaghfirullooh.”
Hadits
ini shohih diriwayatkan oleh Muslim no. 591, At-Tirmidzi no. 300,
An-Nasai no. 1337, Ibnu Majah no. 928, Ahmad no. 22365, Ad-Darimi no. 1388,
Ibnu Khuzaimah no. 737, Abu Awanah no. 2064, Ibnu Hibban no. 2003, Ath-Thobroni
no. 649 dalam Ad-Dua, Ibnu Mandah no. 204 dalam At-Tauhid, dan Al-Baihaqi no. 3006
dalam Al-Kubro.
عَنْ وَرَّادٍ،
كَاتِبِ المُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ، قَالَ: أَمْلَى عَلَيَّ المُغِيرَةُ بْنُ
شُعْبَةَ فِي كِتَابٍ إِلَى مُعَاوِيَةَ: أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ كَانَ يَقُولُ فِي
دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ مَكْتُوبَةٍ: «لاَ إِلَهَ
إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، لَهُ المُلْكُ، وَلَهُ الحَمْدُ،
وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ، اللَّهُمَّ لاَ مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ،
وَلاَ مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ، وَلاَ يَنْفَعُ ذَا الجَدِّ مِنْكَ الجَدُّ»
وَقَالَ
شُعْبَةُ: عَنْ عَبْدِ المَلِكِ بْنِ عُمَيْرٍ، بِهَذَا، وَعَنِ الحَكَمِ، عَنِ
القَاسِمِ بْنِ مُخَيْمِرَةَ، عَنْ وَرَّادٍ، بِهَذَا، وَقَالَ الحَسَنُ: الجَدُّ:
غِنًى.
Dari
Warrod juru tulis Al-Mughiroh bin Syu’bah, dia berkata: aku mendekte untuk Al-Mughiroh
bin Syu’bah sebuah surat yang ia tujukan kepada Mu’awiyah bahwa Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam membaca di setiap selesai sholat fardhu, “Laa ilaaha illallooh wahdahuu laa syariika lah, lahul
mulku, walahul hamdu, wahuwa ‘alaa kulli syai-ing qodiir. Allohumma laa maani’a
limaa a’thoita, wa laa mu’thiya limaa mana’ta, wa laa yanfa’u dzaljaddi mingkal
jaddu.”
Dari Abdul Malik bin
Umari dengan lafazh ini, dan juga dari Al-Hakim dari Al-Qosim bin Mukhoimiroh
dari Warrod dengan lafazh ini.
Al-Hasan Al-Bashri
berkata, “Al-Jaddu artinya kekayaan.”
Hadits ini shohih diriwayatkan Al-Bukhori
no. 844, Muslim no. 593, Abu Dawud no. 1505, An-Nasai no. 1341, Ahmad no.
18139, Ad-Darimi no. 1389, Abdurrozzaq no. 3224, Al-Humaidi no. 780, Ibnu Abi
Syaibah no. 3096, Ibnu Khuzaimah no. 742, Abu Awanah no. 2070, dan Ibnu Hibban
no. 2005.
عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ، قَالَ:
كَانَ ابْنُ الزُّبَيْرِ، يَقُولُ: فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ حِينَ يُسَلِّمُ: «لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ
الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ، لَا حَوْلَ وَلَا
قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَلَا نَعْبُدُ إِلَّا
إِيَّاهُ، لَهُ النِّعْمَةُ وَلَهُ الْفَضْلُ، وَلَهُ الثَّنَاءُ الْحَسَنُ، لَا
إِلَهَ إِلَّا اللهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ»
وَقَالَ: «كَانَ رَسُولُ اللهِ ﷺ
يُهَلِّلُ بِهِنَّ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ».
Dari Abuz Zubair, ia berkata: Ibnuz Zubair setiap
akhir sholat setelah salam membaca: “Laa
ilaaha illallooh wahdahuu laa syariika lah, lahul mulku, walahul hamdu, wahuwa
‘alaa kulli syai-ing qodiir. Laa hawla wa laa quwwata illa billaah, laa ilaaha
illallooh, walaa na’budu illaa iyyaah, lahunni’matu wa lahul fadhlu wa lahuts
tsanaa-ul hasan, laa ilaaha illallooh mukh-lishiina lahuddiin walaw karihal
kaafiruun.”
Dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam mengeraskan bacaan itu setiap selesai sholat.”
Hadits ini shohih diriwayatkan oleh Muslim
no. 594, Abu Dawud no. 1506, Ahmad no. 16105, Ibnu Abi Syaibah no. 29262,
Al-Bazzar no. 2201, Abu Ya’la Al-Maushuli no. 6810, Ibnu Khuzaimah no. 741, Abu
Awanah no. 2075, Ibnu Hibban no. 2008, Ath-Thobroni no. 310 dalam Al-Kabir, dan Al-Baihaqi
no. 3015 dalam Al-Kubro.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنْ
رَسُولِ اللهِ ﷺ: «مَنْ سَبَّحَ اللهَ فِي دُبُرِ
كُلِّ صَلَاةٍ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ، وَحَمِدَ اللهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ،
وَكَبَّرَ اللهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ، فَتْلِكَ تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ»،
وَقَالَ: «تَمَامَ الْمِائَةِ: لَا إِلَهَ إِلَّا
اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى
كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ غُفِرَتْ خَطَايَاهُ وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ».
Dari Abu Huroiroh, dari Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam, “Siapa yang bertasbih kepada Allah setiap selesai sholat
sebanyak 33 kali, bertahmid sebanyak 33 kali, bertakbir sebanyak 33 kali, lalu
menyempurnakannya menjadi 100 dengan membaca: Laa
ilaaha illallooh wahdahuu laa syariika lah, lahul mulku, walahul hamdu, wahuwa
‘alaa kulli syai-ing qodiir, maka dosa-dosanya diampuni
meskipun sebanyak bui lautan.”
Hadits ini shohih diriwayatkan Muslim no.
597, An-Nasai no. 1354, Ahmad no. 8834, Malik no. 22, Abu Ya’la no. 6359, Ibnu
Khuzaimah no. 750, Abu Awanah no. 2082, Ibnu Hibban no. 2013, Ath-Thobroni no.
725 dalam Al-Ausath,
Ibnu Mandah no. 323 dalam At-Tauhid,
dan Al-Baihaqi no. 3025 dalam Al-Kubro.
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللهِ ﷺ: «مَنْ قَرَأَ آيَةَ الْكُرْسِيِّ فِي دُبُرِ
كُلِّ صَلَاةٍ مَكْتُوبَةٍ لَمْ يَمْنَعْهُ مِنْ دُخُولِ الْجَنَّةِ إِلَّا أَنْ
يَمُوتَ».
Dari Abu Umamah, dia berkata:
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Siapa yang
membaca ayat Kursi setiap selesai sholat fardhu maka tidak tersisa syarat ia
masuk Surga kecuali kematian.”
Hadits ini shohih
diriwayatkan An-Nasai no. 9848 dalam Al-Kubro, Ath-Thobroni no. 7532
dalam Al-Kabir, dan Ibnus Sunni no. 124 dalam Amalul Yaum wal Lailah.
Dishohihkan Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shohihah no. 972, Ibnu Katsir
I/677 dalam Tafsirnya, dan Al-Mundzir II/299 dalam At-Targhib wat
Tarhib.
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ، قَالَ:
أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ ﷺ أَنْ أَقْرَأَ بِالْمُعَوِّذَاتِ دُبُرَ كُلِّ
صَلَاةٍ.
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir, dia
berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkanku
membaca Al-Mu’awwidzaat (Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas) setiap selesai
sholat.”
Hadits ini shohih
diriwayatkan Abu Dawud no. 1523, At-Tirmidzi no. 2903, An-Nasai no. 1336, Ahmad
no. 17417, Ibnu Khuzaimah no. 755, Ibnu Hibban no. 2004, Ibnus Sunni no. 122,
Al-Hakim no. 929, dan Al-Baihaqi no. 2330 dalam Syu’abul Iman. Dishohihkan
Syaikh Al-Albani, Al-Hakim, dan disepakati Adz-Dzahabi.
عَنِ الْبَرَاءِ، قَالَ: كُنَّا إِذَا
صَلَّيْنَا خَلْفَ رَسُولِ اللهِ ﷺ، أَحْبَبْنَا أَنْ نَكُونَ عَنْ يَمِينِهِ،
يُقْبِلُ عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ، قَالَ: فَسَمِعْتُهُ يَقُولُ: «رَبِّ قِنِي عَذَابَكَ يَوْمَ تَبْعَثُ عِبَادَكَ».
Dari Al-Barro, dia berkata: apabila kami sholat di
belakang Rasulullah ﷺ, kami
menyukai berada di sebelah kanannya sehingga wajah beliau menghadap kami. Aku
mendengarnya membaca: “Robbi
qinii ‘adzaabaka yauma tab’a-tsu ‘ibaadak.”
Hadits ini shohih diriwayatkan Muslim no.
709, At-Tirmidzi no. 3399, Ahmad no. 18711, Ar-Ruyani no. 336 dalam Musnadnya, Ibnu Khuzaimah no. 1563,
Abu Awanah no. 2090, dan Al-Baihaqi no. 3000 dalam Al-Kubro.
عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ، أَنَّ رَسُولَ ﷺ
أَخَذَ بِيَدِهِ، وَقَالَ: «يَا مُعَاذُ، وَاللَّهِ
إِنِّي لَأُحِبُّكَ، وَاللَّهِ إِنِّي لَأُحِبُّكَ»، فَقَالَ: «أُوصِيكَ يَا مُعَاذُ، لَا تَدَعَنَّ فِي دُبُرِ كُلِّ
صَلَاةٍ تَقُولُ: اَللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ، وَشُكْرِكَ، وَحُسْنِ
عِبَادَتِكَ»
وَأَوْصَى بِذَلِكَ مُعَاذٌ
الصُّنَابِحِيَّ، وَأَوْصَى بِهِ الصُّنَابِحِيُّ أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ.
Dari Muadz bin Jabal bahwa Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam memegang tangannya seraya bersabda, “Wahai
Muadz, demi Allah, aku benar-benar mencintaimu, demi Allah, aku benar-benar
mencintaimu. Aku wasiatkan kepadamu wahai Muadz agar kamu jangan pernah
meninggalkan membaca setiap selesai sholat: “Allohumma a’innii ‘alaa
dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibaadatik.”
Muadz mewasiatkan itu kepada Ash-Shunabihi, dan itu
juga diwasiatkan Ash-Shunabihi kepada Abu Abdirrohman.
Hadits ini shohih
diriwayatkan Abu Dawud no. 1522, An-Nasai no. 1303, Ahmad no. 22119, Al-Bukhori
no. 690 dalam Al-Adab Al-Mufrod, Al-Bazzar no. 2661, Ibnu Khuzaimah no.
751, Ibnu Hibban no. 2020, Ath-Thobroni no. 110 dalam Al-Kabir, Ibnus
Sunni no. 118, Ibnu Mandah no. 328, Al-Hakim no. 1010, Abu Nu’aim I/241 dalam Al-Hilyah,
dan Al-Baihaqi no. 18 dalam Ash-Shoghir. Dishohihkan Syaikh Al-Abani,
Al-Hakim, dan disepakati Adz-Dzahabi.
عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ، عَنْ رَسُولِ اللهِ ﷺ، أَنَّهُ إِذَا
سَلَّمَ، قَالَ: «اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي مَا
قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ، وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ، وَمَا أَسْرَفْتُ،
وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّي، أَنْتَ الْمُقَدِّمُ وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ،
لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ».
Dari Ali bin Abi Thalib, dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, bahwa beliau setelah salam
mengucapkan, “Allohummaghfirlii maa qoddamtu wa maa akh-khortu, wa maa
asrortu, wa maa a’-lantu, wa maa asroftu, wa maa anta a’lamu bihii minnii,
antal muqoddimu wa antal mu’akh-khiru. Laa ilaaha illa anta.”
Hadits ini shohih diriwayatkan oleh Muslim
no. 771, Abu Dawud no. 1509, Ahmad no. 729, Al-Bazzar no. 536, Abu Ya’la no.
574, Ibnu Khuzaimah no. 743, Abu Awanah no. 1607, Ibnu Hibban no. 2025,
Ad-Daruquthni no. 1137, dan Al-Baihaqi no. 3018 dalam Al-Kubro.
حَدَّثَنَا مُسْلِمُ بْنُ أَبِي بَكْرَةَ، عَنْ أَبِيهِ، أَنَّ النَّبِيَّ
ﷺ كَانَ يَقُولُ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ: «اَللَّهُمَّ
إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْكُفْرِ، وَالْفَقْرِ، وَعَذَابِ الْقَبْرِ».
Muslim bin Abi Bakroh
menceritakan kepada kami, dari ayahnya, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam biasa membaca seusai sholat, “Allohumma inni a’uudzu bika
minal kufri, wal faqri, wa ‘adzaabil qobr.”
Hadits ini shohih diriwayatkan oleh Ahmad
no. 20409, An-Nasai no. 1347, Ibnu Abi Syaibah no. 29138, Al-Bazzar no. 3675,
Ibnu Khuzaimah no. 747, dan Al-Hakim no. 927, dan Al-Baihaqi no. 206 dalam Itsbaatul Adzaabil Qobr. Dishohihkan
Syaikh Al-Albani, Al-Arnauth, Al-A’zhomi, Al-Hakim, dan disepakati Adz-Dzahabi.
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ
كَانَ يَقُولُ: إِذَا صَلَّى الصُّبْحَ حِينَ يُسَلِّمُ: «اللَّهُمَّ
إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَرِزْقًا طَيِّبًا، وَعَمَلًا مُتَقَبَّلًا».
Dari Ummu Salamah bahwa Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam membaca ketika selesai salam dari sholat Shubuh: “Allohumma
innii as-aluka ‘ilman naafi’an, wa rizqon thoyyiban, wa ‘amalan mutaqobbalan.”
Hadits
ini shohih diriwayatkan Ibnu Majah no. 925, Ahmad no. 26521, An-Nasai
no. 9850 dalam Al-Kubra, Ath-Thobroni no. 735 dalam Al-Mu’jam Ash-Shoghir,
Al-Baihaqi no. 1645 dalam Syu’abul Iman, dan Ibnu Abdil Barr no. 1077
dalam Al-Jami’. Dishohihkan Syaikh Al-Albani dan dihasankan Al-Hafizh
Ibnu Hajar dengan syawahid dalam Nataa-ijul Afkar II/313.
Syarah
adalah penjelasan lebar. Pada subbab ini akan disebutkan penjelasan tiap dzikir
untuk beberapa lafazh (kata) yang dianggap penting.
«أَسْتَغْفِرُ
اللهَ، أَسْتَغْفِرُ اللهَ، أَسْتَغْفِرُ اللهَ، اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلاَمُ،
وَمِنْكَ السَّلاَمُ، تَبَارَكْتَ يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ».
|
«لاَ
إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ
الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ، اللَّهُمَّ لاَ مَانِعَ لِمَا
أَعْطَيْتَ، وَلاَ مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ، وَلاَ يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ
الْجَدُّ».
|
“Tidak ada
Ilah yang berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah Yang Maha Esa,
tidak ada sekutu bagiNya.[5]
BagiNya kerajaan[6] dan
bagiNya segala pujian[7] dan
Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.[8]
Ya Allah tidak ada yang dapat mencegah apa yang Engkau beri, dan tidak ada
yang dapat memberi apa yang Engkau cegah.[9]
Tidak berguna kekayaan itu bagi pemiliknya dari (siksa)Mu.”[10] (HR. Al-Bukhori no. 844)
|
«لاَ
إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ
الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ، لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ
بِاللهِ. لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ، لَهُ
النِّعْمَةُ وَلَهُ الْفَضْلُ وَلَهُ الثَّنَاءُ الْحَسَنُ. لاَ إِلَهَ إِلاَّ
اللهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ، وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ».
|
“Tidak ada
Ilah yang berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah Yang Maha Esa,
tidak ada sekutu bagiNya. BagiNya kerajaan dan bagiNya segala pujian dan Dia
Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali (dengan
pertolongan) Allah.[11]
Tidak ada Ilah yang berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah. Kami
tidak beribadah kecuali kepadaNya. Baginya nikmat, anugerah, dan pujian yang
baik[12].
Tidak ada Ilah yang berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah,
dengan memurnikan ibadah hanya kepadaNya, meskipun orang-orang kafir tidak
menyukainya[13].” (Muslim no. 594)
|
«سُبْحَانَ
اللهِ»
|
“Maha suci
Allah.”[15] (33x)
|
«اَلْحَمْدُ
لِلَّهِ»
|
“Segala
puji bagi Allah.”[16] (33x)
|
«اَللهُ
أَكْبَرُ»
|
“Allah
Maha Besar.”[17] (33x)
|
Kemudian
disempurnakan bacaan sehingga menjadi 100:
«لاَ
إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ
الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ».
|
“Tidak ada
Ilah yang berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah Yang Maha Esa,
tidak ada sekutu bagiNya. BagiNya kerajaan dan bagiNya segala pujian dan
Dialah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Muslim
no. 597)
|
«أَعُوْذُ
بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ * بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ *
اللَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ، لاَ تَأْخُذُهُ سِنَةٌ
وَلاَ نَوْمٌ، لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ، مَنْ ذَا
الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ، يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ
وَمَا خَلْفَهُمْ، وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلاَّ بِمَا شَاءَ،
وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ، وَلَا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا،
وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ».
|
“Aku
berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk.[18]
Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.[19]
Allah tidak ada Ilah (yang berhak
diibadahi dengan benar) melainkan Dia. Yang hidup kekal lagi terus menerus
mengurus (makhlukNya), tidak mengantuk dan tidak tidur. KepunyaanNya apa-apa
yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi. Siapakah yang dapat memberi
syafa’at di sisi Allah tanpa izinNya. Allah mengetahui apa-apa yang di
hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa
dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendakiNya. Dan Kursi Allah meliputi
langit dan bumi, dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah
Maha Tinggi lagi Maha Besar.”[20] (QS. Al-Baqarah [2]:
255, HR. An-Nasai no. 9848)
|
«بِسْمِ
اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ * قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ * اَللَّهُ الصَّمَدُ *
لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ
* وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا
أَحَدٌ».
