Qawaidul Arba Matan dan Terjemah
https://www.terjemahmatan.com/2015/11/qawaidul-arba-matan-dan-terjemah.html?m=0
Qawa’idul
Arba’: Matan dan Terjemah
PDF REVISI >> https://docs.google.com/uc?export=download&id=1ktqsc7yEtKqc0CzgTv3VAK3NZPN7DvH6
Download Qawaidul Arba
***
Judul
Asli:
القواعد
الأربعة
Penulis:
محمد
بن عبد الوهاب بن سليمان التميمي النجدي (المتوفى: 1206هـ)
Edisi
Terjemah:
Qawa’idul
Arba’: Matan dan Terjemah
Penerjemah:
Tim Ahli Akademi Matan
Penerbit:
Pustaka
Syabab Surabaya
MUQODDIMAH PENERJEMAH
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ حَمْدًا
كَثِيْرًا طَيِّباً مُبَارَكًا فِيْهِ كَمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَيَرْضَاهُ،
وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ
تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ:
Kabar
gembira bagi para penuntut ilmu yang ingin menghafal matan (kitab kecil dasar)
sehingga kokoh ilmunya dengan hadirnya terjemahan ini, dalam membantu menghafal
teks Arabnya.
Naskah
pada buku ini mengacu kepada Al-Maktabah Malik Fahad cetakan ke-4 tahun 1435
H/2014 M yang diteliti oleh Syaikh Dr. Abdul Muhsin bin Muhammad Al-Qashim,
pengajar dan khatib di Masjid Nabawi. Beliau telah bekerja keras untuk meneliti
manuskripnya kemudian menyusunnya, dan inilah yang saya gunakan dalam buku ini.
Di antara manuskrip yang beliau jadikan acuan adalah:
- Manuskrip tulisan tangan di Markaz Al-Malik
Faishal Saudiyah no. 5258 tertanggal 1307 H.
- Manuskrip tulisan tangan di Markaz Al-Malik
Faishal Saudiyah no. 5265 tertanggal 1338 H.
- Manuskrip tulisan tangan di perpusta-kan
Al-Mahmudiyah Maktabah Al-Malik Abdul Aziz no. 1437.
- Manuskrip tulisan tangan di perpus-takan
Al-Mahmudiyah Maktabah Al-Malik Abdul Aziz no. 1921.
- Manuskrip tulisan tangan di perpusta-kaan
Syaikh Abdurrahman As-Sa’di di Qashim, KSA.
Untuk
itu, naskah ini bisa dijadikan acuan menghafal para penuntut ilmu. Semoga Allah
menerima dari kita semua.[]
Surabaya,
Sya’ban 1439 H/Mei 2018
TAAM - Tim Ahli Akademi Matan
MATAN QAWA’IDUL
ARBA’
أَسْأَلُ اللهَ الْكَرِيمَ رَبَّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ:
أَنْ يَتَوَلَّاكَ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ، وَأَنْ يَجْعَلَكَ مُبَارَكًا أَيْنَمَا
كُنْتَ، وَأَنْ يَجْعَلَكَ مِمَّنْ إِذَا أُعْطِيَ شَكَرَ، وَإِذَا ابْتُلِيَ صَبَرَ،
وَإِذَا أَذْنبَ اسْتَغْفَرَ. فَإِنَّ هَؤُلَاءِ الثَّلاَثَ عُنْوَانُ السَّعَادَةِ.
Aku memohon kepada Allah yang Mahamulia, Rabb ‘Arsy yang agung: semoga Dia menjagamu di dunia dan di Akhirat dan
menjadikanmu diberkahi di mana pun kamu berada serta menjadikanmu termasuk
golongan yang jika diberi bersyukur, jika diuji bersabar, dan jika berbuat dosa
beristighfar, karena tiga hal ini merupakan tanda kebahagiaan.
اِعْلَمْ -أَرْشَدَكَ اللهُ لِطَاعَتِهِ- أَنَّ الْحَنِيْفِيَّةَ -مِلَّةَ
إِبْرَاهِيمَ-: أَنْ تَعْبُدَ اللهَ وَحْدَهُ
مُخْلِصًا لَهُ الدِّينَ، وَبِذَلِكَ أَمَرَ اللهُ جَمِيعَ النَّاسِ وَخَلَقَهُمْ
لَهَا، كَمَا قَالَ تَعَالَى: ﴿وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ
وَالإِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ﴾ [الذَّارِيَاتُ: 56].
