Download Buku: Arbain Penuntut Ilmu - Pustaka Syabab
Download Buku: Arbain Penuntut Ilmu - Pustaka Syabab Arbain Penuntut Ilmu Download PDF > https://norkandirblog.files.wordpre...
https://www.terjemahmatan.com/2017/03/download-buku-arbain-penuntut-ilmu.html?m=0
Download Buku: Arbain Penuntut Ilmu - Pustaka Syabab
Arbain Penuntut Ilmu
****
Judul:
Arbain Penuntut Ilmu
Penulis:
Nor Kandir, ST
Penerbit:
Pustaka Syabab Surabaya
Cetakan:
Pertama, Jumadil Akhir 1438 H/Maret 2017
Lisensi:
Gratis
****
PENGANTAR PENERBIT
Segala puji milik Allah. Shalawat dan
salam untuk Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam. Wa ba’du:
Meningkatnya semangat beragama dan ilmu
yang merujuk sabda-sabda Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam merupakan nikmat besar bagi masyarakat Indonesia. Untuk
melengkapi kegembiraan ini, maka Pustaka Syabab menerbitkan buku saku yang
penuh dengan untaian sabda-sabda Rasul Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam yang memuat 40 sabda tentang hal-hal penting terkait
ilmu, penuntut ilmu, dan ulama. Buku ini dicetak khusus untuk edisi hafalan
sehingga sistematika penulisannya dibuat sesederhana mungkin sehingga mudah
dihafal.
Semua pengabasahan hadits merujuk kepada
tashih dari Syaikh Al-Albani, Syu’aib Al-Arnauth, Adz-Dzahabi, dan Ibnu Hajar
Al-Haitsami. Keempat puluh hadits ini sudah diseleksi oleh penulis dan hanya
yang shahih saja yang dicantumkan.
Semoga buku ini menambah pundi-pundi
pahala bagi penulis dan bermanfaat bagi pembaca dan segenap kaum Muslimin. Walillahit taufiq.
Pustaka
Syabab
TENTANG ILMU
1. Wajibnya Belajar
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
“Menuntut ilmu agama adalah
kewajiban atas setiap Muslim.” (Shahih: HR. Ibnu Majah no. 224)
2. Doa Minta Ilmu Bermanfaat
اللَّهُمَّ انْفَعْنِي بِمَا عَلَّمْتَنِي، وَعَلِّمْنِي
مَا يَنْفَعُنِي، وَزِدْنِي عِلْمًا
“Ya Allah, berilah manfaat ilmu
yang Engkau ajarkan kepadaku dan ajarilah aku ilmu yang bermanfaat bagiku serta
tambahkanlah aku ilmu.” (Shahih: HR. At-Tirmidzi no. 3599)
3. Yang Terbaik yang Paham Agama
خِيَارُهُمْ فِي الجَاهِلِيَّةِ خِيَارُهُمْ فِي الإِسْلاَمِ،
إِذَا فَقُهُوا
“Yang terbaik dari mereka di
masa Jahiliyah adalah yang terbaik dari mereka di masa Islam, asal mereka
faqih.” (HR. Al-Bukhari no. 3353 dan Muslim no. 2378)
4. Ilmu Lebih Utama daripada Amal
إِنَّكُمْ قَدْ أَصْبَحْتُمْ فِي زَمَانٍ كَثِيرٍ فُقَهَاؤُهُ،
قَلِيلٍ خُطَبَاؤُهُ، كَثِيرٍ مُعْطُوهُ، قَلِيلٍ سُؤَّالُهُ، الْعَمَلُ فِيهِ خَيْرٌ
مِنَ الْعِلْمِ، وَسَيَأْتِي زَمَانٌ قَلِيلٌ فُقَهَاؤُهُ، كَثِيرٌ خُطَبَاؤُهُ، كَثِيرٌ
سُؤَّالُهُ، قَلِيلٌ مُعْطُوهُ، الْعِلْمُ فِيهِ خَيْرٌ مِنَ الْعَمَلِ
“Sungguh kalian sekarang
benar-benar berada di sebuah zaman yang banyak orang-orang faqihnya, sedikit
para penceramahnya, banyak para pemberi, dan sedikit para peminta-minta. Amal
di masa ini lebih baik daripada ilmu. Akan datang sebuah zaman nanti di mana
sedikit orang-orang faqihnya, banyak para penceramahnya, sedikit para pemberi,
dan banyak para peminta-minta. Ilmu di masa itu lebih baik daripada amal.” (Shahih:
HR. Ath-Thabrani no. 3111)
5. Tanda Munafiq Bodoh Agama
خَصْلَتَانِ لَا تَجْتَمِعَانِ فِي مُنَافِقٍ، حُسْنُ سَمْتٍ،
وَلَا فِقْهٌ فِي الدِّينِ
“Dua perkara yang tidak akan
berkumpul pada diri seorang munafik, yaitu banyak diam dan faqih dalam agama.”
