Download Buku: Al-Qur’an Sumber Segala Ilmu - Pustaka Syabab
https://www.terjemahmatan.com/2017/03/download-buku-al-quran-sumber-segala-ilmu.html?m=0
Al-Qur’an Sumber Segala Ilmu
Penulis:
Nor
Kandir
Penerbit:
Pustaka Syabab
Cetakan:
Pertama,
Dzul Qa’dah 1437 H/Agustus 2016
Kedua, 1443 H/2021 (revisi)
DAFTAR ISI
MUQADDIMAH
بِسْمِ
اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
إِنَّ
الْحَمْدَ لِلّٰهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ
بِاللّٰهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ
اللّٰهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَبَعْدُ:
Nikmat Allâh subhanahu wa ta’ala begitu banyak dan
di antara nikmat yang banyak itu ada nikmat yang paling agung yang karenanya
seluruh manusia pantas bergembira. Nikmat apakah itu? Al-Qur`an. Allâh subhanahu
wa ta’ala berfirman:
«قُلْ
بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا
يَجْمَعُونَ»
“Katakanlah, ‘Karena karunia Allâh dan rahmat-Nya
hendaklah mereka bergembira, karena ia jauh lebih baik dari apa (dunia dan
harta) yang mereka kumpulkan.’”[1]
Yang dimaksud nikmat karunia dan rahmat di sini adalah
al-Qur`an karena ayat ini Allâh singgung setelah penyebutan al-Qur`an sebagai
mau’izhah, penyembuh, petunjuk, dan rahmat bagi orang-orang beriman.
Al-‘Allamah as-Sa’di (w. 1376 H) menjelaskan, “Yaitu
al-Qur`an yang merupakan nikmat dan anugrah yang paling agung serta
sebesar-besar karunia Allâh kepada para hamba-Nya.”[2]
Al-Imam
al-Qurthubi (w. 671 H) menjelaskan, “Abu Sa’id al-Khudri dan Ibnu ‘Abbas radhiyallahu
‘anhum menafsirkan karunia Allâh adalah al-Qur`an sementara rahmat-Nya
adalah dijadikanNya kalian
ahlinya.”[3]
Harta
dunia memang nikmat
besar yang diberikan Allâh kepada para hamba, tetapi nikmat al-Qur`an jauh lebih baik, agung,
dan mulia. Adapun ‘Umar radhiyallahu ‘anhu, beliau menyalahkan
dimasukkannya harta dunia termasuk nikmat karunia dan rahmat-Nya, karena nikmat
yang dimaksud dalam ayat di atas adalah al-Qur`an, bukan selainnya.
Diriwayatkan dari Aifa’ bin ‘Abd al-Kula’i bahwa dia berkata, “Tatkala hasil
bumi Irak didatangkan ke ‘Umar radhiyallahu ‘anhu, maka beliau dan
seorang pembantunya datang dan mulai menghitung unta. Ternyata jumlahnya sangat
banyak. ‘Umar pun berkata, ‘Alhamdulillah.’
Pembantunya berkata, ‘Demi Allâh, ini adalah karunia Allâh dan rahmat-Nya.’
‘Umar menimpali, ‘Kamu keliru, bukan itu maksudnya. Dialah (al-Qur`an) yang Allâh
maksud dalam firman-Nya, ‘Katakanlah, ‘Karena karunia Allâh dan rahmat-Nya
hendaklah mereka bergembira, karena ia jauh lebih baik dari apa (dunia dan
harta) yang mereka kumpulkan.’’ Adapun ini adalah maksud dari ‘Apa yang
mereka kumpulkan.’”[4]
Untuk itulah Allâh mensifati dirinya ar-Rahman sebelum
menyebutkan al-Qur`an, yang mengisyaratkan Allâh Maharahmat kepada manusia dengan
diberikanNya al-Qur`an kepada mereka, sebagaimana firman-Nya:
«الرَّحْمَنُ
(١) عَلَّمَ الْقُرْآنَ (٢) خَلَقَ الْإِنْسَانَ»
“Ar-Rahman. Dia mengajari al-Qur`an. Dia menciptakan
manusia.”[5]
Yang menarik di sini, Allâh subhanahu wa
ta’ala mendahulukan
penyebutan al-Qur`an sebelum manusia, padahal semestinya kebalikannya karena
manusia yang membaca al-Qur`an. Penyebutan objek (al-Qur`an) sebelum subjek
(manusia) merupakan susunan yang tidak lazim. Tetapi dengan ini, Allâh
mengisyaratkan bahwa al-Qur`an merupakan pedoman manusia dan sia-sialah
penciptaan mereka jika berpaling dari al-Qur`an.
Dengan keagungan al-Qur`an dan kebutuhan manusia
terhadapnya, ternyata al-Qur`an merupakan sumber segala ilmu, untuk melengkapi
sumber segala kebaikan dan kebahagiaan. Untuk memudahkan memahami hal ini,
terlebih dahulu kami menyertakan pembahasan-pembahasan pengantar. Semuanya kami
cantumkan di buku ini secara sistematis.
Metode Penyusunan Buku
1.
Kami menempuh metode kepustakaan,
bukan penelitian lapangan. Kami dominan merujuk kepada referensi dari khazanah
kitab para ‘ulama zaman dahulu dari kalangan salafush shalih.
2.
Penukilan yang kami lakukan dengan
menyertakan secara berurutan nomor, juz, dan/atau halaman. Penukilan pertama
dalam footnote merupakan teks yang dinukil, dan biasanya terjadi sedikit
perbedaan teks dengan referensi setelahnya.
3.
Kami mentakhrij (menukil dari
kitab aslinya) semua hadits yang disebutkan di buku ini dengan mencantumkan
tashih (pengabsahan derajat riwayat) dari para pakarnya seperti al-Hakim,
adz-Dzahabi, Ibnu Hajar, al-Albani, al-Arna`uth, dan Husain Salim Asad. Hadits
dari al-Bukhari dan Muslim tidak kami tashih karena semua kaum muslimin telah
menyepakati keshahihannya. Adapun jika dalam footnote terdapat kata lihat,
maksudnya kami menukil bukan dari kitab aslinya atau mengutip secara makna.
4.
Kami berusaha mensyarah dan mengambil
dari kitab yang terpercaya dan shahih seperti Tafsir Ibnu Katsîr dalam
tafsir. Tafsir ini diakui paling baik di antara kitab tafsir lainnya karena
sistematika penyusunannya yang baik di mana penulisnya menafsirkan ayat dengan
ayat, baru hadits, baru pendapat ‘ulama, dan jika tidak ditemukan beliau
menafsirkannya lewat bahasa ‘Arab. Al-Hafizh Ibnu Katsir juga menyeleksi setiap
riwayat isra`iliyat untuk dicantumkan di kitabnya, itu pun sebagai penguat
saja. Dalam biografi, kami mengambil dari kitab Siyar A’lâmin Nubalâ`
karya Imam adz-Dzahabi yang dikenal pakar hadits sehingga beliau berusaha
memilah riwayat-riwayat dari riwayat saqim (sakit/cacat).
5.
Bisa dikata bahwa buku ini bukan buah
pikir kami tetapi nukilan-nukilan yang diurutkan dari kitab para ‘ulama
terdahulu.
Allâh-lah sebaik-baik yang diserahi urusan.[]
Surabaya, 29 Agustus 2015
Nor Kandir