|
“Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang. Katakanlah: Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah tempat
bergantung kepadaNya segala sesuatu. Dia tiada melahirkan dan tidak pula
dilahirkan, dan tidak ada satupun yang setara denganNya.”[22]
(Abu Dawud no. 1523)
|
|
«بِسْمِ
اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ * قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ *
مِن شَرِّ مَا خَلَقَ * وَمِن شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ *
وَمِن شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ *
وَمِن شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ»
|
“Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang. Katakanlah: Aku berlindung kepada Robb Yang Menguasai waktu
Shubuh, dari kejahatan apa-apa (mahluk) yang diciptakanNya. Dan dari
kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan wanita-wanita
tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul, dan dari kejahatan orang-orang
yang dengki apabila ia dengki.”[23]
|
«بِسْمِ
اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ * قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ *
مَلِكِ النَّاسِ * إِلَهِ النَّاسِ *
مِن شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ
* الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي
صُدُورِ النَّاسِ * مِنَ الْجِنَّةِ وَ النَّاسِ»
|
“Dengan
nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Katakanlah: Aku berlindung
kepada Robb (Yang memelihara dan menguasai) manusia. Raja manusia. Sembahan
manusia. Dari kejahatan (bisikan) setan yang tersembunyi, yang membisikkan
(kejahatan) ke dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia.”[24]
|
«رَبِّ
قِنِي عَذَابَكَ يَوْمَ تَبْعَثُ عِبَادَكَ».
|
“Ya Robb,
jagalah aku dari siksaMu pada hari Engkau membangkitkan para hambaMu.”[25] (Muslim no. 709)
|
«اَللَّهُمَّ
أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ، وَشُكْرِكَ، وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ».
|
«اَللَّهُمَّ
اغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ، وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ،
وَمَا أَسْرَفْتُ، وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّي، أَنْتَ الْمُقَدِّمُ
وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ، لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ».
|
“Ya Allah,
ampunilah aku apa yang telah kerjakan[30]
dan aku akhirkan[31],
apa yang aku nampakkan[32] dan
apa yang aku sembunyikan[33],
apa yang aku lampaui batasnya[34] dan
apa yang Engkau lebih mengetahuinya daripada diriku. Engkaulah yang
mendahulukan[35] dan
Engkaulah yang mengakhirkan[36].
Tidak ada ilah yang berhak disembah selainMu[37].”
(Muslim no. 771)
|
«اَللَّهُمَّ
إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْكُفْرِ، وَالْفَقْرِ، وَعَذَابِ الْقَبْرِ».
|
«اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ عِلْمًا
نَافِعًا، وَرِزْقًا طَيِّبًا، وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً».
|
Saya
menghimbau kepada Pembaca sekalian untuk mengecek kembali apakah dzikir-dzikir
yang selama ini dibaca rutin setiap selesai sholat benar-benar shohih dari Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ataukah tidak? Jika masih ragu atau belum
mendapatkan referensinya, maka baiknya Pembaca menggunakan dzikir-dzikir yang
ada di buku ini yang sudah jelas keshohihannya. Sebab, Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda:
«مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ
رَدٌّ»
“Barangsiapa yang bikin-bikin baru dalam urusan (syariat)
kami ini yang bukan bagian darinya, maka ia tertolak.” (HR. Al-Bukhori no. 2697 dan Muslim no. 1718)
Dalam
riwayat lainnya:
«مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ»
“Barangsiapa yang beramal tanpa ada perintahnya dari
kami, maka amal itu tertolak.”
(HR. Muslim no. 1718)
Bagi
guru dan ustadz atau thalibul ilmi yang menemukan kesalahan dimohon
menyampaikannya ke 085730219208 agar saya ikutkan ke edisi revisinya. Jazakumullah
khoiron.[]
- Tafsîrul Qur`ânil Adzîm (Tafsîr Ibnî Katsîr)
karya Abu Al-Fida Ismail bin Umar bin Katsir Al-Qurasy Ad-Dimasyqi (w. 774
H), Tahqiq: Sami Muhammad Salamah, Penerbit: Dar Tayyibah, cet. ke-2 th.
1420 H/1999 M.
- Taisîrul Karîmir Rahmân fî Tafsîri Kalâmil Mannân (Tafsîr
As-Sa’di) karya Abdurrahman bin Nashir bin Abdullah As-Sa'di (w. 1376
H), Tahqiq: Abdurrahman bin Ma'la Al-Luwaihaq, Penerbit: Muassasah
ar-Risalah, cet. ke-1 th. 1420 H/2000 M.
- Al-Jâmi’ As-Musnad Ash-Shahîh Al-Mukhtashar min
Umûri Rasûlillahi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam wa Sunanih wa Ayyamih
(Shahîh Al-Bukhârî) karya Abu Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari
Al-Ju’fi (w. 256 H), Tahqiq: Muhammad Zuhair bin Nashir An-Nashir,
Penerbit: Dar Thauqun Najah, cet. ke-1 th. 1422 H.
- Al-Musnad Ash-Shahîh Al-Mukhtashar Binaqlil Adli
‘anil Adli ilâ Rasûlillahi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam (Shahîh Muslim)
karya Abu Al-Husain Muslim bin Hajjaj bin Muslim Al-Qusyairi An-Naisaburi
(w. 261 H), Tahqiq: Dr. Muhammad Fuad Abdul Baqi, Penerbit: Ihyaut Turats
Al-Arabi Beirut, tanpa tahun.
- Sunan
At-Tirmidzî
karya Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah At-Tirmidzi (w. 249 H), Tahqiq: Ahmad
Muhammad Syakir dkk, Penerbit: Musthafa Al-Babi Al-Halabi Mesir, cet. ke-2
th. 1395 H/1975 H.
- Sunan
Abû Dâwûd
karya Abu Dawud Sulaiman bin Al-Asy’ats As-Sijistani As-Azdi (w. 275 H), Tahqiq: Muhammad
Muhyiddin Abdul Hamid, Penerbit: Maktabah Al-Ishriyyah Beirut, tanpa
tahun.
- Al-Mujtabâ
(Sunan An-Nasâ`i)
karya Abu Abdirrahman Ahmad bin Syu’aib bin Ali An-Nasa`i (w. 303 H), Tahqiq: Abu Ghuddah
Abdul Fattah, Penerbit: Maktab Al-Mathbu’at Al-Islamiyah Halab cet. ke-2
th. 1406 H/1986 M.
- Sunan
Ibnu Mâjah
karya Abu Abdillah Muhammad bin Majah (nama aslinya Yazid) Al-Qazwini (w. 273 H), Tahqiq: Muhammad Fuad
Abdul Baqi, Penerbit: Dar Ihya`ul Kutub Al-Arabiyyah.
- Musnad
Ahmad karya
Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal asy-Syaibani (w. 241 ), Tahqiq: Syuaib
Al-Arnauth dkk, Penerbit: Muassasah ar-Risalah, cet. ke-1 th. 1421 H/2001
M.
- As-Sunan
Al-Kubrâ karya
Abu Abdirrahman Ahmad bin Syu’aib bin Ali An-Nasa`i (w. 303 H), Tahqiq: Hasan Abdul
Mun’im Syalabi, Penerbit: Muassasah ar-Risalah Beirut, cet. ke-1 th. 1421
H/2001 M.
- Shahîh
Ibnu Khuzaimah karya
Abu Bakar Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah bin Al-Mughirah bin Shalih bin
Bakar As-Sulami An-Naisaburi (w. 311 H), Tahqiq: Dr. Musthafa Al-A’dzami,
Penerbit: Al-Maktabah Al-Islami Beirut, cet. tanpa tahun.
- Shahîh
Ibnu Hibbân karya
Abu Hatim Muhammad bin Hibban bin Ahmad bin Hibban bin Muadz bin Ma’bad
At-Tamimi Ad-Darimi (w. 354 H), Tahqiq: Syu’aib Al-Arna`ut, Penerbit:
Muassasah ar-Risalah Beirut, cet. ke-2 th. 1414 H/1993 H.
- Al-Mustadrâk
alâsh Shahîhain karya
Abu Abdillah Al-Hakim bin Muhammad bin Abdullah bin Muhammad bin
Hamadiyyah bin Tsu’aim bin Al-Hakam adh-Dhabi Ath-Thahmani An-Naisaburi
(nama ma’ruf Ibnul Bayyi’) (w. 405 H), Tahqiq: Musthafa Abdul Qadir Atha,
Penerbit: Darul Kutub Al-Ilmiyyah Beirut, cet. ke-1 th. 1411 H/1990 H.
- Ar-Raudhu
Ad-Dânî (Al-Mu’jam Ash-Shaghîr) karya
Abul Qasim Sulaiman bin Ahmad bin Ayyub bin Muthir Al-Lahmi asy-Syami
Ath-Thabarani (w. 360 H), Tahqiq: Muhammad Syakur Mahmud Al-Hajj Al-Amiri,
Penerbit: Al-Maktab Al-Islami Beirut, cet. ke-1 th. 1405 H/1985 H.