(Shahih: HR. At-Tirmidzi no. 2684)
6. Ilmu Jariyah
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ:
إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ
يَدْعُو لَهُ
“Apabila
anak Adam meninggal dunia maka terputus semua amalnya (tidak bisa lagi menambah
pahala) kecuali 3 orang, yaitu shadaqah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan orang,
atau anak shalih yang mendoakan orangtuanya.” (HR. Muslim no. 1631)
7. Keutamaan Miskin Dibarengi Ilmu
إِنَّمَا الدُّنْيَا لِأَرْبَعَةِ نَفَرٍ، عَبْدٍ رَزَقَهُ اللَّهُ مَالًا
وَعِلْمًا فَهُوَ يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ، وَيَصِلُ فِيهِ رَحِمَهُ، وَيَعْلَمُ لِلَّهِ
فِيهِ حَقًّا، فَهَذَا بِأَفْضَلِ المَنَازِلِ، وَعَبْدٍ رَزَقَهُ اللَّهُ عِلْمًا
وَلَمْ يَرْزُقْهُ مَالًا فَهُوَ صَادِقُ النِّيَّةِ يَقُولُ: لَوْ أَنَّ لِي مَالًا
لَعَمِلْتُ بِعَمَلِ فُلَانٍ فَهُوَ بِنِيَّتِهِ فَأَجْرُهُمَا سَوَاءٌ، وَعَبْدٍ رَزَقَهُ
اللَّهُ مَالًا وَلَمْ يَرْزُقْهُ عِلْمًا، فَهُوَ يَخْبِطُ فِي مَالِهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ
لَا يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ، وَلَا يَصِلُ فِيهِ رَحِمَهُ، وَلَا يَعْلَمُ لِلَّهِ
فِيهِ حَقًّا، فَهَذَا بِأَخْبَثِ المَنَازِلِ، وَعَبْدٍ لَمْ يَرْزُقْهُ اللَّهُ مَالًا
وَلَا عِلْمًا فَهُوَ يَقُولُ: لَوْ أَنَّ لِي مَالًا لَعَمِلْتُ فِيهِ بِعَمَلِ فُلَانٍ
فَهُوَ بِنِيَّتِهِ فَوِزْرُهُمَا سَوَاءٌ
“Dunia itu
milik empat golongan, yaitu [1] seseorang yang Allah beri ilmu dan harta lalu
dia bertakwa kepada Allah, menyambung silaturrahmi, dan mengetahui hak Allah
pada harta tersebut. Orang ini yang paling utama kedudukannya di sisi Allah.
