Ushul As-Sunnah Al-Humaidi - Matan dan Terjemah
Ushul As-Sunnah Al-Humaidi: Matan dan Terjemah
Edisi revisi |
[Daftar
Isi]
[Iman
Kepada Takdir]
*
السُّنَّةُ عِنْدَنَا: أَنْ يُؤْمِنَ الرَّجُلُ بِالقَدَرِ: خَيْرِهِ وَشَرِّهِ، حُلْوِهِ
وَمُرِّهِ.
Prinsip Sunnah
(Aqidah) menurut kami (para Ahli Hadits) adalah beriman kepada takdir, yang
baik maupun yang buruk, yang manis maupun yang pahit.
*
وَأَنْ يَعْلَمَ أَنَّ مَا أَصَابَهُ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَهُ، وَأَنَّ مَا أَخْطَأَهُ
لَمْ يَكُنْ لِيُصِيبَهُ.
Meyakini bahwa
apa saja yang (ditulis dalam takdir) akan menimpanya, tidak akan meleset
darinya; dan apa yang (tertulis dalam takdir) meleset darinya, tidak akan
menimpanya.
*
وَأَنَّ ذَلِكَ كُلَّهُ قَضَاءٌ مِنَ اللَّهِ عَزَّوَجَلَّ.
Semua itu
merupakan takdir dari Allah Azza wa Jalla.
[Imam
Merupakan Ucapan dan Perbuatan, Bisa Bertambah dan Berkurang]
*
وَأَنَّ الإِيمَانَ قَوْلٌ وَعَمَلٌ.
Imam merupakan
ucapan dan perbuatan.
*
يَزِيدُ وَيَنْقُصُ.
Bisa bertambah
dan berkurang.
*
وَلَا يَنْفَعُ قَوْلٌ إِلَّا بِعَمَلٍ، وَلَا عَمَلٌ وَقَوْلٌ إِلَّا بِنِيَّةٍ، وَلَا قَوْلٌ وَعَمَلٌ وَنِيَّةٌ
إِلَّا بِسُنَّةٍ.
Ucapan tidak
bermanfaat tanpa amal; amal dan ucapan tidak bermanfaat tanpa niat (ikhlas);
dan ucapan, amal, dan niat tidak bermanfaat tanpa Sunnah (ittiba).
[Memuji
Seluruh Sahabat]
*
وَالتَّرَحُّمُ عَلَى أَصْحَابِ مُحَمَّدٍ ﷺ
كُلِّهِمْ، فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّوَجَلَّ قَالَ: ﵟوَٱلَّذِينَ
جَآءُو مِنۢ بَعۡدِهِمۡ يَقُولُونَ رَبَّنَا ٱغۡفِرۡ لَنَا وَلِإِخۡوَٰنِنَا ٱلَّذِينَ
سَبَقُونَا بِٱلۡإِيمَٰنِﵞ [الحشر: 10]، فَلَنْ يُؤْمِنَ إِلَّا
بِالِاسْتِغْفَارِ لَهُمْ.
(Termasuk prinsip
Aqidah kami adalah) mendoakan ampun atas seluruh para Sahabat Muhammad ﷺ, karena Allah Azza wa Jalla berfirman: “Orang-orang
yang datang setelah para Sahabat berdoa: ‘Wahai Rob kami, ampunilah kami dan
sahabat-sahabat kami yang telah mendahului kami beriman (yakni Sahabat).’”
(QS. Al-Hasyr: 10). Maka, tidak dianggap beriman kecuali memohonkan ampunan
untuk mereka.
*
فَمَنْ سَبَّهُمْ أَوْ تَنَقَّصَهُمْ أَوْ أَحَدًا مِنْهُمْ، فَلَيْسَ عَلَى السُّنَّةِ
، وَلَيْسَ لَهُ فِي الفَيءِ حَقٌّ.
Siapa yang memaki
mereka atau merendahkan mereka semua, bahkan meskipun seorang Sahabat saja,
maka ia tidak di atas Sunnah (Aqidah yang benar), dan ia tidak mendapatkan
bagian harta fai[1] sedikitpun.