- Al-Mu’jam
Al-Ausath karya
Abul Qasim Sulaiman bin Ahmad bin Ayyub bin Muthir Al-Lahmi asy-Syami
Ath-Thabarani (w. 360 H), Tahqiq: Thariq bin Iwadhullah bin Muhammad dan
Abdul Muhsin bin Ibrahim Al-Husni, Penerbit: Darul Haramain Mesir, cet.
tanpa tahun.
- Al-Mu’jam
Al-Kabîr karya
Abul Qasim Sulaiman bin Ahmad bin Ayyub bin Muthir Al-Lahmi asy-Syami
Ath-Thabarani (w. 360 H), Tahqiq: Hamdi bin Abdul Majid As-Salafi, Penerbit:
Maktabah Ibnu Taimiyyah Mesir, cet. ke-2 tanpa tahun.
- Al-Mu’jam
Al-Kabîr (juz
13, 14, dan 21) karya Abul Qasim Sulaiman bin Ahmad bin Ayyub bin Muthir
Al-Lahmi asy-Syami Ath-Thabarani (w. 360 H), Tahqiq: penelitian di bawah
pengawasan Dr. Sa’ad bin Abdullah Al-Hamid dan Dr. Khalid bin Abdurrahman
Al-Jarisi, cet. ke-1 th. 1427 H/2006 H.
- As-Sunan
Al-Kubrâ
karya Abu Bakar Ahmad bin Al-Husain bin Ali Al-Baihaqi (w. 458 H), Tahqiq:
Muhamamd Abdul Qadir Atha, Penerbit: Darul Kutub Al-Ilmiyyah Beirut, cet.
ke-3 th. 1424 H/2003 H.
- As-Sunan
Ash-Shughrâ
karya Abu Bakar Ahmad bin Al-Husain bin Ali Al-Baihaqi (w. 458 H), Tahqiq:
Abdul Mu’thi Amin, Penerbit: Jami’atud Dirâsât Al-Islâmiyyah Pakistan,
cet. ke-1 th. 1410 H/1989 H.
- Syu'abul
Iman karya
Abu Bakar Ahmad bin Al-Husain bin Ali bin Musa Al-Baihaqi Al-Khurasani (w.
458 H), Tahqiq: Dr. Abdul Ali Abdul Hamid Hamid, Penerbit: Maktabah
ar-Rusyd Riyadh, cet. ke-1 th. 1423 H/2003 M.
- Mushannaf
Ibnu Abi Syaibah
karya Abu Bakar Abdullah bin Abu Syaibah Al-Abasi Al-Kufi (w. 235 H),
Tahqiq: Kamal Yusuf Al-Hut, Penerbit: Maktabah ar-Rusyd Riyadh, cet. ke-1
th. 1409 H.
- Mushannaf
Abdurrazzâq
karya Abu Bakar Abdurrazzaq bin Hammam Ash-Shan'ani (w. 211 H), Tahqiq:
Habiburrahman Al-A'dhami, Penerbit: Al-Maktab Al-Islami Beirut, cet. ke-2
th. 1403 H.
- Musnad
Ad-Dârimî (Sunan Ad-Dârimî) karya
Abu Muhammad Abdullah bin Abdurrahman bin Al-Fadhal bin Bahram bin Abdush
Shamad Ad-Darimi At-Tamimi As-Samarqandi (w. 255 H), Tahqiq: Husain Salim
Asad Ad-Darani, Penerbit: Darul Mughni KSA, cet. ke-1 th. 1412 H/2000 M.
- Al-Mustakhrâj
karya Abu
Awanah Ya’qub bin Ishaq bin Ibrahim An-Naisaburi Al-Isfirayaini (w. 316
H), Tahqiq: Aiman bin Arif Ad-Dimasyq, Penerbit: Darul Ma’rifah Beirut,
cet. ke-1 th. 1419 H/1998 H.
- Sunan
Ad-Dâruquthnî karya
Abul Hasan Ali bin Umar bin Ahmad bin Mahdi bin Mas’ud bin Nu’man bin
Dinar Al-Baghdadi Ad-Daruquthni (w. 385 H), Tahqiq: Syu’aib Al-Arna`uth
dkk, Penerbit: Muassasah ar-Risalah Beirut, cet. ke-1 th. 1424 H/2004 H.
- Musnad
Abû Ya’lâ karya
Abu Ya’la Ahmad bin Ali bin Al-Mutsanna bin Yahya bin Isa bin Hilal
At-Tamimi Al-Maushuli (w. 307 H), Tahqiq: Husain Salim Asad, Penerbit:
Darul Ma`mun lit Turâts Damaskus, cet. ke-1 th. 1404 H/1984 H.
- Musnad
Ibnu Abî Syaibah karya
Abu Bakar Abdullah bin Muhammad bin Ibrahim bin Utsman bin Khawasiti
Al-Abasi Ibnu Abi Syaibah (w. 235 H),
Tahqiq: Adil bin Yusuf Al-Azazi dan Ahmad bin Farid Al-Mazidi,
Penerbit: Darul Wathan Riyadh, cet. ke-1 th. 1997 H.
- Musnad
Abû Dâwûd Ath-Thayâlisî karya
Abu Dawud Sulaiman bin Dawud bin Al-Jarud Ath-Thayalisi Al-Bashri (w. 204
H), Tahqiq: Dr. Muhammad bin Abdul Muhsin At-Turki, Penerbit: Dar Hijr
Mesir, cet. ke-1 th. 1419 H/1999 H.
- Al-Bahr
az-Zakhkhâr (Musnad Al-Bazzâr) karya
Abu Bakar Ahmad bin Amr bin Abdul Khaliq bin Khalad bin Ubaidillah Al-Ataki
(nama ma’ruf Al-Bazzar) (w. 292 H), Tahqiq: Mahfuzhur Rahman Zainullah
(juz 1-9), Adil bin Sa’ad (juz 10-17), dan Shabari Abdul Khaliq
asy-Syafi’i (juz 18), Penerbit: Maktabah Al-Ulum wal Hikam Madinah, cet.
ke-1 th. 1988-2009 H.
- Musnad
Al-Humaidi
karya Abu Bakar Abdullah bin az-Zubair bin Isa bin Abdillah Al-Qurasyi
Al-Asadi Al-Humaidi Al-Makki (w. 219 H), Tahqiq: Hasan Salim Asad
Ad-Darani, Penerbit: Darus Saqa`, cet. ke-1 th. 1996 M.
- At-Tauhîd
wa Ma’rifatu Asmâ`illah Azza wa Jalla wa Sifâtuhu ‘alal Ittifâq wat
Tafarrudi (Kitâbut Tauhîd)
karya Abu Abdillah Muhammad bin Ishaq bin Muhammad bin Yahya bin Mandah
Al-Abdi (w. 395 H), Tahqiq: Dr. Ali bin Muhammad Nashir Al-Faqihi,
Penebit: Maktabatul Ulum wal Hikam Madinah, cet. ke-1 th. 1423 H/2002 M.
- Fathul
Bârî Syarhu Shahîh Al-Bukhârî karya
Abul Fadhl Ahmad bin Ali bin Hajar Al-Asqalani asy-Syafi’i (w. 852 H),
Tahqiq: Abdul Aziz bin Baz, Tarqim: Muhammad Fuad Abdul Baqi, Takhrij:
Muhibuddin Al-Khathib, Penerbit: Darul Ma’rifat Beirut, cet. th. 1379 H.
- Al-Minhâj
Syarhu Shahîh Muslim bin Al-Hajjâj karya Abu Zakaria Yahya bin Syaraf An-Nawawi
asy-Syafi’i (w. 676 H), Penerbit: Dar Ihyâ`ut Turâts Al-Arabi Beirut, cet.
ke-2 th. 1392 H.
- Dan lain-lain
[1] Dzikir ini adalah yang pertama dibaca Nabi ﷺ,
sehingga tidak boleh diakhirkan dari bacaan lainnya, berdasarkan riwayat Aisyah
RAH, ia berkata:
كَانَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا سَلَّمَ لَمْ يَقْعُدْ إِلَّا مِقْدَارَ
مَا يَقُولُ: «اللهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ، تَبَارَكْتَ ذَا
الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ» وَفِي رِوَايَةِ ابْنِ نُمَيْرٍ «يَا ذَا الْجَلَالِ
وَالْإِكْرَامِ»
“Apabila Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam salam dari shalat tidak diam kecuali sekedar cukup untuk membaca: Allahumma antas salaam... (dst).” (HR. Muslim no. 592)
[2] Maghfirah artinya menutupi. Helm besi yang biasa dipakai prajurit
perang dinamakan mighfar karena fungsinya untuk menutupi dan melindungi.
Meminta maghfiroh kepada Allah artinya adalah meminta dosa-dosanya agar
dihapus dan ditutup aibnya dari manusia, serta meminta penjagaan dari dosa di
masa berikutnya.