[2] Seseorang yang Allah beri ilmu tetapi tidak diberi harta lalu dia berkata,
‘Andai aku punya harta aku akan melakukan seperti amal fulan.’ Karena niat
baiknya itu, dia dan orang pertama sama dalam pahala. [3] Seseorang yang Allah
beri harta tetapi tidak diberi ilmu lalu dia memboroskan harta itu tanpa
bertakwa kepada Allah, tidak menyambung silaturrahmi, dan tidak tahu hak Allah
pada harta itu. Orang ini kedudukannya paling buruk di sisi Allah. [4]
Seseorang yang tidak diberi Allah harta dan ilmu lalu berkata, ‘Andai aku punya
harta aku akan melakukan seperti amal fulan.’ Karena niat buruknya itu,
keduanya sama dalam dosa.” (Shahih: HR. At-Tirmidzi no. 2325)
8. Larangan Kerja Tanpa Ilmu
قَالَ عُمَرُ بْنُ الخَطَّابِ: «لَا يَبِعْ فِي سُوقِنَا
إِلَّا مَنْ قَدْ تَفَقَّهَ فِي الدِّينِ»
Umar bin Khathab berkata, “Tidak
boleh melakukan transaksi jual-beli di pasar kami kecuali orang yang paham
agama.” (Hasan: HR. At-Tirmidzi no. 487)
9. Pertanggungjawaban Atas Ilmu
لَا تَزُولُ قَدَمُ ابْنِ آدَمَ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ
عِنْدِ رَبِّهِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ خَمْسٍ، عَنْ عُمُرِهِ فِيمَ أَفْنَاهُ، وَعَنْ
شَبَابِهِ فِيمَ أَبْلَاهُ، وَمَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ،
وَمَاذَا عَمِلَ فِيمَا عَلِمَ
“Kaki anak Adam tidak akan
bergeser pada hari Kiamat dari sisi Rabb-nya hingga ditanya tentang lima hal:
tentang umurnya untuk apa ia habiskan, tentang masa mudanya untuk apa ia
gunakan, hartanya dari mana dia peroleh dan ke mana dia salurkan, dan tentang
ilmunya apakah sudah diamalkan.” (Hasan: HR. At-Tirmidzi no. 2416)
10. Menulis Ilmu
قَيِّدُوا الْعِلْمَ بِالْكِتَابِ
“Ikatlah ilmu dengan tulisan.” (Shahih:
HR. Al-Qadha’i no. 637 dan Ash-Shahihah no. 2026)
11. Ambisi Ilmu
مَنْهُومَانِ لَا يَشْبَعَانِ: مَنْهُومٌ فِي عِلْمٍ لَا
يَشْبَعُ، وَمَنْهُومٌ فِي دُنْيَا لَا يَشْبَعُ
“Dua ambisi yang tidak pernah
kenyang, yaitu ambisi ilmu tidak akan kenyang dan ambisi dunia tidak akan
kenyang.” (Shahih: HR. Al-Hakim no. 312)
12. Ilmu Perlu Dicari
إِنَّمَا الْعِلْمُ بِالتَّعَلُّمِ، وَإِنَّمَا الْحِلْمُ
بِالتَّحَلُّمِ، مَنْ يَتَحَرَّى الْخَيْرَ يُعْطَهُ، وَمَنْ يَتَّقِ الشَّرَّ يُوقَهُ
“Ilmu itu hanya (diperoleh)
lewat belajar, sementara kesantunan lewat berusaha santun. Siapa yang melatih
diri dengan kebaikan maka ia akan diberi dan siapa yang menjaga diri dari
keburukan maka ia akan dijaga.” (Shahih: HR. Ath-Thabrani no. 2663)
13. Bertanya Kunci Ilmu
فَإِنَّمَا شِفَاءُ الْعِيِّ السُّؤَالُ
“Sungguh
obat kebodohan adalah bertanya.” (Shahih: HR. Abu Dawud no. 336)
14. Belajar Lebih Besar Pahalanya dari Beribadah
فَضْلُ الْعِلْمِ خَيْرٌ مِنْ فَضْلِ الْعِبَادَةِ، وَخَيْرُ دِينِكُمُ الْوَرَعُ
“Keutamaan
ilmu lebih baik daripada keutamaan ibadah, dan agama terbaik bagi kalian adalah
wara.” (Hasan: HR. Al-Hakim no. 317)
15. Baca Satu Ayat Melebihi Sedekah Satu unta
أَيُّكُمْ يُحِبُّ أَنْ يَغْدُوَ كُلَّ يَوْمٍ إِلَى بُطْحَانَ، أَوْ إِلَى
الْعَقِيقِ، فَيَأْتِيَ مِنْهُ بِنَاقَتَيْنِ كَوْمَاوَيْنِ فِي غَيْرِ إِثْمٍ، وَلَا
قَطْعِ رَحِمٍ؟، فَقُلْنَا: يَا رَسُولَ اللهِ نُحِبُّ ذَلِكَ، قَالَ: أَفَلَا يَغْدُو
أَحَدُكُمْ إِلَى الْمَسْجِدِ فَيَعْلَمُ، أَوْ يَقْرَأُ آيَتَيْنِ مِنْ كِتَابِ اللهِ
