Lum’atul I’tiqad: Matan dan Terjemahannya
https://www.terjemahmatan.com/2015/11/lumatul-itiqad-matan-dan-terjemahannya.html?m=0
Lum’atul
I’tiqad: Matan dan Terjemahannya
Download Lum'ah
File APK (Android) – 1,9 MB: https://drive.google.com/file/d/0B1iVgc7j_tdiUEJFN3dsS1ZKRWc/view?usp=sharing
File DOC (ARAB) – 0,1 MB: https://drive.google.com/file/d/0B1iVgc7j_tdiVHMzendFNy1FODA/view?usp=sharing
File Ebook (ARAB) – 0,2 MB: https://drive.google.com/file/d/0B1iVgc7j_tdidTRoa1VCdW5HZzQ/view?usp=sharing
***
Judul
Asli:
لمعة الاعتقاد
الهادي إلى سبيل الرشاد
Penulis:
أبو محمد موفق
الدين عبد الله بن أحمد بن محمد بن قدامة الجماعيلي المقدسي ثم الدمشقي الحنبلي،
الشهير بابن قدامة المقدسي (المتوفى: 620هـ)
Penerbit:
Darul
Huda Riyadh KSA cet. ke-3 th. 1421 H/2000 M
Edisi
Terjemah:
Lum’atul
I’tiqad: Matan dan Terjemahannya
Ibnu
Qudamah Al-Maqdisi Rahimahullah
Penerjemah:
Abu
Zur’ah ath-Thaybi
Penerbit
Terjemahan:
Pustaka
Syabab Surabaya
DAFTAR ISI
[Muqaddimah Penerjemah]
[Muqaddimah Penulis]
[Wajib Beriman Kepada Kabar al-Qur`an dan Hadits Shahih
Tentang Sifat]
[Pendapat Imam Ahmad Tentang Sifat Allah]
[Pendapat Imam asy-Syafi’i Tentang Sifat Allah]
[Pendapat Salaf dan Khalaf Tentang Sifat Allah]
[Pendapat Ibnu Mas’ud dan ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz Tentang
Sifat Allah]
[Pendapat al-Auzai Tentang Sifat dan Sanggahan al-Adrami
Kepada Ahli Bid’ah]
[Ayat dan Hadits Tentang Sifat Allah]
[Allah Berbicara dengan Kalam Qadim]
[Al-Qur`an Kalamullah]
[Kaum Mukminin Melihat Rabb Mereka di Hari Kiamat]
[Qadha dan Qadar]
[Hakikat Iman]
[Mengimani Semua Kabar dari Rasulullah]
[Kedudukan Rasulullah dan Para Shahabatnya]
[Tidak Suka Memvonis Surga dan Neraka]
[Wajib Mencintai Para Shahabat]
[Wajib Taat Kepada Penguasa Muslim Meski Kejam]
[Wajib Menjauhi Ahli Bid’ah]
***
MUQADDIMAH
PENERJEMAH
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّباً مُبَارَكًا فِيْهِ كَمَا يُحِبُّ
رَبُّنَا وَيَرْضَاهُ، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ
وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ:
Alhamdulillah telah selesai penggarapan terjemah kutaib
(kitab kecil) dari matan kitab aqidah yang terkenal Lum’atul I’tiqad al-Hadi
ila Sabilir Rasyad (لمعة الاعتقاد الهادي إلى سبيل
الرشاد) “Bekal Keyakinan yang Membimbing ke Jalan Petunjuk” yang disusun oleh Imam
Muwaffiquddin al-Allamah al-Alim Abu Muhammad ‘Abdullah bin Ahmad bin Muhammad
bin Qudamah al-Maqdisi (w. 620 H). Matan ini termasuk jajaran matan aqidah yang
banyak dikaji maupun disyarah oleh para ulama karena ringkas dan selamat. Kutaib
ini membahas beberapa pokok masalah aqidah terutama cara yang benar memahami
sifat-sifat Allah.
Dalam menerjemahkan digunakan naskah ‘Arab terbitan Darul
Huda Riyadh cet. ke-3 th. 1421 H/2000 M. Lafazh dalam kurung tutup “[]” adalah
tambahan dari penerjemah meliputi judul dan takhrij hadits. Tentunya di
sana-sini masih terdapat kekurangan dan cacat, semoga Allah mengampuni
kesalahan penerjemah, dan bagi penuntut ilmu dan guru untuk berkenan
mengoreksinya dan dikirim ke 085730 219208. Jazakumullah khairan.
Surabaya, Shafar 1437 H/Nopember 2015
Abu Zur’ah Ath-Thaybi
LUM’ATUL I’TIQAD: MATAN DAN TERJEMAHANNYA
[Muqaddimah Penulis]
بسم الله الرحمن الرحيم
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ اَلْمَحْمُودِ بِكُلِّ لِسَانٍ،
اَلْمَعْبُودِ فِي كُلِّ زَمَانٍ، اَلَّذِي لَا يَخْلُو مِنْ عِلْمِهِ مَكَانٌ،
وَلَا يَشْغَلُهُ شَأْنٌ عَنْ شَأْنٍ، جَلَّ عَنْ اَلْأَشْبَاهِ وَالْأَنْدَادِ،
وَتَنَزَّهَ عَنْ اَلصَّاحِبَةِ وَالْأَوْلَادِ، وَنَفَذَ حُكْمُهُ فِي جَمِيعِ
اَلْعِبَادِ، لَا تُمَثِّلُهُ اَلْعُقُولُ بِالتَّفْكِيرِ، وَلَا تَتَوَهَّمُهُ
اَلْقُلُوبُ بِالتَّصْوِيرِ
Bismillahirrahmanirrahim.
Segala puji milik Allah yang Maha Terpuji lewat setiap
lisan, Yang disembah di setiap waktu, Yang tidak ada tempat manapun yang bebas
dari ilmu-Nya. Dia tidak disibukkan oleh urusan demi urusan. Dia Mahatinggi
dari segala bentuk keserupaan dan tandingan. Dia tersucikan dari istri dan
anak. Hukum-Nya berlaku kepada seluruh hamba. Akal pikiran tidak bisa
menggambarkan-Nya, tidak pula hati bisa membayangkannya dengan khayalan.
{لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ
وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ} [الشورى: 11]
“Tidak ada yang serupa dengan-Nya dan Dia Maha Mendengar
dan Maha Melihat.” [QS. Asy-Syura: 11]
لَهُ اَلْأَسْمَاءُ اَلْحُسْنَى وَالصِّفَاتُ
اَلْعُلَا: {الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى * لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ
وَمَا فِي الْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا وَمَا تَحْتَ الثَّرَى * وَإِنْ تَجْهَرْ
بِالْقَوْلِ فَإِنَّهُ يَعْلَمُ السِّرَّ وَأَخْفَى} [طه: 5 - 7]
Dia memiliki nama-nama yang indah dan sifat-sifat yang
mulia. “Ar-Rahman bersemayam di atas ‘Arsy. Milik-Nya segala di langit dan
di bumi serta di antara keduanya juga di perut bumi. Jika kamu mengeraskan
suara sungguh Dia mengetahui apa yang nampak dan tersembunyi.” [QS. Thaha
[20]: 5-7]
أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا، وَقَهَرَ كُلَّ
مَخْلُوقٍ عِزَّةً وَحُكْمًا، وَوَسِعَ كُلَّ شَيْءٍ رَحْمَةً وَعِلْمًا: {يَعْلَمُ
مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلَا يُحِيطُونَ بِهِ عِلْمًا} [طه:
110]
Ilmu-Nya meliputi segala sesuatu. Dia menguasai seluruh
makhluk dengan keperkasaan dan hikmah. Rahmat dan ilmu-Nya meliputi segala
sesuatu. “Dia mengetahui apa yang ada di depan mereka dan apa yang ada di
belakang mereka dan mereka tidak bisa menjangkau ilmu-Nya.” [QS. Thaha
[20]: 110]
مَوْصُوفٌ بِمَا وَصَفَ بِهِ نَفْسَهُ فِي
كِتَابِهِ اَلْعَظِيمِ وَعَلَى لِسَانِ نَبِيِّهِ اَلْكَرِيم
Dia disifati dengan sifat yang ditentukan sendiri
oleh-Nya di Kitab-Nya yang agung dan lewat lisan Nabi-Nya yang mulia.
[Wajib Beriman Kepada Kabar al-Qur`an dan Hadits Shahih Tentang Sifat]
وَكُلُّ مَا جَاءَ فِي اَلْقُرْآنِ أَوْ صَحَّ
عَنْ اَلْمُصْطَفَى عَلَيْهِ اَلسَّلَامُ مِنْ صِفَاتِ اَلرَّحْمَنِ وَجَبَ اَلْإِيمَانُ
بِهِ، وَتَلَقِّيهِ بِالتَّسْلِيمِ وَالْقَبُولِ، وَتَرْكُ اَلتَّعَرُّضِ لَهُ
بِالرَّدِّ وَالتَّأْوِيلِ وَالتَّشْبِيهِ وَالتَّمْثِيلِ
Setiap kabar al-Qur`an dan hadits shahih tentang sifat-sifat
ar-Rahman wajib diimani dan diterima dengan pasrah dan tidak
mempertentangkannya dengan menolak, mentakwil, tasybih, dan tamtsil.
وَمَا أَشْكَلَ مِنْ ذَلِكَ وَجَبَ إِثْبَاتُهُ
لَفْظًا، وَتَرْكُ اَلتَّعَرُّضِ لِمَعْنَاهُ، وَنَرُدُّ عِلْمَهُ إِلَى قَائِلِهِ،
وَنَجْعَلُ عُهْدَتَهُ عَلَى نَاقِلِهِ، اِتِّبَاعًا لِطَرِيقِ اَلرَّاسِخِينَ فِي
اَلْعِلْمِ، اَلَّذِينَ أَثْنَى اَللَّهُ عَلَيْهِمْ فِي كِتَابِهِ اَلْمُبِينِ
بِقَوْلِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى: {وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ
آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا} [آل عمران: 7]
Apa yang tersamar dari kabar tersebut maka wajib
menetapkannya secara lafazh dan tidak menolak maknanya dan mengembalikan
ilmunya kepada Pengucapnya. Kita menyerahkannya kepada penukilnya untuk
meneladani jalan orang-orang yang dalam keilmuannya yang Allah puji mereka dalam
Kitab-Nya yang jelas dalam firman-Nya subhanahu wa ta’ala, “Dan
orang-orang yang dalam ilmunya berkata, ‘Kami beriman kepadanya karena semuanya
berasal dari sisi Rab kami.’” [QS. Ali Imran [3]: 7]
وَقَالَ فِي ذَمِّ مُبْتَغِي اَلتَّأْوِيلِ
لِمُتَشَابِه تَنْزِيلِهِ: {فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ
فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ
تَأْوِيلِهِ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلَّا اللَّهُ} [آل عمران: 7]
Allah berfirman mencela orang-orang yang suka
mencari-cari takwil ayat-ayat mutasyabihat (masih tersamar), “Adapun
orang-orang yang di dalam hatinya ada ‘zaigh’
(penyimpangan/kesesatan/kekufuran) akan mengikuti yang samar-samar untuk
mencari-cari fitnah dan mencari-cari takwilnya. Padahal tidak ada yang
mengetahui takwilnya kecuali Allah.” [3:7]
فَجَعَلَ اِبْتِغَاءَ اَلتَّأْوِيلِ عَلَامَةً
عَلَى اَلزَّيْغِ, وَقَرَنَهُ بِابْتِغَاءِ اَلْفِتْنَةِ في الذم، ثم حجبهم عما
أملوه، وقطع أطماعهم عما قصدوه، بقوله سبحانه: {وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلَّا
اللَّهُ}
Dia menjadikan mencari-cari takwil sebagai tanda zaigh
dan mengiringinya dengan mencari-cari fitnah dalam celaan. Kemudian Dia
menghalangi mereka dari cita-cita itu dan memutus ketamakan mereka dari yang
mereka inginkan itu lewat firman-Nya, “Padahal tidak ada yang mengetahui
takwilnya kecuali Allah.” [3:7]
[Pendapat Imam Ahmad Tentang Sifat Allah]
قَالَ اَلْإِمَامُ أَبُو عَبْدِ اَللَّهِ أَحْمَدُ
بْنُ مُحَمَّدٍ بْنِ حَنْبَلٍ رضي الله عنه فِي قَوْلِ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه
وسلم: «إِنَّ اللهَ يَنْزِلُ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا» أو «إِنَّ اللهَ يُرَى فِي
الْقِيَامَةِ» وَمَا أَشْبَهَ هَذِهِ اَلْأَحَادِيثِ: نُؤْمِنُ بِهَا, وَنُصَدِّقُ
بِهَا, لَا كَيْفَ, وَلَا مَعْنَى, وَلَا نَرُدُّ شَيْئًا مِنْهَا، وَنَعْلَمُ
أَنَّ مَا جَاءَ بِهِ اَلرَّسُولُ حَقٌّ, وَلَا نَرُدُّ عَلَى رَسُولِ اَللَّهِ
وَلَا نَصِفُ اَللَّهَ بِأَكْثَرَ مِمَّا وَصَفَ
بِهِ نَفْسَهُ, بِلَا حَدٍّ وَلَا غَايَةٍ: {لَيْسَ
كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ} [الشورى: 11] وَنَقُولُ كَمَا قَالَ, وَنَصِفُهُ بِمَا
وَصَفَ بِهِ نَفْسَهُ, لَا نَتَعَدَّى ذَلِكَ, وَلَا يَبْلُغُهُ وَصْفُ
اَلْوَاصِفِينَ
نُؤْمِنُ بِالْقُرْآنِ كُلِّهُ مُحْكَمِهِ
وَمُتَشَابِهِهِ، وَلَا نُزِيلُ عَنْهُ صِفَةً مِنْ صِفَاتِهِ لِشَنَاعَةٍ شُنِّعَتْ,
وَلَا نَتَعَدَّى اَلْقُرْآنَ وَالْحَدِيثَ, وَلَا نَعْلَمُ كَيْفَ كُنْهُ ذَلِكَ
إِلَّا بِتَصْدِيقِ اَلرَّسُولِ صلى الله عليه وسلم وَتَثْبِيتِ اَلْقُرْآنِ
Imam Abu ‘Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal radhiyallahu
‘anhu tentang sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya
Allah turun ke langit dunia,” atau, “Sesungguhnya Allah dilihat di Hari
Kiamat,” atau hadits-hadits yang serupa dengannya, “Kami menimaninya,
membenarkannya tanpa takyif dan makna (mempertanyakan hakikatnya dan makna),
juga kami tidak menolak sedikitpun. Kami meyakini bahwa kabar dari Rasulullah
benar dan kami tidak menolak apapun dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
Kami tidak mensifati Allah melebihi apa yang Dia sifati
diri-Nya sendiri tanpa batas dan ujung, ‘Tidak ada yang serupa dengan-Nya
dan Dia Maha Mendengar dan Maha Melihat.’ [QS. Asy-Syura: 11] Kami berucap
seperti firman-Nya dan mensifati-Nya seperti sifat yang diberikan-Nya sendiri.