Hikmah dibacanya istighfar
seusai shalat adalah sebagai pengakuan hamba tidak bisa maksimal dalam
shalatnya, baik menunaikan rukun-rukunnya dan khusyuknya. Orang yang shalat
dengan sempurna amatlah sedikit, bahkan setengah pun tidak banyak yang mampu
mencapainya. Rasulullah ﷺ bersabda:
«إِنَّ الرَّجُلَ لَيَنْصَرِفُ وَمَا كُتِبَ لَهُ إِلَّا عُشْرُ
صَلَاتِهِ تُسْعُهَا ثُمْنُهَا سُبْعُهَا سُدْسُهَا خُمْسُهَا رُبْعُهَا ثُلُثُهَا
نِصْفُهَا»
“Sungguh seseorang selesai
menunaikan shalatnya, tetapi pahala yang ditulis untuknya hanya 1/10 dari
shalatnya, 1/9, 1/8, 1/7, 1/6, 1/5, 1/4, 1/3, atau 1/2.” (Hasan: HR. Abu Dawud
no. 796)
[3] As-Salam adalah salah satu
dari nama Allah yang indah, sebagaimana firmanNya:
هُوَ اللَّهُ
الَّذِي لا إِلَهَ إِلا هُوَ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلامُ الْمُؤْمِنُ
الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا
يُشْرِكُونَ
“Dia-lah Allah Yang tiada
Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha
Sejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha
Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala keagungan, Maha Suci, Allah dari
apa yang mereka persekutukan.” (QS. Al-Hasyr [59]: 23)
Maknanya, Allah selamat dari
segala bentuk aib (cacat) dan kekurangan, baik dalam DzatNya maupun
perbuatanNya.
Adapun (السلام عليك)
maknanya Allah As-Salam menjagamu dalam agama, jasad, dan jiwa.
[4] Banyak berkahMu dan banyak
kebaikanMu.
[5] Hanya Allah yang berhak
disembah, adapun selainNya tidak berhak meskipun mereka menamainya tuhan-tuhan
selain Allah. Disebut syirik jika seseorang menyembah Allah dan juga menyembah
selainNya, begitu juga termasuk: mencintai berhala meskipun juga mencintai
Allah, sebagaimana firmanNya:
وَمِنَ النَّاسِ
مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ
وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ ظَلَمُوا إِذْ
يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ الْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ
الْعَذَابِ
“Dan di antara manusia ada
orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka
mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang
beriman sangat cinta kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat
lalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa
kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya dan bahwa Allah amat berat siksaanNya
(niscaya mereka menyesal).” (QS. Al-Baqarah [2]: 165)
[6] Kerajaan adalah kekuasaan
Allah yang membentang ke segala penjuru, meliputi langit-langit yang tujuh
hingga bumi yang tujuh berikut isi keduanya. Semuanya adalah milik Allah.
Sehingga rumah, kendaraan, kebun, hingga sandal, bahkan manusia pun semuanya
adalah milik Allah, sebagaimana firmanNya:
لَهُ مَا فِي
السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا وَمَا تَحْتَ الثَّرَى
“KepunyaanNya-lah semua yang
ada di langit, semua yang di bumi, semua yang di antara keduanya dan semua yang
di bawah tanah.” (QS. Thoha [20]: 6)
[7] Al-Hamd adalah terpuji Dzatnya karena kesempurnaan Dzat
dan sifatNya, meskipun andaikan tidak memberi. Berbeda dengan syukur, yaitu
memuji karena kebaikannya. Semua pujian hanya milik Allah, karena Allah Dzatnya
terpuji, bagaiman lagi jika kebaikan Allah begitu banyak kepada alam semesta?!
الْحَمْدُ لِلَّهِ
رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Dengan menyebut nama Allah
Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Fatihah [1]: 2)
[8] Al-Qodir adalah salah satu
namaNya yang menunjukkan kesempurnaan kekuasaan, sehingga tidak ada satu pun
yang bisa melemahkanNya, semua alam tunduk dengan takdirNya.
[9] Ini adalah diantara
kesempurnaan takdirNya. Makhluk tidak bisa saling memberi manfaat maupun
menghindarkan bahaya, kecuali semua dibawah kehendak dan kuasa Allah. Allah
berfirman:
قُلْ لا أَمْلِكُ
لِنَفْسِي نَفْعًا وَلا ضَرًّا إِلا مَا شَاءَ اللَّهُ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ
الْغَيْبَ لاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَا
إِلا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
“Katakanlah, ‘Aku tidak
berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudaratan
kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang gaib,
tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa
kemudaratan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita
gembira bagi orang-orang yang beriman.’” (QS. Al-A’raf [7]: 188)
[10] Kelebihan yang dimiliki
manusia baik harta dan pengikutnya tidak akan mampu menyelamatkan pemiliknya
dari siksa Allah, karena semua manusia hina dan rendah di sisiNya, mereka semua
sama. Yang membedakan mereka hanya ketaqwaan mereka yang disertai amal shalih.
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ
عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Sesungguhnya orang yang
paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di
antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat [49]: 13)
يَوْمَ لا يَنْفَعُ
مَالٌ وَلا بَنُونَ * إِلا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ
“(Yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang
bersih.” (QS.
Asy-Syu’ara [26]: 88-89)
[11] Haul (daya) artinya kemampuan untuk menjauhi maksiat, dan quwwah
(kekuatan) artinya kemampuan untuk beramal shalih; keduanya tidak mampu
dilakukan hamba kecuali atas karunia dan pertolongan Allah. Ketika mereka
diseru muadzin untuk shalat maka jawaban mereka adalah laa haula wa laa
quwwata illa billaah, karena mereka tidak mampu mendatangi shalat kecuali
dengan pertolongan Allah.
Allah menceritakan kisah
pemilik kebun yang tidak mau menyadari bahwa keberhasilannya bukanlah
kemampuannya semata, tetapi karena karunia Allah. Ketika dia enggan mengakui
maka dilenyapkanlah kebunnya. Saudaranya menasihatinya:
وَلَوْلا إِذْ
دَخَلْتَ جَنَّتَكَ قُلْتَ مَا شَاءَ اللَّهُ لا قُوَّةَ إِلا بِاللَّهِ إِنْ
تَرَنِ أَنَا أَقَلَّ مِنْكَ مَالا وَوَلَدًا * فَعَسَى رَبِّي أَنْ يُؤْتِيَنِ
خَيْرًا مِنْ جَنَّتِكَ وَيُرْسِلَ عَلَيْهَا حُسْبَانًا مِنَ السَّمَاءِ
فَتُصْبِحَ صَعِيدًا زَلَقًا * أَوْ يُصْبِحَ مَاؤُهَا غَوْرًا فَلَنْ تَسْتَطِيعَ
لَهُ طَلَبًا
“Dan mengapa kamu tidak
mengucapkan tatkala kamu memasuki kebunmu ‘maa syaa allah, laa quwwata illaa
billah’ (Sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali
dengan pertolongan Allah). Sekiranya kamu anggap aku lebih sedikit darimu dalam
hal harta dan keturunan, maka mudah-mudahan Tuhanku, akan memberi kepadaku
(kebun) yang lebih baik daripada kebunmu (ini); dan mudah-mudahan Dia
mengirimkan ketentuan (petir) dari langit kepada kebunmu, hingga (kebun itu)
menjadi tanah yang licin. atau airnya menjadi surut ke dalam tanah, maka
sekali-kali kamu tidak dapat menemukannya lagi.’” (QS. Al-Kahfi [18]: 39-41)
Imam An-Nawawi berkata, “Ia
adalah kalimat pasrah dan menyerah. Sungguh hamba tidak memiliki kuasa apapun,
ia tidak memiliki haul (daya) untuk menolak mudhorot dan tidak memiliki quwwah
(kekuatan) untuk melakukan kebaikan, kecuali dengan kehedak Allah.” (Syarah
Shohih Muslim, 17/30-31)
[12] Yakni semua nikmat milik Allah. Nikmat Allah kepada
hambaNya ada dua jenis, yaitu zhahir (nampak) dan batin. Nikmat yang biasa
nampak di mata manusia contohnya seperti makanan, tempat tinggal, kendaraan,
dan harta kekayaan. Nikmat yang tidak nampak di mata manusia (batin) sehingga
kebanyakan mereka lupa, seperti sehat dan cerdas, terutama iman dan amal
shalih. Allah berfirman:
أَلَمْ تَرَوْا
أَنَّ اللَّهَ سَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ وَأَسْبَغَ
عَلَيْكُمْ نِعَمَهُ ظَاهِرَةً وَبَاطِنَةً
“Tidakkah kamu perhatikan
sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan) mu apa yang di langit
dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmatNya lahir dan batin.” (QS. Luqman [30]: 20)
Dan semua nikmat sumbernya
adalah Allah karena Dialah satu-satunya yang memilikinya. Sehingga yang ada
pada manusia adalah titipan dariNya. Allah berfirman:
وَمَا بِكُمْ مِنْ
نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ
“Dan apa saja nikmat yang ada
pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya).” (QS. An-Nahl [16]: 53)
[13] Yakni saya hanya menyembah Allah dan berlepas diri dari
kesyirikan dan pelakunya, dan saya tidak peduli orang-orang kafir marah lalu
menyakitiku.
[14] Tahmid adalah bacaan alhamdulillah,
tasbih adalah bacaan subhanalloh, dan takbir adalah bacaan Allahu
akbar. Ada 6 macam hitungan dalam menggabungkan 3 kalimat agung ini, yaitu:
1.