عَزَّ وَجَلَّ، خَيْرٌ لَهُ مِنْ نَاقَتَيْنِ، وَثَلَاثٌ خَيْرٌ لَهُ مِنْ ثَلَاثٍ،
وَأَرْبَعٌ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَرْبَعٍ، وَمِنْ أَعْدَادِهِنَّ مِنَ الْإِبِلِ
“Siapa di antara kalian yang
suka pergi setiap hari di waktu pagi ke Buth-han atau ke Aqiq lalu pulang membawa
dua unta bunting tanpa dosa dan memutus silaturrahmi?” Kami menjawab, “Wahai
Rasulullah, kami suka itu.” Jawab beliau, “Kenapa kalian tidak saja pergi ke
masjid untuk belajar atau membaca dua ayat dari Kitabullah, karena hal itu
lebih baik baginya daripada dua unta bunting, tiga lebih baik dari tiga, empat
lebih baik dari empat, yaitu sebanyak hitungan unta.” (HR. Muslim no. 803)
TENTANG PELAJAR
16. Berpahala Seperti Haji Sempurna
مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ لَا يُرِيدُ إِلَّا أَنْ يَتَعَلَّمَ
خَيْرًا أَوْ يُعَلِّمَهُ، كَانَ لَهُ كَأَجْرِ حَاجٍّ تَامًّا حِجَّتُهُ
“Siapa yang bersegera pergi ke
masjid hanya untuk tujuan belajar kebaikan atau mengajarkannya maka ia
mendapatkan pahala seperti orang yang haji secara sempurna.” (Shahih:
HR. Ath-Thabrani no. 7473 dalam Al-Mu’jam
Al-Kabir)
17. Paham Agama Tanda Dicintai Allah
مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ،
وَإِنَّمَا أَنَا قَاسِمٌ وَاللَّهُ يُعْطِي، وَلَنْ تَزَالَ هَذِهِ الأُمَّةُ قَائِمَةً
عَلَى أَمْرِ اللَّهِ، لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَالَفَهُمْ، حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللَّهِ
“Siapa yang Allah kehendaki
kebaikan padanya maka Dia akan menjadikannya mendalami agama. Aku hanya berbagi
dan Allah yang memberi. Akan senantiasa ada sekelompok dari umat ini yang tegak
di atas perintah Allah, orang yang menyelisihi mereka tidak akan membahayakan
mereka hingga datang hari Kiamat.” (HR. Al-Bukhari no. 3971 dan Muslim no.
1037)
18. Disambut Rasulullah
مَرْحَبًا بطالبِ الْعِلْمِ، طَالِبُ الْعِلْمِ لَتَحُفُّهُ
الْمَلَائِكَةُ وَتُظِلُّهُ بِأَجْنِحَتِهَا، ثُمَّ يَرْكَبُ بَعْضُهُ بَعْضًا حَتَّى
يَبْلُغُوا السَّمَاءَ الدُّنْيَا مِنْ حُبِّهِمْ لِمَا يَطْلُبُ
“Selamat datang wahai penuntut
ilmu. Sesungguhnya penutup ilmu benar-benar ditutupi para Malaikat dan dinaugi
dengan sayap-sayapnya. Kemudian mereka saling bertumpuk-tumpuk hingga mencapai
langit dunia (langit paling dekat dari bumi), karena kecintaan mereka
(Malaikat) kepada ilmu yang dipelajarinya.” (Shahih: HR. Ath-Thabrani
no. 7347 dalam Al-Mu’jam Al-Kabir)
19. Wasiat Berbuat Baik kepada Pelajar
سَيَأْتِيكُمْ أَقْوَامٌ يَطْلُبُونَ الْعِلْمَ، فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمْ
فَقُولُوا لَهُمْ: مَرْحَبًا مَرْحَبًا بِوَصِيَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، وَاقْنُوهُمْ
“Kelak akan datang sejumlah kaum
yang menuntut ilmu. Jika kalian nanti melihat mereka maka sampaikan kepada
mereka, ‘Selamat datang atas wasiat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,’ lalu ajarilah mereka.” (Hasan:
HR. Ibnu Majah no. 247)
20. Terkecualikan dari Laknat
أَلَا إِنَّ الدُّنْيَا مَلْعُونَةٌ مَلْعُونٌ مَا فِيهَا
إِلَّا ذِكْرُ اللَّهِ وَمَا وَالَاهُ وَعَالِمٌ أَوْ مُتَعَلِّمٌ
“Ketahuilah bahwa sesungguhnya
dunia itu terlaknat dan terlaknat pula isinya kecuali berzikir kepada Allah dan
ketaatan kepada-Nya, orang berilmu, dan orang yang belajar.” (Hasan: HR.