Ketahuilah, semoga Allah membimbingmu untuk
mentaati-Nya, bahwa hanifiyah agama
Ibrahim adalah kamu menyembah Allah semata dengan ikhlash dalam beragama. Untuk hal itulah Allah menyuruh semua makhluk dan
menciptakan mereka untuk hal tersebut, seperti yang difirmankan-Nya,
“Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia
melainkan agar mereka menyembah-Ku.” [51: 56]
فَإِذَا عَرَفْتَ أَنَّ اللهَ
خَلَقَكَ لِعِبَادَتِهِ: فَاعْلَمْ أَنَّ الْعِبَادَةَ لَا تُسَمَّى عِبَادَةً
إِلَّا مَعَ التَّوْحِيدِ، كَمَا أَنَّ الصَّلَاةَ لَا تُسَمَّى صَلَاةً إِلَّا
مَعَ الطَّهَارَةِ، فَإِذَا دَخَلَ الشِّرْكُ فِي الْعِبَادَةِ فَسَدَتْ،
كَالْحَدَثِ إِذَا دَخَلَ فِي الطَّهَارِة، كَمَا قَالَ تَعَالَى: ﴿مَا كَانَ لِلْمُشْرِكِينَ أَنْ يَعْمُرُوا مَسَاجِدَ اللهِ
شَاهِدِينَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ بِالْكُفْرِ أُولَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ
وَفِي النَّارِ هُمْ خَالِدُونَ﴾ [التَّوْبَةُ: 17].
Apabila kamu sudah tahu bahwa Allah menciptakanmu
untuk menyembah-Nya maka ketahuilah bahwa ibadah tidak disebut ibadah kecuali
disertai tauhid seperti shalat yang tidak disebut shalat kecuali disertai
berwudhu. Apabila syirik masuk dalam ibadah maka ibadah itu menjadi rusak,
seperti hadats yang apabila masuk dalam wudhu, seperti yang Dia firmankan, “Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan masjid-masjid
Allah, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang
yang sia-sia amal kebaikannya, dan mereka kekal di dalam Neraka.” [9: 17]
فَإِذَا عَرَفْتَ أَنَّ الشِّرْكَ إِذَا خَالَطَ الْعِبَادَةَ
أَفْسَدَهَا، وَأَحْبَطَ الْعَمَلَ، وَصَاَر صَاحِبُهُ مِنَ الْخَالِدِينَ فِي
النَّارِ: عَرَفْتَ أَنَّ أَهَمَّ مَا عَلَيْكَ مَعْرِفَةُ ذَلِكَ، لَعَلَّ اللهَ أَنْ يُخَلِّصَكَ مِنْ هَذِهِ الشَّبَكَةِ،
وَهِيَ الشِّرْكُ بِاللهِ. وَذَلِكَ بِمَعْرِفَةِ أَرْبَعِ قَوَاعِدَ ذَكَرَهَا
اللهُ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ.
Apabila kamu telah tahu bahwa syirik apabila
bercampur dengan ibadah akan merusaknya, menghapus pahala amal ibadah, dan
menjadikan pelakunya kekal di Neraka, kamu pun tahu bahwa perkara sangat
penting bagimu adalah mempelajari hal tersebut. Semoga Allah membebaskanmu dari duri ini yaitu syirik
kepada Allah. Yaitu dengan mempelajari 4 kaidah yang disebutkan Allah dalam
Kitab-Nya.
الْقَاعِدَةُ الأُولَى:
أَنْ تَعْلَمَ أَنَّ الْكُفَّارَ الَّذِينَ قَاتَلَهُمْ رَسُولُ
اللهِ ﷺ مُقِرُّونَ أَنَّ اللهَ هُوَ
الْخَالِقُ الرَّازِقُ، المُحْيِ الْمُمِيْتُ، الْمُدَبِّرُ لِجَمِيْعِ
الْأُمُوْرِ، وَلَمْ يُدْخِلْهُمْ ذَلِكَ فِي الإِسْلَامِ؛
وَالدَّلِيلُ قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿قُلْ مَن
يَرْزُقُكُم مِّنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ أَمَّن يَمْلِكُ السَّمْعَ والأَبْصَارَ
وَمَن يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ
وَمَن يُدَبِّرُ الأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللهُ فَقُلْ أَفَلاَ تَتَّقُونَ﴾
[يُوْنُسَ: 31].