Kami tidak melampaui batas akan itu karena orang yang mensifati-Nya tidak akan
mampu melampaui-Nya.
Kami beriman kepada al-Qur`an seluruhnya baik yang muhkam
(ayat yang jelas maknanya) dan mutasyabihat (ayat yang tersamar
maknanya). Kami tidak menyimpangkan sifat-Nya dengan sifat-sifat yang
dibuat-buat. Kami tidak melampaui al-Qur`an dan hadits. Kami tidak tahu kaifiyatnya
(hakikatnya) seperti apa (hakekatnya) melainkan hanya membenarkan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dan menetapkan al-Qur`an.”
[Pendapat
Imam asy-Syafi’i Tentang Sifat Allah]
قَالَ اَلْإِمَامُ أَبُو عَبْدِ اَللَّهِ
مُحَمَّدُ بْنُ إِدْرِيسَ اَلشَّافِعِيُّ رضي الله عنه: آمَنْتُ بِاَللَّهِ
وَبِمَا جَاءَ عَنْ اَللَّهِ عَلَى مُرَادِ اَللَّهُ, وَآمَنْتُ بِرَسُولِ
اَللَّهِ, وَبِمَا جَاءَ عَنْ رَسُولِ اَللَّهِ, عَلَى مُرَادِ رَسُولِ
اَللَّهِ.
Imam Abu ‘Abdillah Muhammad bin Idris asy-Syafi’i radhiyallahu
‘anhu berkata, “Aku beriman kepada Allah dan apa-apa yang datang dari Allah
sesuai yang dikehendaki Allah. Aku beriman kepada Rasulullah dan apa-apa yang
datang dari Rasulullah sesuai yang dikehendaki Rasulullah.”
[Pendapat
Salaf dan Khalaf Tentang Sifat Allah]
وَعَلَى هَذَا دَرَجَ اَلسَّلَفُ, وَأَئِمَّةُ اَلْخَلَفِ رَضِيَ
اَللَّهُ عَنْهُمْ كُلُّهُمْ مُتَّفِقُونَ عَلَى اَلْإِقْرَارِ, وَالْإِمْرَارِ،
وَالْإِثْبَاتِ لِمَا وَرَدَ مِنْ اَلصِّفَاتِ فِي كِتَابِ اَللَّهِ, وَسُنَّةِ
رَسُولِهِ, مِنْ غَيْرِ تَعَرُّضٍ لِتَأْوِيلِهِ، وَقَدْ أُمِرْنَا
بِالِاقْتِفَاءِ لِآثَارِهِمْ, وَالِاهْتِدَاءِ بِمَنَارِهِمْ.
وَحُذِّرْنَا
اَلْمُحْدَثَاتِ, وَأُخْبِرْنَا أَنَّهَا مِنْ اَلضَّلَالَاتِ, فَقَالَ
اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم: «عَلَيْكُمْ
بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ اَلْخُلَفَاءِ اَلرَّاشِدِينَ اَلْمَهْدِيِّينَ مِنْ
بَعْدِي, عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ, وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ
اَلْأُمُورِ, فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ, وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ»
Metode ini dipegang oleh Salaf dan para imam Khalaf
(generasi setelah Salaf) radhiyallahu ‘anhum. Mereka semua sepakat
mengukuhkan, membiarkan, dan menetapkan sifat-sifat yang terdapat di dalam
Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya tanpa mempertentangkannya dengan takwil. Kita
diperintah untuk meneladani (menapaki) jejak-jejak mereka dan mengambil
petunjuk dengan cahaya mereka. Kita juga diperingatkan dari perkara baru yang
kita diberitahu bahwa itu termasuk kesesatan.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Hendaklah kalian
mengikuti Sunnahku dan Sunnah Khulafa Rasyidin yang terbimbing. Pegang teguh ia
dan gigitlah ia dengan gigi graham. Waspadalah terhadap perkara yang baru
karena setiap perkara baru adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah kesesatan.”
(HR. Abu Dawud no. 4607 dan at-Tirmidzi no. 2676. Dishahihkan Syaikh al-Albani)
[Pendapat Ibnu Mas’ud dan ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz Tentang Sifat Allah]
وَقَالَ
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: اتَّبِعُوا وَلَا
تَبْتَدِعُوا فَقَدْ كُفِيتُمْ.
‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata,
“Ikutilah dan jangan berbuat bid’ah karena kalian sudah dicukupi.”
وَقَالَ
عُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ كَلَامًا مَعْنَاهُ: قِفْ
حَيْثُ وَقَفَ الْقَوْمُ، فَإِنَّهُمْ عَنْ عِلْمٍ وَقَفُوا، وَبِبَصَرٍ نَافِذٍ
كَفُّوا، وَهُمْ عَلَى كَشْفِهَا كَانُوا أَقْوَى، وَبِالْفَضْلِ لَوْ كَانَ
فِيهَا أَحْرَى،
‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz berkata secara makna, “Berhentilah
di mana kaum (para shahabat) berhenti karena mereka berhenti di atas ilmu,
dengan pandangan terang mereka menahan diri. Mereka lebih kuat untuk membuka
dan lebih layak dengan keutamaan andai ada di dalamnya.
فَلَئِنْ
قُلْتُمْ حَدَثَ بَعْدَهُمْ، فَمَا أَحْدَثَهُ إِلَّا مَنْ خَالَفَ هَدْيَهُمْ،
وَرَغِبَ عَنْ سُنَّتِهِمْ، وَلَقَدْ وَصَفُوا مِنْهُ مَا يَشْفِي، وَتَكَلَّمُوا
مِنْهُ بِمَا يَكْفِي، فَمَا فَوْقَهُمْ مُحَسِّرٌ، وَمَا دُونَهُمْ مُقَصِّرٌ،
لَقَدْ قَصَّرَ عَنْهُمْ قَوْمٌ فَجَفَوْا، وَتَجَاوَزَهُمْ آخَرُونَ فَغَلَوْا،
وَإِنَّهُمْ فِيمَا بَيْنَ ذَلِكَ لَعَلَى هُدًى مُسْتَقِيمٍ.
Jika kalian berkata, ‘Telah terjadi perkara baru
sepeninggal mereka.’ Tidak ada perkara baru (yang dibuat seseorang) melainkan
orang itu menyelisihi petunjuk mereka dan membenci sunnah mereka. Mereka telah
mensifati-Nya dengan apa yang memuaskan dan berbicara tentang-Nya dengan apa
yang mencukupi. Apa yang di luar itu hanya kerugian dan apa yang di bawah itu
hanya kehinaan. Sungguh kaum tersebut berhenti, tetapi orang-orang justru
meremehkan atau melampaui batas sehingga mereka ghuluw (berlebihan).
Adapun kaum yang berada di antara hal tersebut benar-benar di atas jalan yang
lurus.”
[Pendapat al-Auzai Tentang Sifat dan Sanggahan al-Adrami Kepada Ahli Bid’ah]
وَقَالَ
الْإِمَامُ أَبُو عَمْرٍو الْأَوْزَاعِيُّ -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ-: عَلَيْكَ
بِآثَارِ مَنْ سَلَفَ وَإِنْ رَفَضَكَ النَّاسُ، وَإِيَّاكَ وَآرَاءَ الرِّجَالِ
وَإِنْ زَخْرَفُوهُ لَكَ بِالْقَوْلِ.
Imam Abu ‘Umar al-Auzai radhiyallahu ‘anhu
berkata, “Hendaklah kalian mengambil jejak-jejak kamu Salaf meskipun manusia
meninggalkanmu. Waspadalah akan pendapat-pendapat (bid’ah) orang-orang meskipun
mereka menghiasai ucapannya kepadamu.”
وَقَالَ مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ
الرَّحْمَنِ الْأَدْرَمِيُّ لِرَجُلٍ تَكَلَّمَ بِبِدْعَةٍ وَدَعَا النَّاسَ
إِلَيْهَا: هَلْ عَلِمَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ وَعُثْمَانُ وَعَلِيٌّ، أَوْ لَمْ يَعْلَمُوهَا؟ قَالَ:
لَمْ يَعْلَمُوهَا. قَالَ: فَشَيْءٌ لَمْ يَعْلَمْهُ هَؤُلَاءِ عَلِمْتَهُ أَنْتَ؟
قَالَ الرَّجُلُ: فَإِنِّي أَقُولُ قَدْ عَلِمُوهَا. قَالَ: أَفَوَسِعَهُمْ أَلَّا
يَتَكَلَّمُوا بِهِ، وَلَا يَدْعُوا النَّاسَ إِلَيْهِ أَمْ لَمْ يَسَعْهُمْ؟
قَالَ: بَلَى وَسِعَهُمْ، قَالَ: فَشَيْءٌ وَسِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَخُلَفَاءَهُ، لَا يَسَعُكَ أَنْتَ؟ فَانْقَطَعَ الرَّجُلُ،
فَقَالَ الْخَلِيفَةُ وَكَانَ حَاضِرًا: لَا وَسَّعَ اللَّهُ عَلَى مَنْ لَمْ
يَسَعْهُ مَا وَسِعَهُمْ.
Muhammad bin ‘Abdurrahman al-Adrami berkata kepada
seseorang yang berbicara bid’ah dan mendakwahkannya kepada manusia, “Apakah hal
itu diajarkan Rasulullah, Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman, dan ‘Ali? Atau justru
mereka tidak mengetahuinya?” Jawabnya, “Mereka tidak mengetahuinya?” Ia
berkata, “Mungkinkah ada sesuatu yang tidak mereka ketahui tetapi diketahui
olehmu?” Lelaki itu menjawab, “Aku ralat bahwa mereka mengajarkannya.”
Al-Adrami berkata, “Apakah mereka mampu membicarakannya tetapi tidak
mendakwahkannya kepada manusia? Atau mereka tidak mampu?” Jawabnya, “Bahkan
mereka mampu.” Al-Adrami berkata, “Mungkinkah sesuatu yang Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dan para khalifahnya merasa cukup (dengan syariat yang
mereka sampaikan) tetapi justru kamu tidak?” Lelaki itu pun terpatahkan.
Khalifah yang hadir di sana berkata, “Allah tidak memberi kecukupan (keluasan)
kepada orang yang tidak merasa cukup apa yang membuat mereka cukup.”