At-Tirmidzi no. 2322)
21. Membiayai Pelajar Jadikan Berkahnya Harta
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: كَانَ أَخَوَانِ عَلَى
عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكَانَ أَحَدُهُمَا يَأْتِي
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْآخَرُ يَحْتَرِفُ، فَشَكَا المُحْتَرِفُ
أَخَاهُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: «لَعَلَّكَ تُرْزَقُ
بِهِ»
Ada dua orang bersaudara
(kakak-adik) di zaman Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam di mana salah satu dari keduanya senantiasa mendatangi
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
(untuk mendengarkan hadits) dan yang lainnya sibuk bekerja. Lalu yang bekerja
itu mengadukan saudaranya kepada beliau (karena tidak ikut membantu kerja) lalu
beliau menjawab: “Boleh jadi kamu diberi rezki justru gara-gara saudaramu itu.”
(Shahih: HR. At-Tirmidzi no. 2345)
22. Perumpamaan Menyelisihi Ilmu Sendiri
مَثَلُ الْعَالِمِ الَّذِي يُعَلِّمُ النَّاسَ الْخَيْرَ
ويَنْسَى نَفْسَهُ كَمَثَلِ السِّرَاجِ يُضِيءُ لِلنَّاسِ ويَحْرِقُ نَفْسَهُ
“Perumpamaan
ahli ilmu yang mengajari manusia tetapi melupakan dirinya (tidak mengamalkan
ilmunya) laksana lampu yang menerangi manusia tetapi membakar diri sendiri.” (Shahih:
HR. Ath-Thabrani no. 1681 dalam Al-Kabir)
23. Ancaman Ilmu Untuk Dunia
مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللَّهِ
عَزَّ وَجَلَّ لَا يَتَعَلَّمُهُ إِلَّا لِيُصِيبَ بِهِ عَرَضًا مِنَ الدُّنْيَا، لَمْ
يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Siapa yang belajar ilmu yang
seharusnya ia niatkan untuk Allah tetapi justru ia mempelajarinya untuk mendapatkan
harta dunia maka ia tidak akan mencium aroma Surga di hari Kiamat.” (Shahih:
HR. Abu Dawud no. 3664)
24. Ancaman Ilmu untuk Popularitas
مَنْ طَلَبَ العِلْمَ لِيُجَارِيَ بِهِ العُلَمَاءَ أَوْ
لِيُمَارِيَ بِهِ السُّفَهَاءَ أَوْ يَصْرِفَ بِهِ وُجُوهَ النَّاسِ إِلَيْهِ أَدْخَلَهُ
اللَّهُ النَّارَ
“Siapa mencari ilmu untuk
membanggakan diri kepada ulama, atau mendebat orang-orang bodoh, atau agar
diperhatikan oleh manusia maka Allah akan memasukkannya ke Neraka.” (Hasan:
HR. At-Tirmidzi no. 2654)
25. Balasan Belajar karena Kesombongan
لَا تَعَلَّمُوا الْعِلْمَ لِتُبَاهُوا بِهِ الْعُلَمَاءَ، وَلَا لِتُمَارُوا
بِهِ السُّفَهَاءَ، وَلَا تَخَيَّرُوا بِهِ الْمَجَالِسَ، فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَالنَّارُ
النَّارُ
“Kalian
jangan belajar ilmu untuk tujuan membanggakan diri di sisi ulama, mendebat
orang-orang bodoh, tampil di majlis, dan siapa yang melakukan itu maka Neraka, Neraka.”
(Shahih: HR. Ibnu Majah no. 254)
26. ‘Alim yang Membahayakan
إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي كُلُّ مُنَافِقٍ
عَلِيمِ اللِّسَانِ
“Sesungguhnya yang paling aku
takutkan atas umatku adalah setiap orang munafik yang pintar bersilat lidah.” (Shahih:
HR. Ahmad no. 144)
TENTANG PENGAJAR
27. Dimintakan Ampun Oleh Penduduk Langit dan Bumi
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ وَأَهْلَ السَّمَوَاتِ وَالأَرَضِينَ
حَتَّى النَّمْلَةَ فِي جُحْرِهَا وَحَتَّى الحُوتَ لَيُصَلُّونَ عَلَى مُعَلِّمِ النَّاسِ
الخَيْرَ
“Sesungguhnya Allah, para
Malaikat-Nya, penduduk langit-langit dan bumi-bumi, hingga semut-semut yang ada
di lubangnya, hingga ikat-ikan, benar-benar semuanya bershalawat (memintakan
ampun) untuk orang yang mengajari kebaikan kepada manusia.” (Shahih: HR.