Subhanallah 10x, Alhamdulillah
10x, Allahu Akbar 10x; sehingga total 30x. Berdasarkan riwayat Abu Huroiroh Radhiyallahu
‘Anhu, ia berkata, “Orang-orang Muhajirin yang miskin berkata, ‘Wahai
Rasulullah oran-orang kaya (Anshor) memborong derajat tinggi dan pahala yang
melimpah.” Beliau bersabda, “Bagaiman itu?” Jawab mereka, “Mereka shalat
seperti kami shalat, mereka berjihad
seperti kami berjihad, tetapi mereka bersedekah dengan harta mereka sementara
kami tidak punya harta.” Beliau bersabda:
«أَفَلاَ
أُخْبِرُكُمْ بِأَمْرٍ تُدْرِكُونَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، وَتَسْبِقُونَ مَنْ
جَاءَ بَعْدَكُمْ، وَلاَ يَأْتِي أَحَدٌ بِمِثْلِ مَا جِئْتُمْ بِهِ إِلَّا مَنْ
جَاءَ بِمِثْلِهِ؟ تُسَبِّحُونَ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ عَشْرًا، وَتَحْمَدُونَ
عَشْرًا، وَتُكَبِّرُونَ عَشْرًا»
“Maukah kalian kuberitahu
sebuah amalan yang mengungguli orang sebelum kalian dan menyusul orang setelah
kalian, dan tidak ada seorang pun yang datang (pada hari Kiamat) yang menyamai
kalian kecuali yang mengamalkannya juga? Kalian bertasbih 10x setiap selesai
shalat, bertahmid 10x, dan bertakbir 10x.” (HR. Al-Bukhori no. 6329)
خَلَّتَانِ لَا يُحْصِيهِمَا رَجُلٌ مُسْلِمٌ إِلَّا دَخَلَ
الجَنَّةَ، أَلَا وَهُمَا يَسِيرٌ، وَمَنْ يَعْمَلُ بِهِمَا قَلِيلٌ: يُسَبِّحُ
اللَّهَ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ عَشْرًا، وَيَحْمَدُهُ عَشْرًا، وَيُكَبِّرُهُ
عَشْرًا
“Ada dua perkara, setiap
Muslim yang konsisten melakukannya akan masuk ke Surga. Keduanya sangatlah
mudah, namun sangat jarang yang mampu konsisten mengamalkannya. (Perkara yang
pertama) adalah bertasbih, bertahmid, dan bertakbir masing-masing sebanyak
sepuluh kali sesudah menunaikan shalat fardhu.” (Shohih: HR.
At-Tirmidzi no. 3410)
2.
Subhanallah 11x, Alhamdulillah
11x, Allahu Akbar 11x; sehingga totalnya 33x. Berdasarkan riwayat yang hampir
mirip dengan riwayat Abu Huroiroh di atas. (HR. Al-Bukhori no. 843 dan Muslim
no. 595)
3.
Subhanallah 25x, Alhamdulillah
25x, Allahu Akbar 25x, Laailaha illa Allah 25x; sehingga totalnya 100x. (Hasan
Shohih: HR. An-Nasai no. 1351 dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘Anhuma)
4.
Subhanallah 33x, Alhamdulillah
33x, Allahu Akbar 33x; sehingga totalnya 99x. (HR. Al-Bukhori no. 843 dan Muslim
no. 595)
5.
Subhanallah 33x, Alhamdulillah
33x, Allahu Akbar 34x; sehingga totalnya 100x. (HR. Muslim no. 596 dari Ka’ab
bin Ujrah Radhiyallahu ‘Anhu)
6.
Subhanallah 33x, Alhamdulillah
33x, Allahu Akbar 33x, ditambah laa ilaaha illallahu wahdahuu laa syariika
lah... (seperti pada dzikir poin 4 dibawah).
[15] Subhanallah artinya mensucikan Allah dari segala aib
(cacat) dan kekurangan. Untuk itu saat mensucikan diriNya dari tuduhan punya
anak dan kesyirikan, Allah berfirman:
مَا اتَّخَذَ
اللَّهُ مِنْ وَلَدٍ وَمَا كَانَ مَعَهُ مِنْ إِلَهٍ إِذًا لَذَهَبَ كُلُّ إِلَهٍ
بِمَا خَلَقَ وَلَعَلَا بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا
يَصِفُونَ
“Allah sekali-kali tidak
mempunyai anak, dan sekali-kali tidak ada tuhan (yang lain) besertaNya, kalau
ada tuhan besertaNya, masing-masing tuhan itu akan membawa makhluk yang
diciptakannya, dan sebagian dari tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang
lain. Maha Suci Allah dari apa yang mereka sifatkan itu.” (QS. AlMukminun [23]: 91)
[16] Telah berlalu penjelasannya.
[17] Akbar dalam bahasa Arab
termasuk isim tafdhil (bermakna lebih dari) sehingga Allahu Akbar
bermakna Allah lebih besar. Kalimat ini membutuhkan pelengkapnya,
dan perkiraan kata yang terbuang adalah minal asy-ya (dari segala sesuatu), atau
bermakna paling, sehingga perkiraan lengkapnya adalah akbarul asy-ya
(terbesar dari segala sesuatu). Tidak disebutkannya pelengkap, berfaidah
Allah tidak ada bandingannya dan tidak boleh dibandingkan dengan objek
tertentu.
Syaikh Muhammad bin Shalih
Al-Utsaimin berkata, “Maknanya adalah bahwa Allah Ta’ala lebih besar
dari segala sesuatu, dalam Dzat, nama-nama dan sifat-sifatNya serta seluruh
makna yang tercakup di dalam lafadz ini.” (Syarhul Mumti‘, III/28)
Allah Maha Besar dalam
DzatNya, dan tidak ada yang tahu hakikatNya kecuali diriNya sendiri. Di antara
makhluk Allah yang terbesar adalah Kursi. Rasulullah ﷺ
bersabda:
مَا السَّمَاوَاتُ
السَّبْعُ مَعَ الْكُرْسِيِّ إِلَّا كَحَلْقَةٍ مُلْقَاةٍ بِأَرْضٍ فَلَاةٍ
وَفَضْلُ الْعَرْشِ عَلَى الْكُرْسِيِّ كَفَضْلِ الْفَلَاةِ عَلَى الْحَلْقَةِ
“Perbandingan tujuh langit
dengan Kursi seperti gelang dilempar di padang pasir. Perbandinga Arsy dengan
Kursi seperti padang pasir tersebut dengan gelang.” (Shohih: HR. Ibnu
Hibban no. 361 dengan sanad dhaif. Syaikh Al-Albani menshohihkannya di Ash-Shohihah
no. 109 dan berkata, “Kesimpulannya, hadits ini dengan berbagai jalur ini
adalah shohih, dan jalur paling shohih adalah yang terakhir. Allahu a’lam.”)
Allah berfirman:
وَسِعَ كُرْسِيُّهُ
السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ
“Kursi Allah meliputi langit
dan bumi.” (QS.
Al-Baqarah [2]: 255)
Kursi adalah makhluk terbesar
setelah Arsy, dan seluruh langit dan bumi diliputinya. “Dan Kursi adalah
tempat kedua telapak kaki Allah.” (Shohih: HR. Al-Hakim II/282)
[18] Makna asal dari rojiim adalah marjuum yakni
dilempar, karena setan dilempari meteor oleh Malaikat karena mencoba mencuri
berita langit, sebagaimana firmanNya:
وَلَقَدْ زَيَّنَّا
السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَجَعَلْنَاهَا رُجُومًا لِلشَّيَاطِينِ
وَأَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابَ السَّعِيرِ
“Sesungguhnya Kami telah
menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang dan Kami jadikan
bintang-bintang itu alat-alat pelempar setan, dan Kami sediakan bagi mereka
siksa Neraka yang menyala-nyala.” (QS. AlMulk [67]: 5)
Di antara faidah meminta
perlindungan adalah agar aktivitas ibadahnya bisa maksimal dan tidak diganggu
setan, juga menjauhkan diri dari bahaya yang ditimbulkan olehnya. Oleh karena
itu, setiap orang diperintahkan untuk memohon kepada Allah perlindungan dari
kehadiran setan, terutama ketika mengawali membaca Al-Quran. Allah berfirman:
وَقُلْ رَبِّ
أَعُوذُ بِكَ مِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِينِ * وَأَعُوذُ بِكَ رَبِّ أَنْ
يَحْضُرُونِ
“Dan katakanlah, ‘Ya Tuhanku aku berlindung kepada Engkau dari
bisikan-bisikan setan.
Dan aku
berlindung (pula) kepada Engkau ya Tuhanku, dari kedatangan mereka kepadaku.” (QS. AlMukminun [23]: 97-98)
[19] Ar-Rahman dan Ar-Rahiim adalah dua nama dari nama-nama
Allah yang indah. Darinya muncul rahmat (kasing sayang), sehingga Ar-Rahman
adalah Pemilik rahmat yang luas, dan jika rahmat tersebut sampai ke makhlukNya
maka Dia dinamakan Ar-Rahim. (Lihat Syarah Usul Tsalatsah lil Utsaimin)
[20] Syaikh As-Sa’di berkata, “Ayat yang mulia ini adalah ayat
yang paling agung, utama, dan mulia, karena mengandung perkara-perkara agung
dan sifat-sifat mulia. Oleh karena itu, banyak hadits yang memotivasi untuk
membacanya dan menjadikannya sebagai wirid seseorang di waktu pagi dan sore,
menjelang tidur, dan seusai shalat fardhu.” (Tafsir As-Sa’di hal. 110)
[21] Mu’awwidzatain artinya dua perlindungan yaitu surat Al-Falaq dan An-Nas
karena kedua berisi meminta perlindungan kepada Allah. Jika digabung dengan
Al-Ikhlas maka disebut mu’awwidzaat.