Kaidah Pertama
Kamu mengetahui
bahwa orang-orang kafir yang diperangi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengakui bahwa Allah Ta’ala adalah Pencipta,
Pemberi rizki, Yang
menghidupkan, Yang mematikan, Pengatur segala sesuatu, tetapi hal itu tidak lantas
memasukkan mereka ke dalam Islam. Dalilnya adalah firman-Nya Ta’ala, “Katakanlah: Siapakah yang memberi rezeki
kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan)
pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari
yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapakah yang mengatur
segala urusan? Maka mereka akan menjawab: Allah. Maka katakanlah: Mengapa kamu
tidak bertakwa (kepada-Nya)?” [10: 31]
الْقَاعِدَةُ الثَّانِيَةُ:
أَنَّهُمْ يَقُولُونَ: مَا دَعَوْنَاهُمْ وَتَوَجَّهْنَا
إِلَيْهِمْ إِلا لِطَلَبِ الْقُرْبَةِ وَالشَّفَاعَةِ.
فَدَلِيلُ الْقُرْبَةِ قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِن دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا
نَعْبُدُهُمْ إِلاَّ لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللهِ زُلْفَى إِنَّ اللهَ يَحْكُمُ
بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللهَ لاَ يَهْدِي مَنْ هُوَ
كَاذِبٌ كَفَّارٌ﴾ [الزُّمَرُ: 3].
وَدَلِيلُ الشَّفَاعَةِ قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿وَيَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللهِ مَا لَا يَضُرُّهُمْ وَلَا
يَنْفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَـؤُلَاءِ شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللهِ * قُلْ
أَتُنَبِّئُونَ اللهَ بِمَا لَا يَعْلَمُ فِي السَّمَاوَاتِ وَلَا فِي الأَرْضِ
سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ﴾ [يُوْنُسُ: 18].
Kaidah Kedua
Mereka berkata, “Kami tidak menyembah mereka
(berhala) dan tidak pula merendahkan diri kepada mereka kecuali untuk mencari qurbah (pendekatan diri kepada Allah)
dan syafaat (menjadikan berhala
sebagai pelantara kepada Allah).”
Dalil qurbah adalah firman-Nya Ta’ala, “Dan orang-orang yang mengambil pelindung
selain Allah (berkata): ‘Kami
tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah
dengan sedekat-dekatnya.’
Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka
berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak memberi hidayah kepada orang-orang yang pendusta dan kufur.”
[39:2]
Sementara dalil syafaat adalah firman-Nya Ta’ala,
“Dan mereka menyembah selain Allah apa
yang tidak dapat mendatangkan kemudaratan kepada mereka dan tidak (pula)
kemanfaatan, dan mereka berkata: Mereka itu adalah pemberi syafaat kepada kami
di sisi Allah. Katakanlah: apakah kamu hendak memberitahu Allah apa
yang Dia tidak ketahui di langit dan di bumi? Mahasuci Dia dari apa yang mereka
persekutukan.”
[10: 18]
وَالشَّفَاعَةُ شَفَاعَتَانِ: شَفَاعَةٌ مَنْفِيَّةٌ، وَشَفَاعَةٌ
مُثْبَتَةٌ.
فَالشَّفَاعَةُ الْمَنْفِيَّةُ: مَا كَانَتْ تُطْلَبُ مِنْ غَيْرِ
اللهِ فِيمَا لا يَقْدِرُ عَلَيْهِ إِلَّا اللهُ؛ وَالدَّلِيلُ قَوْلُهُ تَعَالَى:
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَنفِقُواْ مِمَّا
رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَن يَأْتِيَ يَوْمٌ لَّا بَيْعٌ فِيهِ وَلَا خُلَّةٌ
وَلَا شَفَاعَةٌ وَالْكَافِرُونَ هُمُ الظَّالِمُونَ﴾ [البقرة: 254].
Syafaat itu ada dua: syafaat manfiyyah
(tertolak) dan syafaat mutsbatah (diterima).
Syafaat manfiyyah
adalah syafaat yang diminta kepada selain Allah pada perkara yang tidak mampu
melakukannya kecuali Allah. Dalilnya adalah firman-Nya Ta’ala, “Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah
(di jalan Allah) sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum
datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi
persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafaat. Dan orang-orang kafir
itulah orang-orang yang zhalim.”
[2: 254]
وَالشَّفَاعَةُ الْمُثْبَتَةُ: هِيَ الَّتِي تُطْلَبُ مِنَ اللهِ،
وَالشَّافِعُ مُكَرَّمٌ بِالشَّفَاعَةِ، وَالْمَشْفُوعُ لَهُ مَنْ رَضِيَ اللهُ
قَوْلَهُ وَعَمَلَهُ بَعْدَ الإِذْنِ؛ كَمَا قَالَ تَعَالَى: ﴿مَن ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ﴾
[البقرة: 255].