At-Tirmidzi no. 2685)
28. Wajah Bersinar
نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مِنَّا حَدِيثًا فَحَفِظَهُ حَتَّى يُبَلِّغَهُ
غَيْرَهُ، فَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ إِلَى مَنْ هُوَ أَفْقَهُ مِنْهُ، وَرُبَّ حَامِلِ
فِقْهٍ لَيْسَ بِفَقِيهٍ
“Semoga
Allah menjadikan bercahaya seseorang yang mendengar hadits kami lalu
menghafalnya hingga menyampaikannya kepada orang lain. Betapa banyak orang yang
membawa (riwayat) fiqih kepada orang yang lebih faqih darinya. Betapa banyak
orang yang membawa (riwayat) fiqih tetapi tidak faqih.” (Shahih: HR.
At-Tirmidzi no. 2656)
29. Ahli Ilmu Pengganti Nabi
فَضْلُ العَالِمِ عَلَى العَابِدِ كَفَضْلِي عَلَى أَدْنَاكُمْ
“Keutamaan ahli ilmu atas ahli
ibadah seperti keutamanku atas orang paling rendah dari kalian.” (Shahih:
HR. At-Tirmidzi no. 2685)
30. Ulama Pewaris Para Nabi
مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَبْتَغِي فِيهِ عِلْمًا سَلَكَ اللَّهُ
بِهِ طَرِيقًا إِلَى الجَنَّةِ، وَإِنَّ المَلَائِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضَاءً
لِطَالِبِ العِلْمِ، وَإِنَّ العَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ
وَمَنْ فِي الأَرْضِ حَتَّى الحِيتَانُ فِي المَاءِ، وَفَضْلُ العَالِمِ عَلَى العَابِدِ،
كَفَضْلِ القَمَرِ عَلَى سَائِرِ الكَوَاكِبِ، إِنَّ العُلَمَاءَ وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ،
إِنَّ الأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا إِنَّمَا وَرَّثُوا
العِلْمَ، فَمَنْ أَخَذَ بِهِ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
“Siapa yang menempuh perjalanan
dalam rangka mencari ilmu maka Allah akan mudahkan ia jalan menuju Surga.
Sungguh para Malaikat benar-benar
meletakkan sayap-sayapnya karena ridho dengan penuntut ilmu. Sungguh
orang alim benar-benar dimintakan ampun oleh makhluk langit dan bumi hingga
ikan-ikan di lautan. Keutamaan ahli ilmu atas ahli ibadah seperti keutamaan
bulan purnama atas semua bintang-bintang.
Sungguh ulama adalah pewaris para Nabi, para Nabi tidak mewariskan
dirham dan dinar, tetapi yang mereka wariskan adalah ilmu. Siapa yang
mengambilnya berarti ia telah mengambil bagian yang besar.” (Shahih: HR.