[22] Disebut surat Al-Ikhlas
karena surat ini adalah bukti keikhlasan hamba dalam penghambaan diri kepada Allah
dengan menafikan seluruh aib dan kekurangan darinya, termasuk memiliki anak,
dilahirkan, dan melahirkan. Diriwayatkan Abu Huroiroh Radhiyallahu ‘Anhu
berkata, Nabi ﷺ bersabda:
قَالَ اللَّهُ:
كَذَّبَنِي ابْنُ آدَمَ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ ذَلِكَ، وَشَتَمَنِي وَلَمْ يَكُنْ
لَهُ ذَلِكَ، فَأَمَّا تَكْذِيبُهُ إِيَّايَ فَقَوْلُهُ: لَنْ يُعِيدَنِي، كَمَا
بَدَأَنِي، وَلَيْسَ أَوَّلُ الخَلْقِ بِأَهْوَنَ عَلَيَّ مِنْ إِعَادَتِهِ،
وَأَمَّا شَتْمُهُ إِيَّايَ فَقَوْلُهُ: اتَّخَذَ اللَّهُ وَلَدًا وَأَنَا
الأَحَدُ الصَّمَدُ، لَمْ أَلِدْ وَلَمْ أُولَدْ، وَلَمْ يَكُنْ لِي كُفْئًا
أَحَدٌ
“Allah Ta’ala berfirman,
‘Manusia mendustakanku padahal tidak layak baginya berbuat itu, dan ia juga
menyakitiku padahal tidak layak baginya. Adapun pendustaannya kepadaKu adalah
ucapannya, ‘Allah tidak mampu mengembalikanku (membangkitkanku dari kubur)
seperti dulu Dia mengawaliku (menciptakanKu),’ padahal membangkitkannya lebih
mudah daripada menciptakannya pertama kali. Adapun sakitinya kepadaKu adalah
ucapannya, ‘Allah mengambil anak,’ padahal Aku adalah Esa yang seluruh makhluk
butuh kepadaKu, Aku tidak melahirkan dan tidak pula dilahirkan, dan tidak ada
satu pun yang serupa denganKu.” (HR. Al-Bukhori no. 4974)
[23]
Surat ini berisi permintaan
hamba perlindungan dari empat hal, yaitu kejahatan makhlukNya, kejahatan saat
di malam hari, kejahatan tukang sihir, dan kejahatan para pendengki.
Diriwayatkan dari Uqbah bin Amir Radhiyallahu ‘Anhu berkata, “Wahai Rasulullah, aku membaca surat
Yusuf atau surat Hud?” Jawab beliau:
يَا عُقْبَةُ، اقْرَأْ بِأَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ،
فَإِنَّكَ لَنْ تَقْرَأَ بِسُورَةٍ أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ، وَأَبْلَغَ عِنْدَهُ
مِنْهَا فَإِنِ اسْتَطَعْتَ أَنْ لَا تَفُوتَكَ فَافْعَلْ
“Wahai
Uqbah, bacalah surat Al-Falaq, karena surat yang paling Allah sukai dari yang
kamu baca dan lebih tinggi nilainya di sisiNya adalah surat Al-Falaq. Jika kamu
mampu tidak terluput dari membacanya, maka bacalah!” (Shohih:
HR. Al-Hakim no. 3988)
[24]
Setelah meminta perlindungan
dari kejahatan dari luar, hamba meminta perlindungan yang datang dari dalam,
yaitu setan-setan yang mengalir di peredaran darah manusia yang suka
membisikkan kejahatan. Diriwayatkan dari Ibnu Masud Radhiyallahu
‘Anhu berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam bersabda:
«مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ، إِلَّا
وَقَدْ وُكِّلَ بِهِ قَرِينُهُ مِنَ الْجِنِّ» قَالُوا: وَإِيَّاكَ؟ يَا رَسُولَ
اللهِ قَالَ: «وَإِيَّايَ، إِلَّا أَنَّ اللهَ أَعَانَنِي عَلَيْهِ فَأَسْلَمَ،
فَلَا يَأْمُرُنِي إِلَّا بِخَيْرٍ»
“Setiap
kalian memiliki jin qorin yang senantiasa menyertainya.”
Ada yang bertanya, “Anda juga?” Beliau bersabda, “Aku juga, hanya saja Allah
menolongku dengan dia masuk Islam sehingga dia tidak menyuruhku (membisikku)
kecuali kebaikan.” (HR. Muslim no. 2814)
Diriwayatkan dari Abu
Dzar Radhiyallahu ‘Anhu berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam bersabda kepadanya:
«يَا أَبَا ذَرٍّ، تَعَوَّذْ
بِاللَّهِ مِنْ شَرِّ شَيَاطِينِ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ» قَالَ: قُلْتُ: يَا
رَسُولَ اللَّهِ، وَلِلْإِنْسِ شَيَاطِينُ؟ قَالَ: «نَعَمْ»
“Wahai
Abu Dzar,
mintalah perlindungan kepada Allah dari keburukan setan dari kalangan jin dan manusia.” Aku
bertanya, “Wahai Rasulullah, adakah setan manusia?” Beliau menjawab, “Ya.”
(Shohih: HR.
Ahmad no. 21546)
[25] Karena pada hari itu Allah murka yang tidak pernah murka
seperti itu sebelumnya. Setiap manusia datang dengan membawa dosa sehingga
mereka layak disiksa dan mereka merasa ketakutan. Hingga para Nabi enggan
memenuhi permintaan manusia untuk mendatangi Allah agar Dia segera menegakkan
hisab. Ibnu Katsir Rahimahullah berkata,
“Disebutkan dalam hadits shohih tentang syafaat bahwa ketika manusia mendatangi
semua Rasul Ulul Azmi (Nuh, Ibrahim, Musa,
Isa, Muhammad),
masing-masing menjawab, ‘Diriku, diriku. Pada hari ini aku tidak peduli
kecuali diriku sendiri.’ Hingga Isa putra Maryam berkata, ‘Pada hari ini aku
tidak peduli kecuali diriku sendiri. Aku tidak peduli Maryam yang melahirkanku.’
Oleh karena itu Allah berfirman, ‘Pada hari ketika manusia lari dari
saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari istri dan anak-anaknya.’” (Tafsir
Ibnu Katsir VIII/325-326)
[26] Isti’anah adalah meminta kepada Allah dan merasa butuh kepadaNya, merupakan
ibadah yang tinggi, sebaliknya, tidak merasa butuh meminta kepada Allah adalah
seburuk-buruk manusia sehingga tergolong orang sombong dan layak masuk
Jahannam. Allah berfirman:
وَقَالَ رَبُّكُمُ
ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي
سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
“Dan Tuhanmu berfirman,
‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya
orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk Neraka Jahanam
dalam keadaan hina dina.’” (QS. Ghafir [40]: 60)
[27] Mengingat llebih didahulukan
daripada bersyukur karena syukur akan muncul jika selalu mengingat Allah. Allah
berfirman:
فَاذْكُرُونِي
أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلا تَكْفُرُونِ
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku
niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah
kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” QS. Al-Baqarah [2]: 152)
Mengingat Allah dengan cara
berdoa dalam semua keadaan, mulai dari bangun tidur, melepas baju, memakai
baju, makan-minum, keluar rumah, hingga bangun kembali. Dan dzikir terbaik
secara mutlak adalah mengingat Allah dengan membaca Al-Qur’an.
[28] Bersyukur ada tiga pilar,
yaitu meyakini bahwa semua nikmat berasal dari Allah, memujiNya dalam lisan,
dan menggunakannya dalam ketaatan kepadaNya. Allah berfirman::
اعْمَلُوا آلَ
دَاوُدَ شُكْرًا وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ
“Bekerjalah hai keluarga Daud
untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hamba Ku yang
berterima kasih.” (QS. Saba [34]: 13)
[29] Ibadah dikatakan terbaik (ahsan)
jika terpenuhi dua syarat, yaitu ikhlas dan sesuai syariat. Allah berfirman:
الَّذِي خَلَقَ
الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
“Dialah yang menciptakan
kematian dan kehidupan supaya menguji kalian siapakah di antara kalian yang paling
baik amalnya.” (QS. Al-Mulk [76]: 2)
Redaksi ayat ini «أَحْسَنُ عَمَلًا» “yang
paling ihsan amalnya” bukan «أَكْثَرُ عَمَلًا» “yang paling banyak amalnya”, maka yang menjadi perhatian
Allah bukan kuantitas semata tetapi kualitas amal.