Syafaat mutsbatah
adalah syafaat yang diminta kepada Allah (dengan ketentuan) yang diberi syafaat
adalah orang yang dimuliakan dengan syafaat dan yang memberi syafaat adalah
orang yang diridhai ucapan dan perbuatannya setelah mendapat izin, seperti yang
difirmankan-Nya Ta’ala, “Tidak ada
yang memberi syafaat di sisi-Nya kecuali dengan seizin-Nya.” [2: 255]
الْقَاعِدَةُ الثَّالِثَةُ:
أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ ظَهَرَ عَلَى أُنَاسٍ مُتَفَرِّقِينَ فِي
عِبَادَاتِهِمْ:
مِنْهُمْ: مَنْ يَعْبُدُ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ.
وَمِنْهُمْ: مَنْ يَعْبُدُ الْمَلَائِكَةَ.
وَمِنْهُمْ: مَنْ يَعْبُدُ الأَنْبِيَاءَ وَالصَّالِحِينَ.
وَمِنْهُمْ: مَنْ يَعْبُدُ الأَشْجَارَ وَالأَحْجَارَ.
وَقَاتَلَهُمْ رَسُولُ اللهِ ﷺ وَلَمْ يُفَرِّقْ بَيْنَهُمْ؛
وَالدَّلِيلُ قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿وَقَاتِلُوهُمْ
حَتَّى لاَ تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ لِلَّهِ﴾ [الأَنْفَالُ:
39].
Kaidah Ketiga
Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerangi
manusia yang bermacam-macam cara beribadahnya. Di antara mereka ada yang
menyembah matahari dan bulan, ada
yang menyembah para Malaikat, ada yang menyembah para Nabi dan
orang-orang shalih, ada yang menyembah pohon dan batu.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
memerangi mereka tanpa membeda-bedakan mereka. Dalilnya adalah firman-Nya Ta’ala,
“Perangilah mereka hingga tidak ada fitnah (kesyirikan) dan agama seluruhnya milik
Allah.” [8: 39]
وَدَلِيلُ الشَّمْسِ وَالْقَمَرِ قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ
وَالْقَمَرُ، لاَ تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلاَ لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ
الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ﴾ [فُصِّلَتٌ: 37].
Dalil matahari dan bulan adalah firman-Nya Ta’ala,
“Di antara tanda-tanda (kekuasaan-Nya)
adalah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah bersujud kepada matahari dan
janganlah (pula) kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah Yang
menciptakannya, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.” [41: 37]
وَدَلِيلُ الْمَلائِكَةِ قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿وَيَوْمَ يَحْشُرُهُمْ جَمِيعًا ثُمَّ يَقُولُ
لِلْمَلَائِكَةِ أَهَؤُلَاءِ إِيَّاكُمْ كَانُوا يَعْبُدُونَ * قَالُوا
سُبْحَانَكَ أَنْتَ وَلِيُّنَا مِنْ دُونِهِمْ، بَلْ كَانُوا يَعْبُدُونَ
الْجِنَّ، أَكْثَرُهُمْ بِهِمْ مُؤْمِنُونَ﴾ [سباء: 80].
Dalil malaikat adalah firman-Nya Ta’ala, “Dan (ingatlah) hari (yang di waktu itu)
Allah mengumpulkan mereka semuanya kemudian Allah berfirman kepada Malaikat: ‘Apakah mereka ini dahulu
menyembah kamu?’
Malaikat-Malaikat itu menjawab: ‘Maha
Suci Engkau. Engkaulah pelindung kami, bukan mereka: bahkan mereka telah
menyembah jin; kebanyakan mereka beriman kepada jin itu.’”
[34: 41-41]
وَدَلِيلُ الأَنْبِيَاءِ قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿وَإِذْ قَالَ اللهُ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ ءَأَنتَ
قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي وَأُمِّيَ إِلَـهَيْنِ مِن دُونِ اللهِ، قَالَ
سُبْحَانَكَ مَا يَكُونُ لِي أَنْ أَقُولَ مَا لَيْسَ لِي بِحَقٍّ﴾
[المائدة: 116].
Dalil para Nabi adalah firman-Nya Ta’ala, “Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: ‘Hai Isa putra Maryam, adakah
kamu mengatakan kepada manusia: ‘Jadikanlah
aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah?’ Isa menjawab: ‘Maha Suci Engkau, tidaklah
patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya).’”
[5: 116]
وَدَلِيلُ الصَّالِحِينَ قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿قُلِ ادْعُوا الَّذِينَ زَعَمْتُمْ مِنْ دُونِهِ فَلاَ
يَمْلِكُونَ كَشْفَ الضُّرِّ عَنْكُمْ وَلَا تَحْوِيْلًا * أُولَـئِكَ الَّذِينَ
يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ
وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ، إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ
مَحْذُورًا﴾ [الإسراء: 56-57].