وَهَكَذَا
مَنْ لَمْ يَسَعْهُ مَا وَسِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَأَصْحَابَهُ وَالتَّابِعِينَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ، وَالْأَئِمَّةَ مِنْ
بَعْدِهِمْ، وَالرَّاسِخِينَ فِي الْعِلْمِ، مِنْ تِلَاوَةِ آيَاتِ الصِّفَاتِ،
وَقِرَاءَةِ أَخْبَارِهَا، وَإِمْرَارِهَا كَمَا جَاءَتْ، فَلَا وَسَّعَ اللَّهُ
عَلَيْهِ.
Demikianlah barangsiang yang tidak merasa cukup dengan
apa yang mencukupi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para
shahabatnya, dan tabi’in yang mengikuti mereka dengan baik, serta para imam
sepeninggal mereka dan orang-orang yang dalam keilmuannya dalam membaca
ayat-ayat sifat dan membaca kabar-kabar-Nya dan membiarkannya apa adanya, maka
Allah tidak akan memberi kecukupan kepadanya.
[Ayat dan Hadits Tentang Sifat Allah]
فَمِمَّا جَاءَ مِنْ آيَاتِ الصِّفَاتِ قَوْلُ
اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ: {وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ} [الرحمن: 27]
Di antara ayat-ayat sifat adalah firman Allah azza wa
jalla, “Dan kekal wajah Rabb-mu.” [55:27]
وَقَوْلُهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى: {بَلْ يَدَاهُ
مَبْسُوطَتَانِ} [المائدة: 64]
Juga firman-Nya subhanahu wa ta’ala, “Bahkan
kedua tangan-Nya terbentang.” [5:64]
وقوله تعالى إخبارا عن عيسى عليه السلام أنه قال:
{تَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِي وَلَا أَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِكَ} [المائدة: 116]
Juga firman-Nya yang mengabarkan ‘Isa ‘alaihissalam
bahwa ia berkata, “Engkau tahu apa yang ada di dalam jiwaku dan aku tidak
tahu apa yang di dalam Jiwa-Mu.” [5:116]
وَقَوْلُهُ سُبْحَانَهُ: {وَجَاءَ رَبُّكَ}
[الفجر: 22]
Juga firman-Nya subhanahu wa ta’ala, “Dan
datanglah Rabb-mu.” [89:22]
وَقَوْلُهُ تَعَالَى: {هَلْ يَنْظُرُونَ إِلَّا
أَنْ يَأْتِيَهُمُ اللَّهُ} [البقرة: 210]
Juga firman-Nya ta’ala, “Tidak ada yang mereka
tunggu selain Allah mendatangi mereka.” [2:210]
وَقَوْلُهُ تَعَالَى: {رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ
وَرَضُوا عَنْهُ} [المائدة: 119]
Juga firman-Nya ta’ala, “Allah ridha kepada
mereka dan mereka ridha kepada-Nya.” [5:119]
وَقَوْلُهُ
تَعَالَى: {يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ} [المائدة: 54]
Juga firman-Nya ta’ala, “Dia mencintai mereka dan
mereka mencintai-Nya.” [5:54]
وَقَوْلُهُ تَعَالَى فِي اَلْكُفَّارِ: {وَغَضِبَ
اللَّهُ عَلَيْهِمْ} [الفتح: 6]
Juga firman-Nya ta’ala tentang orang kafir, “Allah
murka kepada mereka.” [47:6]
وَقَوْلُهُ تَعَالَى: {اتَّبَعُوا مَا أَسْخَطَ
اللَّهَ} [محمد: 28]
Juga firman-Nya ta’ala, “Mereka mengikuti apa
yang membuat Allah murka.” [48:28]
وَقَوْلُهُ تَعَالَى: {كَرِهَ اللَّهُ
انْبِعَاثَهُمْ} [التوبة: 46]
Juga firman-Nya ta’ala, “Allah membenci
keberangkatan mereka.” [9:46]
وَمِنْ اَلسُّنَّةِ, قَوْلُ اَلنَّبِيِّ صلى الله
عليه وسلم: «يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى سَمَاءِ
اَلدُّنْيَا»
Di antara sunnah (tentang sifat) adalah sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, “Rabb kita tabaraka wa ta’ala turun setiap malam ke
langit dunia.” [HR. Al-Bukhari no. 1145 dan Muslim no. 758]
وَقَوْلُهُ: «يَعْجَبُ رَبُّكَ مِنْ اَلشَّابِّ
لَيْسَتْ لَهُ صَبْوَةٌ»
Juga sabda beliau, “Rab-mu kagum kepada pemuda yang
tidak memiliki syahwat.” (HR. Ibnul Arabi no. 887 dalam al-Mu’jam
dan Ahmad no. 17370 dan dinilai hasan oleh al-Haitsami dan al-Arnauth]
وَقَوْلُهُ: «يَضْحَكُ اَللَّهُ إِلَى رَجُلَيْنِ
قَتَلَ أَحَدُهُمَا اَلْآخَرَ ثُمَّ يَدْخُلَانِ اَلْجَنَّةَ»
Juga sabda beliau, “Allah tertawa kepada dua orang
yang satu membunuh lainnya lalu keduanya masuk surga.” [HR. Al-Bukhari no.
2826 dan Muslim no. 1890]
فَهَذَا وَمَا أَشْبَهُهُ مِمَّا صَحَّ سَنْدُهُ,
وَعُدِّلَتْ رُوَاتُهُ, نُؤْمِنُ بِهِ, وَلَا نَرُدُّهُ, وَلَا نَجْحَدُهُ, وَلَا
نَتَأَوَّلُهُ بِتَأْوِيلٍ يُخَالِفُ ظَاهِرَهُ, وَلَا نُشَبِّهُهُ بِصِفَاتِ
اَلْمَخْلُوقِينَ, وَلَا بِسِمَاتِ اَلْمُحْدَثِينَ.
وَنَعْلَمُ أَنَّ اَللَّهَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى
لَا شَبِيهَ لَهُ, وَلَا نَظِيرَ {لَيْسَ
كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ} [الشورى: 11] وَكُلُّ مَا
تُخُيِّلَ فِي اَلذِّهْنِ, أَوْ خَطَرَ بِالْبَالِ, فَإِنَّ اَللَّهَ تَعَالَى
بِخِلَافِه.ِ
Hadits ini dan yang serupa dengan sanad yang shahih dan
adil perawinya, kami mengimaninya, tidak menolaknya, tidak mengingkarinya, dan
tidak mentakwilnya dengan takwil yang menyelisihi zhahirnya, tidak
menyerupakannya dengan sifat makhluk dan segala yang baru. Kami yakin bahwa
Allah subhanahu wa ta’ala tidak ada yang menyerupai-Nya dan bandingan-Nya,
“Tidak ada yang serupa dengan-Nya dan Dia Maha Mendengar dan Maha Melihat.”
[42:11] Apapun yang terbayang dalam otak atau terlintas di akal maka dipastikan
Allah tidak seperti itu.
وَمِنْ ذَلِكَ قَوْلُهُ تَعَالَى: {الرَّحْمَنُ
عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى} [طه: 5]
Di antaranya pula adalah firman-Nya ta’ala, “Ar-Rahman
bersemayam di atas ‘Arsy.” [20:5]
وَقَوْلُهُ تَعَالَى: {أَأَمِنْتُمْ مَنْ فِي
السَّمَاءِ} [الملك: 16]
Juga firman-Nya ta’ala, “Apakah kalian merasa
aman dari (siksa) Yang di langit?” [16]
وَقَوْلُ اَلنَّبِيِّ صلى
الله عليه وسلم: «رَبُّنَا اَللَّهُ اَلَّذِي فِي اَلسَّمَاءِ تَقَدَّسَ اِسْمُكَ»
Juga sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai
Rabb kami Allah yang di atas langit, Mahasuci nama-Mu.” [HR. Abu Dawud no.
3892 dan dinilai dhaif Syaikh al-Albani]
وَقَالَ لِلْجَارِيَةِ: «أَيْنَ اَللَّهُ؟»
قَالَتْ: فِي اَلسَّمَاءِ، قَالَ: «اَعْتِقْهَا فَإِنَّهَا مُؤْمِنَةٌ» رَوَاهُ مَالِكُ
بْنُ أَنَسٍ, وَمُسْلِمٌ وَغَيْرُهُمَا مِنْ اَلْأَئِمَّةِ
Juga sabda beliau kepada budak wanita, “Di mana
Allah?” Jawabnya, “Di atas langit.” Beliau bersabda, “Bebaskan dia
karena ia wanita beriman.” Diriwayatkan Muslim, Malik bin Anas dan
imam-imam selain keduanya. [HR. Muslim no. 537]
وَقَالَ اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم
لِحُصَيْنٍ: «كَمْ إِلَهًا تَعْبُدُ؟» قَالَ: سَبْعَةً، سِتَّةً فِي اَلْأَرْضِ
وَوَاحِدًا فِي اَلسَّمَاءِ، قَالَ: «مَنْ لِرَغْبَتِكَ وَرَهْبَتِكَ؟» قَالَ:
اَلَّذِي فِي اَلسَّمَاءِ، قَالَ: «فَاتْرُكْ اَلسِّتَّةَ وَاعْبُدْ اَلَّذِي فِي
اَلسَّمَاءِ، وَأَنَا أُعَلِّمُكَ دَعْوَتَيْنِ فَأَسْلِمَ» وَعَلَّمَهُ
اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم أَنْ يَقُولَ: «اَللَّهُمَّ أَلْهِمْنِي رُشْدِي وَقِنِي
شَرَّ نَفْسِي»
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ke
Hushain, “Berapa tuhan yang kamu sembah?” Jawabnya, “Tujuh. Enam di bumi
dan satu di langit.” Beliau bertanya, “Kepada siapa yang kamu gantungkan
harapanmu dan rasa takutmu?” Jawabnya, “Kepada Yang di langit.” Kata
beliau, “Tinggalkan yang enam dan sembahlah Yang di atas langit. Akan
kuajari kamu dua doa dengan syarat masuk Islam.” Lalu Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam mengajarinya doa, “Ya Allah bimbinglah kedewasaanku
dan jagalah aku dari keburukan jiwaku.” [HR. At-Tirmidzi no. 3483]
وفيما نقل من علامات النبي
صلى الله عليه وسلم وأصحابه في الكتب المتقدمة: أَنَّهُمْ يَسْجُدُونَ بِالأَرْضِ
وَيَزْعُمُونَ أَنَّ إِلَهَهُمْ فِي السَّمَاءِ
Di antara yang dinukil tentang tanda-tanda Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya dalam kitab-kitab terdahulu adalah
mereka sujud di atas bumi dan yakin Tuhan mereka di atas langit.
وروى أبو داود في سننه أن النبي صلى الله عليه
وسلم قال: «إِنَّ مَا بَيْنَ سَمَاءٍ إِلَى سَمَاءٍ مَسِيرَةَ كَذَا وَكَذَا»
وَذَكَرَ اَلْخَبَرَ إِلَى قَوْلِهِ: «وَفَوْقَ ذَلِكَ اَلْعَرْشُ، وَاَللَّهُ
سُبْحَانَهُ فَوْقَ ذَلِكَ»
Abu Dawud meriwayatkan di dalam sunannya bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya jarak antara langit hingga langit
berikutnya adalah sekian dan sekian,” hingga disebutkan, “Di atasnya ada
‘Arsy dan Allah subhanahu wa ta’ala di atas itu.” [HR. Abu Dawud no. 4723]
فَهَذَا وَمَا أَشْبَهَهُ مِمَّا أَجْمَعَ اَلسَّلَفُ رَحِمَهُمْ
اَللَّهُ عَلَى نَقْلِهِ وَقَبُولِهِ, وَلَمْ يَتَعَرَّضُوا لِرَدِّه, وَلَا
تَأْوِيلِهُ, وَلَا تَشْبِيهِهِ, وَلَا تَمْثِيلِهِ.
Hadits ini dan yang serupa dengannya
telah disepakati kaum Salaf rahimahumullah atas penukilan dan
diterimanya. Mereka tidak mempertentangkannya dengan menolaknya, mentakwilnya,
tasybih, dan tamtsil.
سُئِلَ اَلْإِمَامُ مَالِكُ بْنُ أَنَسٍ رَحِمَهُ
اَللَّهُ، فَقِيلَ: يَا أَبَا عَبْدِ اَللَّهِ {الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ
اسْتَوَى} [طه: 5] كَيْفَ اِسْتَوَى؟ فَقَالَ: اَلِاسْتِوَاءُ غَيْرُ مَجْهُولٍ،
وَالْكَيْفُ غَيْرُ مَعْقُولٍ، وَالْإِيمَانُ بِهِ وَاجِبٌ، وَالسُّؤَالُ عَنْهُ
بِدْعَةٌ، ثُمَّ أَمَرَ بِالرَّجُلِ فَأُخْرِجَ.