At-Tirmidzi no. 2682)
31. Keutamaan Ahli Ilmu dan Dai
مَثَلُ مَا بَعَثَنِي اللَّهُ بِهِ مِنَ الهُدَى وَالعِلْمِ،
كَمَثَلِ الغَيْثِ الكَثِيرِ أَصَابَ أَرْضًا، فَكَانَ مِنْهَا نَقِيَّةٌ، قَبِلَتِ
المَاءَ، فَأَنْبَتَتِ الكَلَأَ وَالعُشْبَ الكَثِيرَ، وَكَانَتْ مِنْهَا أَجَادِبُ،
أَمْسَكَتِ المَاءَ، فَنَفَعَ اللَّهُ بِهَا النَّاسَ، فَشَرِبُوا وَسَقَوْا وَزَرَعُوا،
وَأَصَابَتْ مِنْهَا طَائِفَةً أُخْرَى، إِنَّمَا هِيَ قِيعَانٌ لاَ تُمْسِكُ مَاءً
وَلاَ تُنْبِتُ كَلَأً، فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقُهَ فِي دِينِ اللَّهِ، وَنَفَعَهُ
مَا بَعَثَنِي اللَّهُ بِهِ فَعَلِمَ وَعَلَّمَ، وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ
رَأْسًا، وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى اللَّهِ الَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ
“Perumpamaan petunjuk dan ilmu
yang aku diutus dengannya seperti hujan lebat yang menimpa bumi. Di antara
tanah bumi ada yang subur yang menyerap air sehingga menumbuhkan tanaman dan
rerumputan yang banyak. Ada pula tanah gembur yang hanya menampung air. Dengannya
(kedua jenis tanah tersebut) Allah menjadikannya bermanfaat bagi manusia untuk
mereka minum, memberi minum ternak, dan berladang. Hujan itu juga menimpa tanah
jenis lain yaitu qi’an yang tidak bisa menampung air dan tidak bisa pula
menumbuhkan tanaman. (Kedua jenis tanah pertama) itulah perumpamaan untuk orang
yang paham agama. Dia memanfaatkan apa yang Allah utus aku dengannya dengan
mempelajari dan mengajarkannya. (Jenis tanah terakhir) adalah perumpaan untuk
orang yang tidak peduli dan tidak menerima apapun yang Allah utus aku
dengannya.” (HR. Al-Bukhari no. 79 dan Muslim no. 2282)
32. Anjuran Iri kepada Ahli Ilmu
لاَ حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ: رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ
مَالًا فَسُلِّطَ عَلَى هَلَكَتِهِ فِي الحَقِّ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ الحِكْمَةَ
فَهُوَ يَقْضِي بِهَا وَيُعَلِّمُهَا
“Tidak boleh hasad kecuali pada dua jenis
orang, yaitu seseorang yang diberi Allah harta lalu dia habiskan dalam kebaikan
dan seseorang yang diberi Allah hikmah (ilmu) lalu diterapkan dan diajarkan.”
(HR. Al-Bukhari no. 73 dan Muslim no. 861)
33. Ulama adalah Mujaddid Agama
إِنَّ
اللَّهَ يَبْعَثُ لِهَذِهِ الْأُمَّةِ عَلَى رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ سَنَةٍ مَنْ يُجَدِّدُ
لَهَا دِينَهَا
“Sesungguhnya Allah Azza wa
Jalla mengutus untuk umat ini di permulaan setiap 100 tahun seseorang yang
melakukan tajdid (pembaharuan) untuk umat.” (Shahih: HR. Abu
Dawud no. 4291)
34. Amanah Agama di Punggung Ulama
يَحْمِلُ
هَذَا الْعِلْمَ مِنْ كُلِّ خَلَفٍ عُدُولُهُ يَنْفُونَ عَنْهُ تَحْرِيفَ الْغَالِينَ،
وَانْتِحَالَ الْمُبْطِلِينَ، وَتَأْوِيلَ الْجَاهِلِينَ
“Ilmu ini diemban dari setiap
generasi orang yang terpercaya di mana mereka melenyapkan penyimpangan ilmu
dari orang-orang yang melampai batas, pemalsuan dari orang-orang yang batil,
dan takwil dari orang-orang bodoh.” (Shahih: HR. Ibnu Baththoh no. 33
dalam Al-Ibanah Al-Kubra)
35. Wajib Memuliakan ‘Ulama
لَيْسَ مِنْ أُمَّتِي مَنْ لَمْ يُجِلَّ كَبِيرَنَا، وَيَرْحَمْ
صَغِيرَنَا، وَيَعْرِفْ لِعَالِمِنَا
“Bukanlah termasuk umatku siapa yang
tidak menghormati yang lebih tua dari kami, tidak menyanyangi yang lebih muda
dari kami, dan tidak mengenal hak ulama kami.” (Shahih Lighoirih: HR.