قَالَ فُضَيْلُ بْنُ
عِيَّاض: ((أَحْسَنُ عَمَلاً)) أَخْلَصُهُ وَأَصْوَبُهُ. الْعَمَلُ لاَ يُقْبَلْ
حَتَّى يَكُوْنَ خَالِصًا صَوَابًا، الْخَالِصُ إِذَا كَانَ لِلَّهِ وَالصَّوَابُ
إِذَا كَانَ عَلىَ السُّنَّةِ
Fudhail bin Iyyadh berkata, “«أَحْسَنُ عَمَلًا»
maksudnya yang paling ikhlas dan benar. Amal tidak akan diterima hingga ikhlas
lagi benar. Dikatakan ikhlas jika hanya untuk Allah dan dikatakan benar jika
sesuai sunnah.” (Tafsir al-Baghawi, VIII/173)
[30] Yakni berupa maksiat di masa
lalu.
[31] Yakni ketaatan di masa lalu baik dengan meninggalkannya
maupun mengerjakannya di selain waktunya.
[33] Yakni dosa yang dirinya malu mengerjakannya sehingga ia
bersembunyi-sembunyi dalam mengerjakannya. Alangkah bahagianya orang yang
selalu istighfar karena dosanya akan Allah hapus dan tutup dari diperlihatkan
kepada manusia. Nabi ﷺ bersabda:
إِنَّ اللَّهَ
يُدْنِي المُؤْمِنَ، فَيَضَعُ عَلَيْهِ كَنَفَهُ وَيَسْتُرُهُ، فَيَقُولُ:
أَتَعْرِفُ ذَنْبَ كَذَا، أَتَعْرِفُ ذَنْبَ كَذَا؟ فَيَقُولُ: نَعَمْ أَيْ رَبِّ،
حَتَّى إِذَا قَرَّرَهُ بِذُنُوبِهِ، وَرَأَى فِي نَفْسِهِ أَنَّهُ هَلَكَ، قَالَ:
سَتَرْتُهَا عَلَيْكَ فِي الدُّنْيَا، وَأَنَا أَغْفِرُهَا لَكَ اليَوْمَ،
فَيُعْطَى كِتَابَ حَسَنَاتِهِ، وَأَمَّا الكَافِرُ وَالمُنَافِقُونَ، فَيَقُولُ
الأَشْهَادُ: {هَؤُلاَءِ الَّذِينَ كَذَبُوا عَلَى رَبِّهِمْ أَلاَ لَعْنَةُ
اللَّهِ عَلَى الظَّالِمِينَ}
“Allah mendekati orang beriman
(di persidangan) lalu meletakkan satir dan menutupinya, lalu berkata, ‘Apakah
kamu mengakui dosa ini? Apakah kamu mengakui dosa ini?’ Jawabnya, ‘Benar ya
Robb.’ Hingga tatkala ia mengakui semua dosanya dan ia mengira akan binasa,
Alah berfirman, ‘Aku menutupinya di dunia, dan Aku mengampuninya untukmu hari
ini.’ Maka ia diberi kitab kebaikannya. Adapun orang kafir dan munafik, maka
para saksi (Malaikat) berkata, ‘Mereka ini adalah para pendusta kepada Robb
mereka. Ketahuilah, laknat Allah atas orang-orang zhalim.’” (QS. Hud [11]: 18, HR.
Al-Bukhori no. 2441 dan Muslim no. 2768)
يَا بَنِي آدَمَ
خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلا تُسْرِفُوا
إِنَّهُ لا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu
yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah
berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berlebih-lebihan.” (QS. Al-Araf [7]: 31)
Termasuk pula adalah
berlebihan dalam beribadah sehingga keluar dari batas syariat dengan berbuat
bid’ah.
Kedua jenis ini adala dosa
sehingga perlu istighfar padanya, sebagaimana firmanNya:
وَمَا كَانَ
قَوْلَهُمْ إِلا أَنْ قَالُوا رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا
فِي أَمْرِنَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
“Tidak ada doa mereka selain
ucapan, ‘Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami
yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan
tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.’” (QS. Ali Imran [3]: 147)
[35] Yakni mendahulukan seseorang ke Surga dengan memberinya
taufik beramal shalih. Allah berfirman:
وَاللَّهُ يَدْعُو
إِلَى دَارِ السَّلامِ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
“Allah menyeru (manusia) ke
Darussalam (Surga), dan menunjuki orang yang dikehendakiNya kepada jalan yang
lurus (Islam).” (QS. Yunus [10]: 25)
[36] Yakni mengakhirkan seseorang
sehingga masuk Neraka dengan dihinakan. Allah berfirman tentang doa hamba
shalih:
رَبَّنَا إِنَّكَ
مَنْ تُدْخِلِ النَّارَ فَقَدْ أَخْزَيْتَهُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
“Ya Tuhan kami, sesungguhnya
barang siapa yang Engkau masukkan ke dalam Neraka, maka sungguh telah Engkau
hinakan ia, dan tidak ada bagi orang-orang yang lalim seorang penolongpun.” (QS. Ali Imran [3]: 192)
دَعْوَةُ ذِي
النُّونِ إِذْ دَعَا وَهُوَ فِي بَطْنِ الحُوتِ: لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ
سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ، فَإِنَّهُ لَمْ يَدْعُ بِهَا
رَجُلٌ مُسْلِمٌ فِي شَيْءٍ قَطُّ إِلَّا اسْتَجَابَ اللَّهُ لَهُ
“Doa Dzun Nun (Nabi Yunus)
tatkala ia berdoa di perut ikan paus, ‘Tidak ada sesembahan yang berhak
disembah selainMu. Mahasuci Engkau. Sungguh aku termasuk orang-orang zhalim.’
Siapa yang berdoa apapun dengannya, pasti Allah kabulkan.” (Shohih: HR.
At-Tirmidzi no. 3505)
[38] Yakni minta dijauhkan dari
sebab-sebab yang mengantarkan kepada kekufuran, seperti syubhat, teman yang
jelek, dan lingkungan yang jelek.
[39] Yakni kefakiran hati sehingga tidak qonaah, bukan
kefakiran harta, karena miskin dan kaya tidak tercela dan terpuji secara asal.
Oleh karena itu, Nabi ﷺ tidak takut umatnya miskin harta, tetapi yang beliau takutkan
atas umatnya adalah miskin hati sehingga rakus dan melanggar aturan. Nabi ﷺ
bersabda:
فَوَاللَّهِ لاَ
الفَقْرَ أَخْشَى عَلَيْكُمْ، وَلَكِنْ أَخَشَى عَلَيْكُمْ أَنْ تُبْسَطَ
عَلَيْكُمُ الدُّنْيَا كَمَا بُسِطَتْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ،
فَتَنَافَسُوهَا كَمَا تَنَافَسُوهَا وَتُهْلِكَكُمْ كَمَا أَهْلَكَتْهُمْ»
“Demi Allah, bukanlah
kefaqiran yang aku takutkan atas kalian, tetapi yang aku takutkan atas kalian
adalah dunia dibentangkan kepada kalian seperti yang terjadi pada kaum sebelum
kalian lalu kalian berlomba-lomba seperti yang mereka lakukan, lalu dunia
membinasakan kalian seperti yang terjadi pada mereka.” (HR. Al-Bukhori no. 3158 dan
Muslim no. 2961)
[40] Siksa kubur benar adanya, yang akan menimpa orang kafir,
munafik, dan pelaku maksiat dari orang beriman. Mereka disiksa sampai hari
mereka dibangkitkan. Jika di alam kubur mereka terasa berat maka nasib mereka
setelahnya akan lebih berat lagi ketika di Mahsyar. Inilah diantara hikmah
dimana setiap hamba meminta perlindungan kepada Allah dari siksa kubur setelah
shalat fardhu.
[41] Ilmu yang
bermanfaat adalah poros dari dua kebaikan setelahnya (rizki dan amal), karena
keduanya tidak akan baik kecuali dibarengi dengan ilmu. Untuk itu, ia
didahulukan penyebutannya. Ilmu pun ada dua, yang bermanfaat dan tidak. Ilmu
yang bermanfaat adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah, ilmu yang tidak bermanfaat
seperti ilmu filsafat, ilmu dunia yang dicari secara berlebihan yang tidak
dimanfaatkan untuk dakwah dan mencari nafkah, termasuk pula ilmu agama tetapi
tidak diamalkan atau rusak niatnya.
[42] Rizki
yang baik adalah setiap pemberian Allah yang bermanfaat bagi seseorang di dunia
dan Akhiratnya seperti: kesehatan, adanya makanan, tempat tinggal yang nyaman,
tetangga yang baik, kendaraan yang tidak rewel, dan ada pula rezeki berupa anak
shalih, iman, dan amal shalih. Rezeki yang terakhir lebih utama dari yang
pertama.
[43] Rezeki yang diberikan Allah
ini akan dimanfaatkan hamba untuk beramal shalih, lalu ia senantiasa berdoa
agar diterima amalnya. Apalah artinya lelah ibadah tetapi tidak diterima?
وَإِذْ يَرْفَعُ
إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ
مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Dan (ingatlah), ketika
Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya
berdoa), ‘Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya
Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.’ (QS. Al-Baqarah [2]: 127)
Amal akan Allah terima jika
dikerjakan di atas dua perkara, yaitu ikhlas dan sesuai syariat.