Imam Malik bin Anas rahimahullah ditanya, “Wahai
Abu ‘Abdillah, ar-Rahman bersemayam di atas ‘Arsy, bagaimana hakikat
bersemayam?” Jawabnya, “Istiwa telah dimaklumi, hakikatnya tidak diketahui,
mengimaninya wajib, dan menanyakannya bid’ah.” Kemudian diperintahkan agar
lelaki itu diusir.
[Allah Berbicara dengan Kalam Qadim]
وَمِنْ صِفَاتِ اَللَّهِ تَعَالَى, أَنَّهُ
مُتَكَلِّمٌ بِكَلَامٍ قَدِيمٍ, يَسْمَعْهُ مِنْهُ مَنْ شَاءَ مِنْ خَلْقِهِ,
سَمِعَهُ مُوسَى عَلَيْهِ اَلسَّلَامُ مِنْهُ مِنْ غَيْرِ وَاسِطَةٍ, وَسَمِعَهُ
جِبْرِيلُ عَلَيْهِ اَلسَّلَامُ, وَمَنْ أَذِنَ لَهُ مِنْ مَلَائِكَتِهِ
وَرُسُلِهِ
Di antara sifat Allah adalah berbicara dengan kalam qadim
(terdahulu) yang didengar oleh siapa yang dikehendaki-Nya dari makhluk-Nya.
Musa ‘alaihissalam mendengarnya tanpa pelantara, Jibril ‘alaihissalam
mendengarnya, juga siapa yang diizinkan dari para malaikat-Nya dan
rasul-rasul-Nya.
وَأَنَّهُ سُبْحَانَهُ يُكَلِّمُ اَلْمُؤْمِنِينَ فِي اَلْآخِرَةِ,
وَيُكَلِّمُونَهُ, وَيَأْذَنُ لَهُمْ فَيَزُورُونَهُ, قَالَ اَللَّهُ تَعَالَى: {وَكَلَّمَ اللَّهُ
مُوسَى تَكْلِيمًا} [النساء: 164]
Allah subhanahu wa ta’ala berbicara dengan
orang-orang beriman di akhirat dan mereka juga demikian. Dia mengizinkan mereka
mengunjungi-Nya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Allah
berbicara kepada Musa dengan sebenarnya.” [4:164]
وَقَالَ سُبْحَانَهُ: {يَا مُوسَى إِنِّي
اصْطَفَيْتُكَ عَلَى النَّاسِ بِرِسَالَاتِي وَبِكَلَامِي} [الأعراف: 144]
Juga firman-Nya subhanah, “Wahai Musa
sesungguhnya Aku telah memilihmu atas seluruh manusia dengan risalah-Ku dan
kalam-Ku.” [7:144]
وَقَالَ سُبْحَانَهُ: {مِنْهُمْ
مَنْ كَلَّمَ اللَّهُ} [البقرة: 253]
Juga firman-Nya subhanah, “Di antara mereka
(para nabi) ada yang Allah ajak bicara.” [2:253]
وَقَالَ سُبْحَانَهُ: {وَمَا
كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُكَلِّمَهُ اللَّهُ إِلَّا وَحْيًا أَوْ مِنْ وَرَاءِ
حِجَابٍ} [الشورى: 51]
Juga firman-Nya subhanah, “Tidak patut bagi
manusia untuk Allah berbicara kepadanya kecuali lewat wahyu atau dari belakang
tabir.” [42:51]
وَقَالَ سُبْحَانَهُ: {فَلَمَّا
أَتَاهَا نُودِيَ يَا مُوسَى * إِنِّي أَنَا رَبُّكَ فَاخْلَعْ نَعْلَيْكَ إِنَّكَ
بِالْوَادِ الْمُقَدَّسِ طُوًى} [طه: 11 - 12]
Juga firman-Nya subhanah, “Ketika dia
mendatanginya (lembah Thuwa) diseru, ‘Hai Musa, sesungguhnya Aku adalah Rabb-mu
maka lepaskanlah kedua sandalmu. Sesungguhnya kamu di lembah Thuwa yang
disucikan.” [20:11-12]
وَقَالَ سُبْحَانَهُ: {إِنَّنِي
أَنَا اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي} [طه: 14]
Juga firman-Nya subhanah, “Sesungguhnya Aku
adalah Allah yang tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Aku, maka
sembahlah Aku.” [20:14]
وَغَيْرُ جَائِزٍ أَنْ يَقُولَ هَذَا أَحَدٌ غَيْرُ اَللَّهِ.
Tidak boleh mengatakan bahwa yang bicara ini pihak lain
selain Allah.
وَقَالَ عَبْدُ اَللَّهِ بْنُ مَسْعُودٍ رضي الله
عنه: إِذَا تَكَلَّمَ اَللَّهُ بِالْوَحْيِ, سَمِعَ صَوْتَهُ أَهْلُ اَلسَّمَاءِ,
رُوِيَ ذَلِكَ عَنْ اَلنَّبِيِّ صَلَّى اَللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata,
“Apabila Allah berbicara wahyu maka suara-Nya didengar oleh penduduk langit.”
Ini diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. [HR.
Al-Bukhari IX/141 atau sebelum no. 7481. Yang benar mauquf]
وَرَوَى عَبْدُ اَللَّهِ بْنُ أُنَيْسٍ عَنْ
اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم أَنَّهُ قَالَ: «يَحْشُرُ اَللَّهُ
اَلْخَلَائِقَ يَوْمَ اَلْقِيَامَةِ عُرَاةً حُفَاةً غُرْلاً بُهْمًا
فَيُنَادِيهِمْ بِصَوْتٍ يَسْمَعْهُ مَنْ بَعُدَ, كَمَا يَسْمَعُهُ مَنْ قَرُبَ
أَنَا اَلْمُلْكُ, أَنَا اَلدَّيَّانُ» رَوَاهُ اَلْأَئِمَّةُ, وَاسْتَشْهَدَ بِهِ
اَلْبُخَارِيُّ.
Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Unais dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah menghimpun manusia pada hari Kiamat
dalam keadaan telanjang, tanpa alas kaki, tanpa berkhitan, dan tanpa membawa
apapun. Lalu ada yang memanggil mereka dengan suara yang didengar oleh yang
jauh seperti didengar oleh yang dekat, “Akulah raja, di manakah raja-raja
dunia.’” Diriwayatkan oleh para imam [HR. At-Tirmidzi no. 3167, an-Nasai
no. 2081, dan Ahmad no. 1950] juga dijadikan penguat oleh al-Bukhari [no. 3349]
وَفِي بَعْضِ اَلْآثَارِ أَنَّ مُوسَى عَلَيْهِ
اَلسَّلَامُ لَيْلَةً رَأَى اَلنَّارَ, فَهَالَتْهُ فَفَزِعَ مِنْهَا, فَنَادَاهُ
رَبُّهُ: «يَا مُوسَى» فَأَجَابَ سَرِيعًا اِسْتِئْنَاسًا بِالصَّوْتِ فَقَالَ:
لَبَّيْكَ, لَبَّيْكَ, أَسْمَعُ صَوْتَكَ, وَلَا أَرَى مَكَانَكَ, فَأَيْنَ أَنْتَ؟
فَقَالَ: «أَنَا فَوْقَكَ، وَأَمَامَكَ، وَعَنْ يَمِينِكَ، وَعَنْ شِمَالِكَ»
فَعَلِمَ أَنَّ هَذِهِ الصِّفَةَ لَا تَنْبَغِي إِلَّا لِلَّهِ تَعَالَى، قَالَ:
كَذَلِكَ أَنْتَ يَا إِلَهِي، أَفَكَلَامَكَ أَسْمَعُ، أَمْ كَلَامَ رَسُولِكَ؟
قَالَ: «بَلْ كَلَامِي يَا مُوسَى»
Dalam sebuah atsar disebutkan bahwa Musa ‘alaihissalam
pada suatu malam melihat api yang bergejolak sehingga membuatnya kaget, lalu
Rabb-nya memanggilnya, “Hai Musa!” Maka ia menjawab segera dengan suara,
“Aku penuhi, aku penuhi. Aku mendengar suara-Mu dan tidak melihat tempat-Mu,
maka di manakah Engkau?” Allah berfirman, “Aku di atasmu, di depanmu, di
kananmu, dan di kirimu (maksudnya ilmu-Nya karena Allah di atas ‘Arsy).”
Dia pun menyadari bahwa sifat ini tidak layak kecuali milik Allah ta’ala.
Musa berkata, “Engkau Tuhanku, apakah ini kalam-Mu yang aku dengar atau kalam
utusan-Mu? Jawab-Nya, “Bahkan kalam-Ku hai Musa.”
[Al-Qur`an Kalamullah]
وَمِنْ كَلَامِ اَللَّهِ سُبْحَانَهُ اَلْقُرْآنُ
اَلْعَظِيمُ وَهُوَ كِتَابُ اَللَّهِ اَلْمُبِينُ, وَحَبْلُهُ اَلْمَتِينُ,
وَصِرَاطُهُ اَلْمُسْتَقِيمُ, وَتَنْزِيلُ رَبِّ اَلْعَالَمِينَ, نَزَلَ بِهِ
اَلرُّوحُ اَلْأَمِينُ, عَلَى قَلْبِ سَيِّدِ اَلْمُرْسَلِينَ بِلِسَانٍ عَرَبِيٍّ
مُبِينٍ, مُنَزَّلٌ غَيْرُ مَخْلُوقٍ, مِنْهُ بَدَأَ, وَإِلَيْهِ يَعُودُ, وَهُوَ
سُوَرٌ مُحْكَمَاتٌ, وَآيَاتٌ بَيِّنَاتٌ, وَحُرُوفٌ وَكَلِمَاتٌ
Al-Qur`an Kalamullah dan termasuk Kalamullah adalah
al-Qur`an al-Adzim, yaitu Kitabullah yang jelas, tali-Nya yang kokoh, dan
jalan-Nya yang lurus. Yang diturunkan oleh Rabb semesta alam. Yang dibawa turun
oleh Ruhul Amin (Jibril) kepada hari penghulu para rasul dengan bahasa Arab
yang jelas, yang diturunkan bukan makhluk. Dari-Nya ia berawal dan kepada-Nya
ia kembali. Ia adalah kumpulan surat-surat muhkamat dan ayat-ayat yang jelas,
huruf-hurufnya maupun kalimat-kalimatnya.
مَنْ قَرَأَهُ فَأَعْرَبَهُ فَلَهُ بِكُلِّ حَرْفٍ
عَشْرُ حَسَنَاتٍ, لَهُ أَوَّلٌ وَآخِرُ, وَأَجْزَاءٌ وَأَبْعَاضٌ, مَتْلُوٌ بِالْأَلْسِنَةِ, مَحْفُوظٌ فِي
اَلصُّدُورِ, مَسْمُوعٌ بِالْآذَانِ, مَكْتُوبٌ فِي اَلْمَصَاحِفِ, فِيهِ مُحْكَمٌ
وَمُتَشَابِهٌ, وَنَاسِخٌ وَمَنْسُوخٌ, وَخَاصٌّ وَعَامٌّ, وَأَمْرٌ وَنَهْيٌ {لَا
يَأْتِيهِ الْبَاطِلُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَلَا مِنْ خَلْفِهِ تَنْزِيلٌ مِنْ
حَكِيمٍ حَمِيدٍ} [فصلت: 42]
Siapa yang membacanya dengan irab (tata bahasa
‘Arab) maka dia mendapat 10 kebaikan pada setiap hurufnya. Ia memiliki awal dan
akhir, berjuz-juz dan terbagi-bagi. Yang terbaca dengan lisan-lisan, terjaga di
hati-hati, didengar di telinga, tertulis di mushaf, mengandung muhkam dan
mutasyabihat, nasikh mansukh, khas dan amm, dan
perintah dan larangan, “Kebatilan tidak mendatanginya dari depan dan tidak
pula dari belakang. Ia diturunkan dari Yang Maha Bijaksana dan Maha Terpuji.”