Ahmad no. 22755)
36. Pahala Berlipat-Lipat
مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى، كَانَ لَهُ مِنَ الْأَجْرِ مِثْلُ
أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ، لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا
“Siapa yang mengajak kepada
petunjuk, maka dia mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengikutinya,
tanpa mengurangi pahalanya sedikitpun.” (HR. Muslim no. 2674)
37. Larangan Menyembunyikan Ilmu
مَنْ سُئِلَ عَنْ عِلْمٍ يَعْلَمُهُ فَكَتَمَهُ، أُلْجِمَ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِلِجَامٍ مِنْ نَارٍ
“Siapa yang ditanya ilmu yang
diketahuinya lalu menyembunyikannya maka Allah akan memakaikannya pakaian dari
Neraka pada Hari Kiamat.” (Shahih: HR. Ibnu Majah no. 266)
38. Musibah Besar Atas Kematian Ulama
إِنَّ اللَّهَ لاَ يَقْبِضُ العِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ
مِنَ العِبَادِ، وَلَكِنْ يَقْبِضُ العِلْمَ بِقَبْضِ العُلَمَاءِ، حَتَّى إِذَا لَمْ
يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا، فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ
عِلْمٍ، فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا
“Sesungguhnya Allah tidak
mencabut ilmu begitu saja dari pada hamba tetapi mencabut ilmu dengan wafatnya
para ulama hingga apabila sudah tidak tersisa lagi ulama maka manusia
mengangkat pemimpim-pemimpin yang bodoh. Mereka pun ditanya lalu berfatwa tanpa
ilmu sehingga mereka sesat dan menyesatkan.” (HR. Al-Bukhari no. 100 dan Muslim
no. 2673)
39. Dimuliakan di Akhirat
إِنَّ الْعُلَمَاءَ إِذَا حَضَرُوا رَبَّهُمْ عَزَّ وَجَلَّ كَانَ مُعَاذُ
بَيْنَ أَيْدِيهِمْ رَتْوَةً بِحَجَرٍ
“Sesungguhnya
ulama apabila menghadap Rabb-nya maka Mu’adz bin Jabal berada di depan mereka
dalam kemuliaan.” (Shahih: HR. Abu Nuaim
I/228 dan Ash-Shahihah no. 1091)
40. Berilmu Pasti Masuk Surga
مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Siapa yang meninggal dalam
keadaan mengilmui (makna) laa ilaaha illa Allah maka pasti
ia masuk Surga.” (HR. Muslim no. 26)
Semoga
shalawat dan salam untuk Rasulullah, keluarga, Sahabat, dan pengikutnya. Allahu
a’lam.[]
Bismillah ..
BalasHapusMungkin 2 hadits ini juga bisa dimasukkan dalam rangka ikhlash dalam menuntut ilmu ..
Peringatan Pertama,
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ لاَ يَتَعَلَّمُهُ إِلاَّ لِيُصِيبَ بِهِ عَرَضًا مِنَ الدُّنْيَا لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ. يَعْنِى رِيحَهَا
Dari Abu Huroiroh ~rodhiyallohu ‘anhu~, ia berkata : Rosululloh ~shollallohu ‘alaihi wa sallam~ bersabda : “Barangsiapa yang mempelajari suatu ilmu yang seharusnya ia tujukan mencari wajah Alloh ‘Azza wa Jalla, ia tidak mempelajarinya melainkan untuk mencari dengannya perhiasan dunia maka ia tidak akan mencium bau Surga di hari kiamat.”
[HR. Abu Dawud ~rohimahulloh~ dalam sunannya no. 3666, Ibnu Majah ~rohimahulloh~ dalam sunannya no. 260, Ahmad ~rohimahulloh~ dalam musnadnya no. 8438, dishohihkan oleh Syaikh Al-Albani ~rohimahulloh~ dalam Shohih at-Targhiib wat Tarhiib no. 105]
Peringatan kedua,
عَنِ ابْنِ عُمَرَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ لِيُمَارِىَ بِهِ السُّفَهَاءَ أَوْ لِيُبَاهِىَ بِهِ الْعُلَمَاءَ أَوْ لِيَصْرِفَ وُجُوهَ النَّاسِ إِلَيْهِ فَهُوَ فِى النَّارِ
Dari Abdulloh bin Umar ~rodhiyallohu ‘anhuma~ dari Nabi ~shollallohu ‘alaihi wa sallam~, beliau bersabda : “Barangsiapa yang menuntut ilmu untuk mendebat orang-orang bodoh, atau berbangga-bangga di hadapan para ulama, atau memalingkan manusia kepadanya maka dia di Neraka.”
[HR. Ibnu Majah ~rohimahulloh~ dalam sunannya no. 262, dan dinilai Shohih lighoirih oleh Syaikh Al-Albani ~rohimahulloh~ dalam Shohih at-Targhiib wat Tarhiib no. 109]