*
أَخْبَرَنَا بِذَلِكَ غَيْرُ وَاحِدٍ عَنْ مَالِكِ بْنِ أَنَسٍ؛ أَنَّهُ قَالَ: «قَسَمَ
اللَّهُ تَعَالَى الفَيءَ، فَقَالَ: ﵟلِلۡفُقَرَآءِ
ٱلۡمُهَٰجِرِينَ ٱلَّذِينَ أُخۡرِجُواْ مِن دِيَٰرِهِمۡﵞ
[الحشر: 8]، ثُمَّ قَالَ: ﵟوَٱلَّذِينَ جَآءُو مِنۢ
بَعۡدِهِمۡ يَقُولُونَ رَبَّنَا ٱغۡفِرۡ لَنَا وَلِإِخۡوَٰنِنَا ٱلَّذِينَ
سَبَقُونَا بِٱلۡإِيمَٰنِﵞ [الحشر: 10] ؛ فَمَنْ لَمْ يَقُلْ هَذَا
لَهُمْ؛ فَلَيْسَ مِمَّنْ جُعِلَ لَهُ الفَيءَ».
Tidak hanya satu
orang (dari perawi tsiqoh) yang mengabarkan kepada kami dari Malik bin Anas
bahwa ia berkata: “Allah telah menentukan bagian fai dalam firman-Nya: ‘Yaitu
untuk orang-orang fakir Muhajirin yang terusir dari kampung halamannya
(Makkah),’ (QS. Al-Hasyr: 8) lalu Allah berfirman: ‘Orang-orang yang
datang setelah mereka (para Sahabat) berdoa: ‘Ya Allah, ampunilah kami dan
saudara kami yang telah mendahului kami beriman (yakni para Sahabat),’ (QS.
Al-Hasyr: 10). Maka, siapa yang tidak mendoakan mereka, ia tidak layak
mendapatkan harta fai.”
[Al-Qur’an
Kalamullah]
*
وَالقُرْآنُ: كَلَامُ اللهِ.
Al-Quran adalah
Kalamullah.
*
سَمِعْتُ سُفْيَانَ يَقُولُ: «القُرْآنُ
كَلَامُ اللهِ، وَمَنْ قَالَ مَخْلُوقٌ؛ فَهُوَ مُبْتَدِعٌ، لَمْ نَسْمَعْ أَحَدًا
يَقُولُ هَذَا».
Aku mendengar
Sufyan bin Uyainah berkata: “Al-Qur’an adalah Kalamullah, dan siapa yang
mengatakan makhluk maka ia seorang ahli bid’ah, dan kami tidak pernah
mendengarkan seorang pun (dari Ahlus Sunnah) yang berpendapat demikian
(makhluk).”
[Pendapat
Sufyan Tentang Definisi Iman]
*
وَسَمِعْتُ سُفْيَانَ يَقُولُ: «الإِيمَانُ
قَوْلٌ وَعَمَلٌ، وَيَزِيدُ وَيَنْقُصُ»،
فَقَالَ لَهُ أَخُوهُ إِبْرَاهِيمُ بْنُ عُيَيْنَةَ: «يَا
أَبَا مُحَمَّدٍ؛ لَا تَقُلْ يَنْقُصْ»،
فَغَضِبَ؛ وَقَالَ: «اسْكُتْ يَا صَبِيُّ؛
بَلْ حَتَّى لَا يَبْقَى مِنْهُ شَيءٌ».
Aku mendengar
Sufyan bin Uyainah berkata: “Iman adalah ucapan dan perbuatan, bisa bertambah
dan berkurang.” Lalu saudaranya bernama Ibrohim bin Uyainah berkata: “Wahai Abu
Muhammad, jangan mengatakan berkurang.” Sufyan marah dan berkata: “Diamlah
wahai bocah, bahkan sampai tidak tersisa sedikitpun.”
[Melihat
Allah di Akhirat]
*
وَالإِقْرَارُ بِالرُّؤْيَةِ بَعْدَ المَوْتِ.
(Termasuk prinsip
Aqidah kami adalah) menetapkan melihat Allah setelah wafat.