[41:42]
وَقَوْلُهُ تَعَالَى: {قُلْ لَئِنِ اجْتَمَعَتِ
الْإِنْسُ وَالْجِنُّ عَلَى أَنْ يَأْتُوا بِمِثْلِ هَذَا الْقُرْآنِ لَا
يَأْتُونَ بِمِثْلِهِ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيرًا} [الإسراء: 88]
Juga firman-Nya ta’ala, “Katakanlah: ‘Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat
yang serupa Al Qur'an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa
dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain.’” [17:88]
وَهُوَ هَذَا اَلْكِتَابُ اَلْعَرَبِيُّ اَلَّذِي
قَالَ فِيهِ اَلَّذِينَ كَفَرُوا: {لَنْ نُؤْمِنَ بِهَذَا الْقُرْآنِ} [سبأ: 31]
وَقَالَ بَعْضُهُمْ: {إِنْ هَذَا إِلَّا قَوْلُ
الْبَشَرِ} [المدثر: 25] فَقَالَ اَللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى: {سَأُصْلِيهِ
سَقَرَ} [المدثر: 26]
وَقَالَ بَعْضُهُمْ: هُوَ شِعْرٌ, فَقَالَ
اَللَّهُ تَعَالَى: {وَمَا عَلَّمْنَاهُ الشِّعْرَ وَمَا يَنْبَغِي لَهُ إِنْ هُوَ
إِلَّا ذِكْرٌ وَقُرْآنٌ مُبِينٌ} [يس: 69]
Inilah kitab berbahasa Arab yang dikomentari orang-orang
kafir, “Kami tidak beriman kepada al-Qur`an ini.” [34:31] dan Sebagian
mereka berkata, “Sesungguhnya ini hanya ucapan manusia.” [74:25] Lalu
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Kelak kami akan memasukkannya
ke Neraka Saqar.” [26] Sebagian mereka berkata bahwa al-Qur`an hanyalah
syair lalu Allah membatah mereka, “Kami tidak mengajarinya syair dan memang
tidak layak baginya (Muhammad). Tidaklah ia melainkan peringatan dan bacaan
yang jelas.” [36:69]
فَلَمَّا نَفَى اَللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ شِعْرٌ,
وَأَثْبَتَهُ قُرْآنًا, لَمْ يُبْقِ شُبْهَةً لِذِي لُبٍّ فِي أَنَّ اَلْقُرْآنَ
هُوَ هَذَا اَلْكِتَابُ اَلْعَرَبِيُّ اَلَّذِي هُوَ كلمات وحروف وآيات، لأن ما ليس كذلك لا يقول
أحد: إنه شعر
Tatkala Allah menafikan bahwa ia adalah syair dan menetapkannya
sebagai bacaan maka tidak ada lagi kesamaran bagi yang memiliki akal cerdas
bahwa al-Qur`an adalah Kalamullah berbahasa Arab yang kata-katanya,
huruf-hurufnya, dan ayat-ayatnya, karena jika benar bukan seperti itu tentu tidak
ada yang mengatakannya syair.
وقال عز وجل: {وَإِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا
نَزَّلْنَا عَلَى عَبْدِنَا فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِنْ مِثْلِهِ وَادْعُوا
شُهَدَاءَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ} [البقرة: 23]
Allah azza wa jalla berfirman, “Dan jika kamu
(tetap) dalam keraguan tentang Al Qur'an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami
(Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Qur'an itu dan ajaklah
penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.” [2:23]
وَلَا يَجُوزُ أَنْ يَتَحَدَّاهُمْ بِالْإِتْيَانِ
بِمِثْلِ مَا لَا يُدْرَى مَا هُوَ, وَلَا يُعْقَلُ.
Mereka tidak akan mampu mendatangkan yang serupa apa yang
tidak diketahui hakikatnya dan (tidak dijangkau oleh) akal.
وَقَالَ تَعَالَى: {وَإِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ
آيَاتُنَا بَيِّنَاتٍ قَالَ الَّذِينَ لَا يَرْجُونَ لِقَاءَنَا ائْتِ بِقُرْآنٍ
غَيْرِ هَذَا أَوْ بَدِّلْهُ قُلْ مَا يَكُونُ لِي أَنْ أُبَدِّلَهُ مِنْ
تِلْقَاءِ نَفْسِي} [يونس: 15] فأثبت أن القرآن هو الآيات التي تتلى عليهم
Dia ta’ala berfirman, “Dan apabila
dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang nyata, orang-orang yang tidak
mengharapkan pertemuan dengan Kami berkata: ‘Datangkanlah
Al Qur'an yang lain dari ini atau gantilah dia.’
Katakanlah: ‘Tidaklah
patut bagiku menggantinya dari pihak diriku sendiri. Aku tidak mengikut kecuali
apa yang diwahyukan kepadaku. Sesungguhnya aku takut jika mendurhakai Tuhanku
kepada siksa hari yang besar (kiamat).’” [10:15] Dia menetapkan bahwa
al-Qur`an adalah ayat-ayat yang dibacakan kepada mereka.
وقال تعالى: {بَلْ هُوَ
آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ فِي صُدُورِ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ} [العنكبوت: 49]
Dia ta’ala juga berfirman, “Sebenarnya,
Al Qur'an itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi
ilmu.” [29:49]
وقال تعالى: {إِنَّهُ لَقُرْآنٌ كَرِيمٌ * فِي
كِتَابٍ مَكْنُونٍ * لَا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ} [الواقعة: 77 - 79] بَعْدَ
أَنْ أَقْسَمَ عَلَى ذَلِكَ.
Dia ta’ala juga berfirman, “Sesungguhnya Al
Qur'an ini adalah bacaan yang sangat mulia, pada
kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh), tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang
disucikan.” [56:77-79] setelah Dia bersumpah atas itu.
وقال تعالى: {كهيعص} [مريم: 1] {حم - عسق} [الشورى: 1 - 2] وَافْتَتَحَ
تِسْعًا وَعِشْرِينَ سُورَةً بِالْحُرُوفِ اَلْمُقَطَّعَةِ.
Dia ta’ala juga berfirman: (كهيعص) dan (حم
- عسق).
Dia membuka 29 surat dengan huruf-huruf terpotong (huruful muqaththa’ah)
ini.
وَقَالَ اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم: « مَنْ قَرَأَ اَلْقُرْآنَ
فَأَعْرَبَهُ, فَلَهُ بِكُلِّ حَرْفٍ مِنْهُ عَشْرُ حَسَنَاتٍ, وَمَنْ قَرَأَهُ
وَلَحَنَ فِيهِ, فَلَهُ بِكُلِّ حَرْفٍ حَسَنَةٌ» حَدِيثٌ صَحِيحٌ.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Siapa membaca al-Qur`an dengan i’rab maka dia
mendapatkan pada setiap hurufnya 10 kebaikan dan siapa membacanya dengan lahn
(kesalahan irab) maka dia mendapatkan pada setiap hurufnya satu kebaikan.”
Hadits shahih. [HR. Ath-Thabrani no. 7574 dalam al-Ausath. Al-Wardani
matruk tetapi hadits ini memiliki asal di Shahih at-Tirmidzi]
وَقَالَ عَلَيْهِ اَلصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ: «اِقْرَءُوا
اَلْقُرْآنَ قَبْلَ أَنْ يَأْتِيَ قَوْمٌ يُقِيمُونَ حُرُوفَهُ إِقَامَةَ
اَلسَّهْمِ لَا يُجَاوِزُ تَرَاقِيهِمْ يَتَعَجَّلُونَ أَجْرَهُ وَلَا
يَتَأَجَّلُونَهُ»
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bacalah
al-Qur`an sebelum datang suatu kaum yang membaguskan huruf-hurufnya dengan
tepat tetapi tidak melampaui kerongkongan mereka. Mereka minta disegerakan
upahnya (di dunia) dan tidak minta di akhirkan (di akhirat).” [HR. Ahmad
no. 12483]
وَقَالَ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ رَضِيَ اَللَّهُ
عَنْهُمَا: إِعْرَابُ اَلْقُرْآنِ أَحَبُّ إِلَيْنَا مِنْ حِفْظِ بَعْضِ
حُرُوفِهِ.
Abu Bakar dan ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata,
“Mengirab al-Qur`an lebih kami sukai daripada menghafal sebagian
huruf-hurufnya.”
وَقَالَ عَلَيٌّ رضي الله عنه: مَنْ كَفَرَ
بِحَرْفٍ فَقَدْ كَفَرَ بِهِ كُلِّهُ.
‘Ali radhiyallahu ‘anhu berkata, “Siapa
mengingkari satu huruf dari al-Qur`an berarti mengingkari seluruhnya.”
وَاتَّفَقَ اَلْمُسْلِمُونَ عَلَى عَدِّ سُوَرِ
اَلْقُرْآنِ, وَآيَاتِهِ وَكَلِمَاتِهِ, وَحُرُوفِهِ
Kaum muslimin sepakat akan jumlah surat al-Qur`an,
ayatnya, katanya, dan hurufnya.
وَلَا خِلَافَ بَيْنَ اَلْمُسْلِمِينَ فِي أَنَّ
مَنْ جَحَدَ مِنْ اَلْقُرْآنِ سُورَةً أَوْ آيَةً, أَوْ كَلِمَةً, أَوْ حَرْفًا
مُتَّفَقًا عَلَيْهِ أَنَّهُ كَافِرٌ
Tidak ada khilaf di antara kaum muslimin bahwa siapa yang
mengingkari satu surat al-Qur`an atau satu kata atau satu huruf disepakati atas
kekafirannya.
وَفِي هَذَا حُجَّةٌ قَاطِعَةٌ عَلَى أَنَّهُ
حُرُوفٌ
Ini hujjah pasti bahwa ia adalah huruf-huruf.
[Kaum Mukminin Melihat Rabb Mereka di Hari Kiamat]
وَالْمُؤْمِنُونَ يَرَوْنَ رَبَّهُمْ
بِأَبْصَارِهِمْ وَيَزُورُونَهُ, وَيُكَلِّمُهُمْ, وَيُكَلِّمُونَهُ, قَالَ
اَللَّهُ تَعَالَى: {وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ * إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ}
[القيامة: 22 - 23]
Kaum mukminin melihat Rabb mereka di akhirat dengan
penglihatan mereka dan mereka mengunjunginya. Allah mengajak berbicara mereka
dan mereka berbicara kepada-Nya. Allah ta’ala berfirman, “Wajah-wajah
(orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada
Tuhannyalah mereka melihat.” [75:22-23]
وقال تعالى: {كَلَّا
إِنَّهُمْ عَنْ رَبِّهِمْ يَوْمَئِذٍ لَمَحْجُوبُونَ} [المطففين: 15]
Dia juga berfirman, “Sekali-kali
tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari (melihat)
Tuhan mereka.” [83:15]
فَلَمَّا حَجَبَ أُولَئِكَ فِي حَالِ اَلسُّخْطُ,
دَلَّ عَلَى أَنَّ اَلْمُؤْمِنِينَ يَرَوْنَهُ فِي حَالِ اَلرِّضَى, وَإِلَّا لَمْ
يَكُنْ بَيْنَهُمَا فَرْقٌ
Tatkala mereka dihijab dalam keadaan dimurkai,
menunjukkan bahwa kaum Mukminin melihat-Nya saat keadaan Dia ridha, jika tidak
demikian maka tidak ada perbedaan di antara keduanya.
وَقَالَ اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم: «إِنَّكُمْ
سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ كَمَا تَرَوْنَ هَذَا اَلْقَمَرَ لَا تُضَامُّونَ فِي
رُؤْيَتِهِ» حَدِيثٌ صَحِيحٌ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya
kalian melihat Rabb kalian seperti kalian melihat bulan ini tanpa berdesakan
dalam melihat-Nya.” Hadits shahih muttafaqun ‘alaih. [HR. Al-Bukhari
no. 554 dan Muslim no. 633]
وَهَذَا تَشْبِيهٌ لِلرُّؤْيَةِ, لَا
لِلْمَرْئِيّ, فَإِنَّ اَللَّهَ تَعَالَى لَا شَبِيهَ لَهُ, وَلَا نَظِيرَ.
Penyerupaan ini pada cara melihat bukan satu pihak ke
pihak lainnya, karena Allah ta’ala tidak ada yang menyerupai-Nya dan
tidak ada bandingan-Nya.