Dalil orang-orang shalih adalah firman-Nya Ta’ala,
“Katakanlah: ‘Panggillah mereka yang kamu
anggap (tuhan) selain Allah, maka mereka tidak akan mempunyai kekuasaan untuk
menghilangkan bahaya dari padamu dan tidak pula memindahkannya.’ Orang-orang yang mereka seru
itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka
yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan
azab-Nya.” [17: 56-57]
وَدَلِيلُ الأَشْجَارِ وَالأَحْجَارِ قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿أَفَرَأَيْتُمُ اللاَّتَ وَالْعُزَّى * وَمَنَاةَ
الثَّالِثَةَ الأُخْرَى﴾ [النجم: 19، 20].
وَحَدِيُث أَبِي وَاقِدٍ اللَّيْثِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ:
خَرَجْنَا مَعَ النَّبِيِّ ﷺ إِلَى حُنَيْنٍ وَنَحْنُ حُدَثَاءُ عَهْدٍ بِكُفْرٍ،
وَلِلْمُشْرِكِينَ سِدْرَةٌ، يَعْكُفُونَ عِنْدَهَا وَيَنُوْطُونَ بِهَا
أَسْلِحَتَهُمْ، يُقَالَ لَهَا: ذَاتُ أَنْوَاطٍ، فَمَرَرْنَا بِسِدْرَةٍ
فَقُلْنَا: يَا رَسُولَ اللهِ اجْعَلْ لَنَا ذَاتَ أَنْوَاطٍ كَمَا لَهُمْ ذَاتُ
أَنْوَاطٍ.
فَقَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: اللهُ أَكْبَرُ! إِنَّهَا السُّنَنُ،
قُلْتُمْ ـ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ ـ كَمَا قَالَتْ بَنُو إِسْرَائِيْلَ
لِمُوْسَى: ﴿اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ
آلِهَةٌ﴾ [الأعراف: 138]
Dalil
pohon dan batu adalah firman-Nya Ta’ala, “Maka apakah patut kamu (hai orang-orang musyrik) menganggap Al-Lata dan Al-Uzza, dan Manat yang ketiga, yang paling
terkemudian (sebagai anak perempuan Allah)?”
[53:19-20]
Dan
juga hadits Abu Waqid Al-Laitsi
Radhiyallahu ‘Anhu, dia berkata,
“Kami keluar bersama Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam untuk perang Hunain dan kami pada waktu itu belum
lama keluar dari
kekufuran. Orang-orang musyrik memiliki sebuah pohon di mana mereka itikaf di
sisinya dan menggantungkan pedang-pedang mereka yang disebut pohon Dzatu
Anwath. Kami pun melewati sebuah pohon
lalu kami berkata, “Wahai Rasulullah, buatkanlah untuk kami Dzatu Anwath
seperti milik mereka.” Maka Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Allahu
Akbar! Ini adalah sunan. Demi Dzat yang jiwaku di Tangan-Nya, kalian berkata
seperti ucapan Bani Israil kepada Musa, ‘Buatkanlah untuk kami tuhan seperti
mereka memiliki tuhan-tuhan.’”
الْقَاعِدَةُ الرَّابِعَةُ:
أَنَّ مُشْرِكِي زَمَانِنَا أَغْلَظُ شِرْكًا مِنَ الأَوَّلِينَ،
لِأَنَّ الأَوَّلِينَ يُشْرِكُونَ فِي الرَّخَاءِ، وَيُخْلِصُونَ فِي الشِّدَّةِ،
وَمُشْرِكُو زَمَانِنَا شِرْكُهُمْ دَائِمٌ فِي الرَّخَاءِ وَالشِّدَّة؛
وَالدَّلِيلُ قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿فَإِذَا رَكِبُوا
فِي الْفُلْكِ دَعَوُا اللهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ، فَلَمَّا نَجَّاهُمْ
إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ﴾ [العَنْكَبُوْتُ: 65].
Kaidah Keempat
Orang-orang musyrik di zaman kita lebih parah
kesyirikannya dari pada orang-orang zaman dulu, karena orang-orang zaman dulu
berbuat syirik saat lapang saja tetapi ikhlas saat kesulitan, sementara
orang-orang musyrik di zaman kita kesyirikan mereka terus-menerus saat lapang
dan sulit. Dalilnya adalah firman-Nya Ta’ala, “Maka apabila mereka naik kapal mereka mendoa kepada Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya; maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai
ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah).” [29: 65]
وَاللهُ أَعْلَمُ
*
* *
تَمَّتْ بِحَمْدِ اللهِ
* * * *
Jazakallah katsirannn
BalasHapus