[Menetapkan
Sifat Allah]
*
وَمَا نَطَقَ بِهِ القُرْآنُ وَالحَدِيثُ مِثْلُ: ﵟوَقَالَتِ
ٱلۡيَهُودُ يَدُ ٱللَّهِ مَغۡلُولَةٌۚ غُلَّتۡ أَيۡدِيهِمۡﵞ
[المائدة: 64] وَمِثْلُ: ﵟوَٱلسَّمَٰوَٰتُ مَطۡوِيَّـٰتُۢ بِيَمِينِهِۦۚﵞ
[الزمر: 67] وَمَا أَشْبَهَ هَذَا مِنَ القُرْآنِ وَالحَدِيثِ، لَا نَزِيدُ فِيهِ وَلَا
نُفَسِّرُهُ، نَقِفُ عَلَى مَا وَقَفَ عَلَيْهِ القُرْآنُ وَالسُّنَّةُ.
(Termasuk prinsip
Aqidah kami adalah menetapkan) sifat-sifat yang dibicarakan Al-Quran dan hadits
shohih, seperti firman Allah: “Orang-orang Yahudi berkata: ‘Tangan Allah
terbelenggu,’ bahkan tangan mereka yang terbelenggu dan mereka dilaknat atas
ucapan mereka itu, akan tetapi tangan Allah terbentang.” (QS. Al-Maidah:
64). Juga seperti firman Allah: “Langit (pada hari Kiamat) dilipat dengan
tangan kanan-Nya.” (QS. Az-Zumar: 67). Begitu juga ayat dan hadits shohih
lainnya yang mirip ini, kami tidak menambahnya dan tidak menafsirkannya, kami
berhenti di mana Qur’an dan Sunnah berhenti.
*
وَنَقُولُ: ﵟٱلرَّحۡمَٰنُ
عَلَى ٱلۡعَرۡشِ ٱسۡتَوَىٰﵞ [طه: 5].
Kami berpendapat:
“Allah Yang Maha Pemurah tinggi di atas Arsy.” (QS. Thoha: 5)
*
وَمَنْ زَعَمَ غَيْرَ هَذَا؛ فَهُوَ مُعَطِّلٌ جَهْمِيٌّ .
Siapa yang
berpendapat selain keyakinan ini, maka ia seorang Muathilah Jahmiyyah.
[Dosa
Besar Tidak Membatalkan Iman]
*
وَأَلَّا نَقُولَ كَمَا قَالَتِ الخَوَارِجُ: مَنْ أَصَابَ كَبِيرَةٌ فَقَدْ كَفَرَ.
Kami tidak
berpendapat seperti pendapatnya Khowarij yang mengatakan: “Siapa yang melakukan
dosa besar maka ia kafir.”
وَلَا
تَكْفِيرَ بِشَيءٍ مِنَ الذُّنُوبِ، وَإِنَّمَا الكُفْرُ فِي تَرْكِ الخَمْسِ الَّتِي
قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: «بُنِيَ
الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَلَّا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا
رَسُولُ اللهِ ﷺ،
وَإِقَامِ الصَّلَاةِ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ، وَحَجِّ البَيْتِ».
Dosa-dosa besar
apapun tidak sampai menyebabkan kafir. Akan tetapi menjadi kafir jika
meninggalkan lima perkara yang disabdakan Rosulullah ﷺ:
“Islam dibangun di atas lima perkara: syahadat lā ilāha illallāh dan
muhammad rosūlullāh, menegakkan sholat, menunaikan zakat, puasa Romadhon, dan
haji ke Ka’bah.”
*
فَأَمَّا ثَلَاثٌ مِنْهَا فَلَا يُنَاظَرُ تَارِكُهُ: مَنْ لَمْ يَتَشَهَّدْ، وَلَمْ
يُصَلِّ، وَلَمْ يَصُمْ؛ لِأَنَّهُ لَا يُؤَخَّرُ شَيءٌ مِنْ هَذَا عَنْ وَقْتِهِ،
وَلَا يُجْزِئُ مَنْ قَضَاهُ بَعْدَ تَفْرِيطِهِ فِيهِ عَامِدًا عَنْ وَقْتِهِ.