[Qadha dan Qadar]
وَمِنْ صِفَاتِ اَللَّهِ تَعَالَى أَنَّهُ
اَلْفَعَّالُ لِمَا يُرِيدُ لَا يَكُونُ شَيْءٌ إِلَّا بِإِرَادَتِهِ, وَلَا
يَخْرُجُ شَيْءٌ عَنْ مَشِيئَتِهِ, وَلَيْسَ فِي اَلْعَالَمِ شَيْءٌ يَخْرُجُ عَنْ
تَقْدِيرِهِ, وَلَا يَصْدُرُ إِلَّا عَنْ تَدْبِيرِهِ, وَلَا مَحِيدَ عَنْ اَلْقَدَرِ اَلْمَقْدُورِ,
وَلَا يَتَجَاوَزُ مَا خُطَّ فِي اَللَّوْحِ اَلْمَسْطُورِ, أَرَادَ مَا
اَلْعَالَمُ فَاعِلُوهُ, وَلَوْ عَصَمَهُمْ لَمَا خَالَفُوهُ, وَلَوْ شَاءَ أَنْ
يُطِيعُوهُ جَمِيعًا لَأَطَاعُوهُ, خَلَقَ اَلْخَلْقَ وَأَفْعَالَهُمْ, وَقَدَّرَ
أَرْزَاقَهُمْ وَآجَالَهُمْ, يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ بِرَحْمَتِهِ, وَيَضِلُّ مَنْ
يَشَاءُ بِحِكْمَتِهِ, قَالَ اَللَّهُ
تَعَالَى: {لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ} [الأنبياء: 23]
Di antara sifat Allah ta’ala adalah Dia berbuat
sesuai kehendak-Nya. Tidak terjadi apapun kecuali dengan kehendak-Nya. Tidak
ada di alam sesuatu pun yang keluar dari takdir-Nya. Tidak bersandar kecuali
dari pengaturan-Nya. Tidak ada yang meliputi takdir yang ditakdirkan. Tidak ada
yang bisa melampaui apa yang tertulis di Lauhul Mahfuzh. Dia menghendaki bukan
alam yang melakukannya: seandainya Dia menjaga mereka tentu mereka tidak
menyelisihi-Nya, seandainya Dia menghendaki mereka semua mentaati-Nya tentu
mereka akan mentaati-Nya. Dia menciptakan makhluk dan perbuatannya. Dia
menentukan rezeki mereka dan ajalnya. Dia beri petunjuk siapa yang
dikehendaki-Nya dengan rahmat-Nya dan Dia menyesatkan siapa yang
dikehendaki-Nya dengan hikmah-Nya. Allah ta’ala berfirman, “Dia tidak
ditanya atas perbuatan-Nya tetapi mereka yang akan ditanya.” [21:23]
قال الله تعالى: {إِنَّا
كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ} [القمر: 49]
Allah ta’ala juga befirman, “Sesungguhnya Kami
Kami ciptakan segala sesuatu dengan takdir-takdirnya.” [49]
وقال تعالى: {وَخَلَقَ كُلَّ
شَيْءٍ فَقَدَّرَهُ تَقْدِيرًا} [الفرقان: 2]
Dia ta’ala juga berfirman, “Dan Dia menciptakan
segala sesuatu lalu menentukan takdir-takdirnya.” [25:2]
وقال تعالى: {مَا أَصَابَ
مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ
قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا} [الحديد: 22]
Dia ta’ala juga befirman, “Tidak ada musibah
apapun di bumi dan tidak pula di diri kalian melainkan (tercatat) di Kitab (Lauhul
Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya.” [22]
وقال تعالى: {فَمَنْ يُرِدِ
اللَّهُ أَنْ يَهدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ وَمَنْ يُرِدْ أَنْ
يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا} [الأنعام: 125]
Dia ta’ala juga berfirman, “Barang siapa
yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia
melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barang siapa yang
dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi
sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit.” [6:125]
رَوَى اِبْنُ عُمَرَ أَنَّ جِبْرِيلَ عَلَيْهِ
اَلسَّلَامُ قَالَ لِلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم: «مَا اَلْإِيمَانُ؟» قَالَ: «أَنْ
تُؤْمِنَ بِاَللَّهِ, وَمَلَائِكَتِهِ, وَكُتُبِهِ, وَرُسُلِهِ, وَالْيَوْمِ
اَلْآخِرِ, وَبِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ» فَقَالَ جِبْرِيلُ: «صَدَقْتَ» رَوَاهُ
مُسْلِمٌ
Ibnu ‘Umar meriwayatkan bahwa Jibril ‘alaihissalam
berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Apa itu iman?” Jawab
beliau, “Engkau beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya,
rasul-rasul-Nya, hari Akhir, dan takdir yang baik maupun buruk.” Jibril
berkata, “Kamu benar.” Diriwayatkan Muslim [no. 8]
وَقَالَ اَلنَّبِيُّ صلى
الله عليه وسلم: «آمَنْتُ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ, وَحُلْوِهِ وَمُرِّهِ»
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku
beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk dan yang manis maupun yang
pahit.” [HR. Ath-Thabrani dalam az-Zawaid lil Haitsami no. 16111]
وَمِنْ دُعَاءِ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم
اَلَّذِي عَلَّمَهُ اَلْحَسَنَ بْنَ عَلِيٍّ يَدْعُو بِهِ فِي قُنُوتِ اَلْوِتْرِ:
«وَقِنِي شَرَّ مَا قَضَيْتَ»
Di antara doa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
yang diajarkan kepada al-Hasan bin ‘Ali dalam qunut witir adalah, “Jagalah
aku dari keburukan apa yang Engkau takdirkan.” [HR. Abu Dawud no. 1425 dan
dishahihkan Syaikh al-Albani]
وَلَا نَجْعَلُ قَضَاءَ اَللَّهِ وَقَدَرَهُ
حُجَّةً لَنَا فِي تَرْكِ أَوَامِرِهِ وَاجْتِنَابِ نَوَاهِيه, بَلْ يَجِبُ أَنْ
نُؤْمِنَ وَنَعْلَمَ أَنَّ لِلَّهِ عَلَيْنَا اَلْحُجَّةَ بِإِنْزَالِ اَلْكُتُبِ,
وَبِعْثَةِ اَلرُّسُلِ. قَالَ اَللَّهُ تَعَالَى: {لِئَلَّا
يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللَّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ} [النساء: 165]
Kita tidak menjadikan qadha dan takdir Allah sebagai
hujjah kita untuk meninggalkan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Bahkan
wajib kita beriman dan yakin bahwa Allah memiliki hujjah atas kita dengan
turunnya al-Kitab dan mengutus para rasul. Allah ta’ala berfirman, “Agar tidak
ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu.” [4:165]
وَنَعْلَمَ أَنَّ اَللَّهَ سُبْحَانَهُ مَا أَمَرَ
وَنَهَى إِلَّا اَلْمُسْتَطِيعَ لِلْفِعْلِ وَالتَّرْكِ, وَأَنَّهُ لَمْ يُجْبِرْ
أَحَدًا عَلَى مَعْصِيَةٍ, وَلَا اِضْطَرَّهُ إِلَى تَرْكِ طَاعَةٍ, قَالَ
اَللَّهُ تَعَالَى: {لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ
نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا} [البقرة: 286]
Kita yakin bahwa Allah subhanahu wa ta’ala tidak
memerintah dan melarang melainkan kepada yang mampu berbuat dan meninggalkan.
Dia tidak memaksa siapa pun untuk bermaksiat dan tidak memaksanya meninggalkan
ketaatan. Allah ta’ala berfirman, “Allah tidak membebani jiwa
melainkan sebatas kesanggupannya.” [2:286]
وقال تعالى: {فَاتَّقُوا
اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ} [التغابن: 16]
Dia ta’ala juga berfirman, “Bertakwalah kepada
Allah semampu kalian.” [16]
وقال تعالى: {الْيَوْمَ
تُجْزَى كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ لَا ظُلْمَ الْيَوْمَ} [غافر: 17]
Dia ta’ala berfirman, “Pada hari ini setiap
jiwa dibalas atas perbuatannya dan tidak tidak ada kezhaliman pada hari ini.”
[40:17]
فَدَلَّ عَلَى أَنَّ لِلْعَبْدِ فِعْلاً
وَكَسْبًا, يُجْزَى عَلَى حُسْنِهِ بِالثَّوَابِ, وَعَلَى سَيِّئِهِ بِالْعِقَابِ,
وَهُوَ وَاقِعٌ بِقَضَاءِ اَللَّهِ وَقَدَرِهُ.
Ini menunjukkan bahwa hamba memiliki perbuatan dan usaha
yang kebaikannya dibalas pahala dan keburukannya dibalas siksa, meskipun semua
terjadi dengan qadha dan takdir Allah.
[Hakikat Iman]
وَالْإِيمَانُ قَوْلٌ بِاللِّسَانِ, وَعَمَلٌ
بِالْأَرْكَانِ وَعَقْدٌ بِالْجَنَانِ, يَزِيدُ بِالطَّاعَةِ, وَيَنْقُصُ
بِالْعِصْيَانِ, قَالَ اَللَّهُ تَعَالَى: {وَمَا
أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ
وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ}
[البينة: 5]
Iman adalah ucapan lisan, perbuatan anggota badan, dan
keyakinan hati yang bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan maksiat.
Allah ta’ala berfirman, “Padahal mereka tidak disuruh kecuali
supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam
(menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama
yang lurus.” [98:5]
فَجَعَلَ عَبَادَةَ اَللَّهِ تَعَالَى,
وَإِخْلَاصَ اَلْقَلْبِ, وَإِقَامَ اَلصَّلَاةِ, وَإِيتَاءَ اَلزَّكَاةِ كُلَّهُ
مِنْ اَلدِّينِ
Dia menjadikan ibadah kepada Allah ta’ala dan
ikhlasnya hati juga menegakkan shalat dan menunaikan zakat semuanya termasuk
agama.
وَقَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم: «اَلْإِيمَانُ
بِضْعٌ وَسَبْعُونَ شُعْبَةً, أَعْلَاهَا شَهَادَةُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا
اَللَّهُ, وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ اَلْأَذَى عَنْ اَلطَّرِيقِ»
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Iman ada 70 cabang lebih. Yang paling tinggi adalah syahadat (لَا إِلَهَ إِلَّا اَللَّهُ) dan yang paling rendah adalah
menyingkirkan gangguan dari jalan.” [HR. Muslim
no. 35]
فَجَعَلَ اَلْقَوْلَ وَالْعَمَلَ مِنْ
اَلْإِيمَانِ
Dia menjadikan ucapan dan perbuatan termasuk iman.
وقال تعالى: {فَزَادَتْهُمْ
إِيمَانًا} [التوبة: 124]
Dia ta’ala juga berfirman, “Lalu imam mereka
bertambah.” [9:124]
وقال: {لِيَزْدَادُوا
إِيمَانًا} [الفتح: 4]
Dia ta’ala juga berfirman, “Supaya mereka
bertambah imannya.” [47:4]
وَقَالَ رَسُولُ اَللَّهِ
صلى الله عليه وسلم: «يَخْرُجُ مِنْ اَلنَّارِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ
إِلَّا اَللَّهُ وَفِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ بُرَّةٍ, أَوْ خَرْدَلَةٍ, أَوْ ذَرَّةٍ
مِنْ اَلْإِيمَانِ» فَجَعَلَهُ مُتَفَاضِلاً
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Akan keluar dari neraka siapa yang mengucapkan (لَا إِلَهَ إِلَّا اَللَّهُ) sementara di dalam hatinya ada
iman meskipun seberat butir gandum atau biji atau dzarrah (debu).” [HR. Al-Bukhari no. 22 dan lain-lain] Dia menjadikan
iman bertingkat-tingkat.
[Mengimani Semua Kabar dari Rasulullah]
وَيَجِبَ اَلْإِيمَانُ بِكُلِّ مَا أَخْبَرَ بِهِ
اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم وَصَحَّ بِهِ اَلنَّقْلُ عَنْهُ فِيمَا
شَاهَدْنَاهُ, أَوْ غَابَ عَنَّا, نَعْلَمُ أَنَّهُ حَقٌّ وَصِدْقٌ, وَسَوَاءٌ فِي
ذَلِكَ مَا عَقِلْنَاهُ وَجَهِلْنَاهُ, وَلَمْ نَطَّلِعْ عَلَى حَقِيقَةِ
مَعْنَاهُ, مِثْلَ حَدِيثِ اَلْإِسْرَاءِ
وَالْمِعْرَاجِ وَكَانَ يَقَظَةً لَا مَنَامًا, فَإِنَّ قُرَيْشًا أَنْكَرَتُهُ
وَأَكْبَرَتَهُ, وَلَمْ تُنْكِرْ اَلْمَنَامَاتِ
Wajib mengimani semua kabar dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam yang telah shahih sanadnya baik yang kita ketahui maupun
yang tidak kita ketahui. Kita yakin bahwa ia benar dan jujur, sama saja akal
kita bisa mencernanya atau tidak. Kita tidak memaksa diri mengetahui hakikat
maknanya. Seperti hadits Isra-Mi’raj adalah dalam keadaan sadar bukan mimpi,
karena orang-orang Quraisy mengingkarinya dan mengganggapnya mustahil tetapi
tidak mengingkari mimpi-mimpi.
وَمِنْ ذَلِكَ أَنَّ مَلَكَ اَلْمَوْتِ لَمَّا
جَاءَ إِلَى مُوسَى عَلَيْهِ اَلسَّلَامُ لِيَقْبِضَ رُوحِهِ لَطَمَهُ فَفَقَأَ
عَيْنَهُ, فَرَجَعَ إِلَى رَبِّهِ فَرَدَّ عَلَيْهِ عَيْنَهُ.
Termasuk pula adalah Malaikat Maut ketika mendatangi Musa
‘alaihissalam untuk mencabut nyawanya memukulnya hingga tercongkel mata
malaikat tersebut. Lalu ia kembali kepada Rabb-nya sehingga matanya
disembuhkan.” [HR. Al-Bukhari no. 1339 dan Muslim no. 2372]
وَمِنْ ذَلِكَ أَشْرَاطُ السَّاعَةِ مِثْلُ
خُرُوجِ الدَّجَّالِ، وَنُزُولِ عِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ عَلَيْهِ السَّلَامُ
فَيَقْتُلُهُ، وَخُرُوجِ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ، وَخُرُوجِ الدَّابَّةِ، وَطُلُوعِ
الشَّمْسِ مِنْ مَغْرِبِهَا، وَأَشْبَاهِ ذَلِكَ مِمَّا صَحَّ بِهِ النَّقْلُ
DI antaranya pula adalah tanda-tanda hari Kiamat, seperti
munculnya Dajjal, turunya ‘Isa bin Maryam ‘alaihissalam lalu
membunuhnya, keluarnya Yajuj dan Majuj, keluarnya Dabbah, Terbitnya matahari
dari arah barat, dan yang semisalnya dari kabar yang shahih periwayatannya.
وَعَذَابُ الْقَبْرِ وَنَعِيمُهُ حَقٌّ، وَقَدْ اسْتَعَاذَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْهُ، وَأَمَرَ بِهِ فِي كُلِّ صَلَاةٍ.
Begitu juga siksa kubur dan nikmat kubur adalah benar
adanya. Sungguh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah berlindung
darinya dan memerintahkan itu di setiap shalat.
وَفِتْنَةُ الْقَبْرِ حَقٌّ، وَسُؤَالُ مُنْكَرٍ
وَنَكِيرٍ حَقٌّ، وَالْبَعْثُ بَعْدَ الْمَوْتِ حَقٌّ، وَذَلِكَ حِينَ يَنْفُخُ
إِسْرَافِيلُ عَلَيْهِ السَّلَامُ فِي الصُّورِ: {وَنُفِخَ فِي الصُّورِ فَإِذَا
هُمْ مِنَ الْأَجْدَاثِ إِلَى رَبِّهِمْ يَنْسِلُونَ} [يس: 51]
Fitnah kubuh benar adanya. Pertanyaan Munkar dan Nakir
benar adanya. Kebangkitan setelah mati benar adanya, yaitu ketika Israfil ‘alaihissalam
meniup sangkakala, “Dan ditiuplah sangkakala, maka tiba-tiba mereka ke luar
dengan segera dari kuburnya (menuju) kepada Tuhan mereka.” [36:51]
وَيُحْشُرُ اَلنَّاسُ يَوْمَ اَلْقِيَامَةِ
حُفَاةً عُرَاةً غُرْلاً بِهِمَا, فَيَقِفُونَ فِي مَوْقِفِ اَلْقِيَامَةِ, حَتَّى
يَشْفَعَ فِيهِمْ نَبِيُّنَا مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم
Manusia dihimpun pada hari Kiamat dalam keadaan tidak
beralas kaki, telanjang, tidak berkhitan, dan tanpa membawa apa-apa. Mereka
terhenti di tempat pemberhentian Kiamat hingga Nabi kita Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam memberi syafaat.
وَيُحَاسِبَهُمْ اَللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى,
وَتُنْصَبُ اَلْمَوَازِينُ, وَتُنْشُرُ اَلدَّوَاوِينُ, وَتَتَطَايَرُ صَحَائِفُ
اَلْأَعْمَالِ إِلَى اَلْإِيمَانِ وَالشَّمَائِلِ: {فَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ
كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ * فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيرًا * وَيَنْقَلِبُ
إِلَى أَهْلِهِ مَسْرُورًا * وَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ وَرَاءَ ظَهْرِهِ *
فَسَوْفَ يَدْعُو ثُبُورًا * وَيَصْلَى سَعِيرًا} [الانشقاق: 7 - 12]
Allah tabaraka wa ta’ala menghisab dan diletakkan
mizan (timbangan-timbangan). Buku catatan dihamparkan dan catatan amal
diserahkan ke tangan kanan dan tangan kiri, “Adapun orang
yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka
dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah, dan
dia akan kembali kepada kaumnya (yang sama-sama beriman) dengan gembira. Adapun orang yang diberikan kitabnya dari belakang, maka dia akan berteriak: ‘Celakalah aku.’ Dan
dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).” [84:7-12]
والميزان له كفتان ولسان
توزن به الأعمال: {فَمَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ *
وَمَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَئِكَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ فِي
جَهَنَّمَ خَالِدُونَ} [المؤمنون: 102 - 103]
Mizan memiliki dua daun timbangan dan lisan untuk
menimbang amal perbuatan. “Barang siapa yang berat timbangan
(kebaikan) nya, maka mereka itulah orang-orang yang dapat keberuntungan. Dan barangsiapa yang ringan timbangannya, maka
mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, mereka kekal di dalam
neraka Jahanam.” [23:102-103]
وَلِنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم
حَوْضٌ فِي اَلْقِيَامَةِ, مَاؤُهُ أَشَدُّ بَيَاضًا مِنْ اَللَّبَنِ, وَأَحْلَى
مِنْ اَلْعَسَلِ, وَأَبَارِيقُهُ عَدَدُ نُجُومِ اَلسَّمَاءِ, مَنْ شَرِبَ مِنْهُ
شَرْبَةً لَمْ يَظْمَأْ بَعْدَهَا أَبَدًا
Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
memiliki telaga pada hari Kiamat yang airnya sangat putih melebihi susu dan
sangat manis melebihi madu. Gayung-gayungnya sejumlah bintang-bintang di
langit. Siapa yang minum darinya tidak akan haus selama-lamanya setelah itu.
[HR. Al-Bukhari no. 6583 dan Muslim no. 2290-2291]
وَالصِّرَاطُ حَقٌّ, يَجُوزُهُ اَلْأَبْرَارُ,
وَيَزِلُّ عَنْهُ اَلْفُجَّارُ
Shirat (jembatan yang membentang di punggung neraka
menuju surga) benar adanya yang akan dilewati oleh orang-orang baik, sementara orang-orang
pendosa akan terpleset.
وَيَشْفَعُ نَبِيُّنَا صلى الله عليه وسلم فِيمَنْ
دَخَلَ اَلنَّارَ مِنْ أُمَّتِهِ مِنْ أَهْلِ اَلْكَبَائِرِ, فَيَخْرُجُونَ
بِشَفَاعَتِهِ بَعْدَمَا اِحْتَرَقُوا وَصَارُوا فَحْمًا وَحُمَمًا, فَيَدْخُلُونَ
اَلْجَنَّةَ بِشَفَاعَتِهِ, وَلِسَائِرِ اَلْأَنْبِيَاءِ وَالْمُؤْمِنِينَ
وَالْمَلَائِكَةِ شَفَاعَاتٌ قَالَ تَعَالَى : {يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ
وَمَا خَلْفَهُمْ وَلَا يَشْفَعُونَ إِلَّا لِمَنِ ارْتَضَى وَهُمْ مِنْ
خَشْيَتِهِ مُشْفِقُونَ} [الأنبياء: 28] وَلَا تَنْفَعُ اَلْكَافِرَ شَفَاعَةُ
اَلشَّافِعِينَ
Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam akan
memberi syafaat kepada orang yang masuk neraka dari umatnya pelaku dosa besar.
Mereka keluar dengan syafaat beliau setelah terbakar dan menjadi berasap serta
menghitam. Lalu mereka masuk surga dengan syafaat beliau. Seluruh para nabi,
orang-orang beriman, dan para malaikat juga memiliki syafaat-syafaat. Dia ta’ala
berfirman, “Dia mengetahui segala sesuatu yang di hadapan
mereka (malaikat) dan yang di belakang mereka, dan mereka tiada memberi syafaat
melainkan kepada orang yang diridhai Allah, dan
mereka itu selalu berhati-hati karena takut kepada-Nya.” [21:28] Dan
orang-orang kafir tidak akan berlaku untuk mereka syafaat siapa pun yang
memberi syafaat.
وَالْجَنَّةُ وَالنَّارُ مَخْلُوقَتَانِ لَا
تَفْنَيَانِ فَالْجَنَّةُ مَأْوَى أَوْلِيَائِهِ, وَالنَّارُ عِقَابُ
لِأَعْدَائِهِ, وأهل الجنة فيها مخلدون {إِنَّ
الْمُجْرِمِينَ فِي عَذَابِ جَهَنَّمَ خَالِدُونَ * لَا يُفَتَّرُ عَنْهُمْ وَهُمْ
فِيهِ مُبْلِسُونَ} [الزخرف: 74 - 75]
Surga dan neraka adalah dua makhluk yang tidak akan
punah. Surga adalah tempat wali-wali-Nya dan neraka adalah sika bagi
musuh-musuh-Nya. Penduduk surga kekal di dalamnya dan “Sesungguhnya
orang-orang yang berdosa kekal di dalam azab neraka Jahanam. Tidak diringankan azab itu dari mereka dan mereka
di dalamnya berputus asa.” [43:74-75]
وَيُؤْتَى بِالْمَوْتِ فِي صُورَةِ كَبْشٍ
أَمْلَحَ, فَيُذْبَحُ بَيْنَ اَلْجَنَّةِ وَالنَّارِ, ثُمَّ يُقَالُ: «يَا أَهْلَ
اَلْجَنَّةِ خُلُودٌ وَلَا مَوْتَ, وَيَا أَهْلَ اَلنَّارِ خُلُودٌ وَلَا مَوْتَ»
Kematian akan didatangkan dalam rupa kambing gibas
bertanduk. Lalu disembelih di antara surga dan neraka. Kemudian dikatakan, “Wahai
penduduk surga kekallah dan tidak ada kematikan. Wahai penduduk neraka kekallah
dan tidak ada kematian.” [HR. Al-Bukhari no. 6544]
[Kedudukan Rasulullah dan Para Shahabatnya]
وَمُحَمَّدٌ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم
خَاتَمُ اَلنَّبِيِّينَ وَسَيِّدُ اَلْمُرْسَلِينَ, لَا يَصِحُّ إِيمَانُ عَبْدٍ
حَتَّى يُؤْمِنَ بِرِسَالَتِهِ وَيَشْهَدَ بِنُبُوَّتِهِ, وَلَا يُقْضَى بَيْنَ
اَلنَّاسِ فِي اَلْقِيَامَةِ إِلَّا بِشَفَاعَتِهِ, وَلَا يَدْخُلُ اَلْجَنَّةَ
أُمَّةٌ إِلَّا بَعْدَ دُخُولِ أُمَّتِهِ, صَاحِبُ لِوَاءِ اَلْحَمْدِ,
وَالْمَقَامِ اَلْمَحْمُودِ, وَالْحَوْضِ اَلْمَوْرُودِ, وَهُوَ إِمَامُ
اَلنَّبِيِّينَ, وَخَطِيبُهُمْ, وَصَاحِبُ شَفَاعَتِهِمْ
Muhammad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
penutup para nabi dan penghulu para rasul. Iman seorang hamba tidak sah hingga
beriman kepada risalahnya dan mengakui kenabiannya. Manusia tidak akan diadili
pada hari Kiamat kecuali dengan syafaatnya. Tidak ada umat yang masuk surga
kecuali setelah masuknya umatnya yaitu pemilik bendera pujian, kedudukan yang
terpuji, dan telaga yang didatangi, yaitu imam para nabi dan juru bicara mereka
serta pemilik syafaat mereka (Nabi Muhammad).
أُمَّتُهُ خَيْرُ اَلْأُمَمِ, وَأَصْحَابُهُ
خَيْرُ أَصْحَابِ اَلْأَنْبِيَاءِ عَلَيْهِمْ اَلسَّلَامُ
Umatnya adalah umat terbaik dan shahabatnya adalah
shahabat para nabi terbaik ‘alaihimussalam.