Adapun tiga
pertama, tidak ada perselisihan pendapat tentang orang yang meninggalkannya
(bahwa ia kafir), yaitu [1] siapa yang tidak bersyahadat, [2] tidak sholat, dan
[3] tidak puasa, karena waktu pelaksanaan perkara ini tidak boleh ditunda, dan tidak
sah orang yang menqodhonya setelah meremehkan waktu pelaksanaannya dengan
sengaja.
*
فَأَمَّا الزَّكَاةُ فَمَتَى مَا أَدَّاهَا أَجْزَأَتْ عَنْهُ وَكَانَ آثِمًا فِي الحَبْسِ.
Adapun zakat,
kapan pun ia menunaikannya maka sah, tetapi ia berdosa jika menahannya.
*
وَأَمَّا الحَجُّ فَمَنْ وَجَبَ عَلَيْهِ، وَوَجَدَ السَّبِيلَ إِلَيْهِ؛ وَجَبَ عَلَيْهِ.
Adapun haji,
siapa yang sudah terkena wajib haji dan mampu menempuh jalannya, maka menjadi
wajib baginya.
وَلَا
يَجِبُ عَلَيْهِ فِي عَامِهِ ذَلِكَ حَتَّى لَا يَكُونَ لَهُ مِنْهُ بُدٌّ.
Dia tidak wajib
menunaikan haji pada tahun tertentu kecuali memang harus melaksanakannya.
مَتَى
أَدَّاهُ كَانَ مُؤَدِّيًا، وَلَمْ يَكُنْ آثِمًا فِي تَأْخِيرِهِ إِذَا أَدَّاهُ،
كَمَا كَانَ آثِمًا فِي الزَّكَاةِ، لِأَنَّ الزَّكَاةَ حَقٌّ لِمُسْلِمِينَ مَسَاكِينَ
حَبَسَهُ عَلَيْهِمْ؛ فَكَانَ آثِمًا حَتَّى وَصَلَ إِلَيْهِمْ، وَأَمَّا الحَجُّ
فَكَانَ فِيمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ رَبِّهِ إِذَا أَدَّاهُ فَقَدْ أَدَى.
Kapan pun ia melaksanakannya,
maka ia dianggap telah melaksanakannya, dan ia tidak berdosa jika menunda
melaksanakannya, tidak sebagaimana dengan zakat, ia berdosa menundanya, karena
zakat adalah hak kaum Muslimin yang miskin. Ia berdosa sampai harta itu sampai
kepada mereka. Adapun haji, maka ia berkaitan antara dirinya dengan Allah, jika
sudah dikerjakan maka ia sudah gugur kewajibannya.
وَإِنْ
هُوَ مَاتَ وَهُوَ وَاجِدٌ مُسْتَطِيعٌ وَلَمْ يَحُجَّ، سَأَلَ الرَّجْعَةَ إِلَى الدُّنْيَا
أَنْ يَحُجَّ.
Jika ia mati
belum haji, padahal ia mapan dan mampu, maka kelak ia akan meminta dikembalikan
ke dunia untuk berhaji.
وَيَجِبُ
لِأَهْلِهِ أَنْ يَحُجُّوا عَنْهُ، وَنَرْجُو أَنْ يَكُونَ ذَلِكَ مُؤَدِّيًا عَنْهُ؛
كَمَا لَوْ كَانَ عَلَيْهِ دَيْنٌ فَقُضِيَ عَنْهُ بَعْدَ مَوْتِهِ.
Keluarganya wajib
menghajikannya, dan kami berharap hal itu menggugurkan kewajibannya,
sebagaimana jika ia menanggung hutang lalu dilunasi oleh keluarganya
sepeninggalnya.
[1]
Fai dan ghonimah sama-sama harta rampasan
perang, bedanya jika didapatkan tanpa peperangan, seperti musuh kabur, maka ia
benama fai.
Izin download
BalasHapusMasya alloh ... jazakalloh khoir yaa akhi ... barokallohu fik
BalasHapus