وَأَفْضَلُ أُمَّتِهِ أَبُو بَكْرٍ اَلصِّدِّيقُ,
ثُمَّ عُمَرُ اَلْفَارُوقُ, ثُمَّ عُثْمَانُ ذُو اَلنُّورَيْنِ, ثُمَّ عَلِيٌّ اَلْمُرْتَضَى
رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمْ أَجْمَعِينَ; لِمَا رَوَى عَبْدُ اَللَّهِ بْنُ عُمَرَ
رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: كُنَّا نَقُولُ وَالنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم
حَيٌّ أَبُو بَكْرٍ, ثُمَّ عُمَرُ, ثُمَّ عُثْمَانُ, ثُمَّ عَلَيٌّ, فَيَبْلُغُ
ذَلِكَ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم فَلَا يُنْكِرُهُ
Yang terbaik dari umatnya adalah Abu Bakar ash-Shiddiq,
kemudian ‘Umar al-Faruq, kemudian ‘Utsman Dzunnurain, kemudian ‘Ali al-Murtadha
radhiyallahu ‘anhum ajmain, berdasarkan riwayat ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu
‘anhuma bahwa dia berkata, “Kami berpendapat saat Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam masih hidup bahwa yang terbaik dari umat ini setelah
Nabinya adalah Abu Bakar, kemudian ‘Umar, kemudian ‘Utsman, kemudian ‘Ali. Hal
itu sampai kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau tidak
mengingkarinya.” [HR. Abu Dawud no. 4628 dan lain-lain. Dinilai shahih oleh
Syaikh al-Albani]
وَصَحَّتْ اَلرِّوَايَةُ عَنْ عَلَيٍّ رضي الله
عنه أَنَّهُ قَالَ: خَيْرُ هَذِهِ اَلْأُمَّةِ بَعْدَ نَبِيِّهَا أَبُو بَكْرٍ
ثُمَّ عُمَرُ, وَلَوْ شِئْتَ سَمَّيْتَ اَلثَّالِثَ
Terdapat riwayat yang shahih dari ‘Ali radhiyallahu
‘anhu bahwa dia berkata, “Yang terbaik dari umat ini setelah Nabinya adalah
Abu Bakar kemudian ‘Umar dan seandainya kamu mau akan kuberitahu yang ketiga.” [HR.
Ahmad no. 879 dan dishahihkan Syaikh al-Arnauth]
وَرَوَى أَبُو اَلدَّرْدَاءِ عَنْ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلمأَنَّهُ قَالَ: «مَا طَلَعَتْ
اَلشَّمْسُ وَلَا غَرَبَتْ بَعْدَ اَلنَّبِيِّينَ وَالْمُرْسَلِينَ عَلَى أَفْضَلَ
مِنْ أَبِي بَكْرٍ»
Abu Darda meriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bahwa beliau bersabda, “Tidaklah matahari terbit dan tenggelam
setelah para nabi dan rasul yang lebih utama selain Abu Bakar.” [HR. Ahmad
no. 135 dalam Fadhail ash-Shahabah]
وَهُوَ أَحَقُّ خَلْقِ اَللَّهِ بِالْخِلَافَةِ
بَعْدَ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم لِفَضْلِهِ وَسَابِقَتِهِ, وَتَقْدِيمِ
اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم لَهُ فِي اَلصَّلَاةِ عَلَى جَمِيعِ اَلصَّحَابَةِ
رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمْ, وَإِجْمَاعِ اَلصَّحَابَةِ عَلَى تَقْدِيمِهِ
وَمُبَايَعَتِهِ, وَلَمْ يَكُنْ اَللَّهُ لِيَجْمَعَهُمْ عَلَى ضَلَالَةٍ
Abu Bakar makhluk Allah yang berhak terhadap khilafah
setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena keutamaannya dan keterdahuluan
masuk Islam, juga karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruhnya
maju menjadi imam shalat atas seluruh para shahabat radhiyallahu ‘anhum,
juga kesepakatan para shahabat atas lebih mendahulukannya dan membaiatnya dan
Allah tidak pernah menjadikan mereka sepakat dalam kesesatan.
ثُمَّ مِنْ بَعْدِهِ عُمَرُ رضي الله عنه
لِفَضْلِهِ وَعَهْدِ أَبِي بَكْرٍ إِلَيْهِ
Kemudian setelahnya adalah ‘Umar radhiyallahu ‘anhu
karena keutamaannya dan penunjukan Abu Bakar atasnya.
ثُمَّ عُثْمَانُ رضي الله عنه لِتَقْدِيمِ أَهْلِ الشُّورَى لَهُ، ثُمَّ
عَلِيٌّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ لِفَضْلِهِ وَإِجْمَاعِ أَهْلِ عَصْرِهِ عَلَيْهِ.
Kemudian ‘Utsman radhiyallahu ‘anhu karena ahli
musyawarah mendahulukannya, kemudian ‘Ali radhiyallahu ‘anhu karena
keutamaannya dan ijma’ orang-orang di zamannya.
وَهَؤُلَاءِ الْخُلَفَاءُ الرَّاشِدُونَ
الْمَهْدِيُّونَ الَّذِينَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فِيهِمْ: «عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ اَلْخُلَفَاءِ
اَلرَّاشِدِينَ اَلْمَهْدِيِّينَ مِنْ بَعْدِي, عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ»
Mereka adalah para khalifah ar-Rasyid yang terbimbing
yang mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang
mereka, “Hendaklah kalian mengikuti sunnahku dan sunnah Khulafa Rasyidin
yang terbimbing sepeningalku. Gigitlah ia dengan gigi graham.” [HR. Abu
Dawud no. 4607 dan dishahihkan Syaikh al-Albani]
وَقَالَ صلى الله عليه وسلم: «اَلْخِلَافَةُ مِنْ
بَعْدِي ثَلَاثُونَ سَنَةً» فَكَانَ آخِرُهَا خِلَافَةَ عَلَيٍّ رضي الله عنه
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga
bersabda, “Khilafah sepeninggalku berjumlah 30 tahun.” [HR. Abu Dawud
no. 4646 dan dinilai hasan shahih Syaikh al-Albani] Akhir kekhilafahan adalah
‘Ali radhiyallahu ‘anhu.
وَنَشْهَدُ لِلْعَشَرَةِ بِالْجَنَّةِ, كَمَا
شَهِدَ لَهُمْ اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم، فَقَالَ: «أَبُو بَكْرٍ فِي
اَلْجَنَّةِ, وَعُمَرُ فِي اَلْجَنَّةِ, وَعُثْمَانُ فِي اَلْجَنَّةِ, وَعَلِيُّ
فِي اَلْجَنَّةِ, وَطَلْحَةُ فِي اَلْجَنَّةِ, وَالزُّبَيْرُ فِي اَلْجَنَّةِ,
وَسَعْدٌ فِي اَلْجَنَّةِ, وَسَعِيدٌ فِي اَلْجَنَّةِ, وَعَبْدُ اَلرَّحْمَنِ بْنُ
عَوْفٍ فِي اَلْجَنَّةِ, وَأَبُو عُبَيْدَةَ ِبْنِ اَلْجَرَّاحِ فِي اَلْجَنَّةِ»
Kami bersaksi terhadap 10 orang yang dijamin masuk surga
seperti persaksian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada mereka, di
mana beliau bersabda, “Abu Bakar di surga, ‘Umar di surga, ‘Utsman di surga,
‘Ali di surga, Thalhah di surga, az-Zubair di surga, Sa’ad di surga, Sa’id di
surga, ‘Abdurrahman bin ‘Auf di surga, dan Abu ‘Ubaidah bin Jarrah di surga.”
[HR. At-Tirmidzi no. 3747 dan dishahihkan Syaikh al-Albani]
وَكُلُّ مَنْ شَهِدَ لَهُ اَلنَّبِيُّ صلى الله
عليه وسلم بِالْجَنَّةِ شَهِدْنَا لَهُ بِهَا, كَقَوْلِهِ صلى الله عليه وسلم: «اَلْحَسَنُ
وَالْحُسَيْنُ سَيِّدَا شَبَابِ أَهْلِ اَلْجَنَّةِ»
Setiap orang yang dipersaksikan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam juga kami persaksikan seperti sabda beliau, “Hasan dan
al-Husain adalah dua pemimpin pemuda-pemuda penduduk surga.” [HR.
At-Tirmidzi no. 3768 dan dishahihkan Syaikh al-Albani]
وَقَوْلِهِ لِثَابِتِ بْنِ قَيْسٍ: «إِنَّهُ مِنْ
أَهْلِ اَلْجَنَّةِ»
Juga sabda beliau kepada Tsabit bin Qais bahwa “Ia termasuk
penduduk surga.” [HR. Muslim no. 119]
[Tidak Suka Memvonis Surga dan Neraka]
وَلَا نَجْزِمُ لِأَحَدٍ مِنْ أَهْلِ اَلْقِبْلَةِ
بِجَنَّةٍ وَلَا نَارٍ, إِلَّا مِنْ جَزَمَ لَهُ اَلرَّسُولُ صلى الله عليه وسلم
لَكِنَّا نَرْجُو لِلْمُحْسِنِ, وَنَخَافُ عَلَى اَلْمُسِيءِ وَلَا نُكَفِّرُ
أَحَدًا مِنْ أَهْلِ اَلْقِبْلَةِ بِذَنْبٍ, وَلَا نُخْرِجُهُ عَنْ اَلْإِسْلَامِ
بِعَمَلٍ
Kami tidak memastikan seorang pun dari ahli kiblat dengan
surga atau neraka kecuali orang yang dipastikan oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, akan tetapi kami berharap bagi orang-orang yang berbuat
baik dan mengkhawatirkan kepada orang yang berbuat buruk. Kami tidak
mengkafirkan seorang pun dari ahli kiblat karena dosanya dan kami tidak
mengeluarkannya dari Islam karena amalnya.
وَنَرَى اَلْحَجَّ وَالْجِهَادَ مَاضِيَيْنِ مَعَ
طَاعَةِ كُلِّ إِمَامٍ, برًا كَانَ أَوْ فَاجِرًا, وَصَلَاةُ اَلْجُمُعَةِ
خَلْفَهُمْ جَائِزَةٌ
Kami berpandangan haji dan jihad berlaku bersama ketaatan
kepada setiap pemimpin yang baik maupun yang jahat, dan boleh shalat di
belakang mereka.
قَالَ أَنَسٌ قَالَ اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه
وسلم: «ثَلَاثٌ مِنْ أَصْلِ اَلْإِيمَانِ, اَلْكَفُّ عَمَّنْ قَالَ لَا إِلَهَ
إِلَّا اَللَّهُ, وَلَا نُكَفِّرُهُ بِذَنْبٍ, وَلَا نُخْرِجُهُ مِنْ
اَلْإِسْلَامِ بِعَمَلٍ, وَالْجِهَادُ مَاضٍ مُنْذُ بَعَثَنِي اَللَّهُ حَتَّى
يُقَاتِلَ آخِرُ أُمَّتِي اَلدَّجَّالِ, لَا يُبْطِلُهُ جَوْرُ جَائِرٌ, وَلَا
عَدْلُ عَادِلٍ, وَالْإِيمَانُ بِالْأَقْدَارِ» رواه أبو داود
Anas berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Tiga pondasi iman adalah menahan diri (tidak membunuh, merampas,
dan menodai) dari orang yang mengucapkan (لا إله إلا الله) dan tidak mengkafirkan mereka karena
dosa, dan tidak mengeluarkan mereka dari Islam karena perbuatannya. Jihad tetap
berlaku semenjak Allah mengutusku hingga akhir umatku memerangi Dajjal dan
tidak bisa dibatalkan oleh pelaku kejahatan dan pelaku keadilan. Dan iman
kepada takdir.” [HR. Abu Dawud no. 2532]
[Wajib Mencintai Para Shahabat]
وَمِنْ اَلسُّنَّةِ تَوَلِّي أَصْحَابِ رَسُولِ
اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَمَحَبَّتُهُمْ, وَذِكْرُ مَحَاسِنَهُمْ,
وَالتَّرَحُّمُ عَلَيْهِمْ, وَاعْتِقَادُ فَضْلِهُمْ, وَمَعْرِفَةُ سَابِقَتِهِمْ
Termasuk sunnah adalah berloyal kepada para shahabat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, mencintai mereka, menyebut
kebaikan-kebaikan mereka, mendoakan rahmat kepada mereka, mendoakan ampunan
untuk mereka, dan menahan diri dari menyebut keburukan-keburukan yang terjadi
di antara mereka. Juga meyakini keutamaan mereka dan mengenal keterdahuluan
mereka (dalam berislam).
وقال تعالى: {وَالَّذِينَ
جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا
الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ
آمَنُوا} [الحشر: 10]
Allah ta’ala berfirman, “Dan
orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka berdoa: ‘Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara
kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan
kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman.’” [59:10]
وقال تعالى: {مُحَمَّدٌ
رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ
بَيْنَهُمْ} [الفتح: 29]
Dia ta’ala juga berfirman, “Muhammad itu adalah
utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap
orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.” [48:29]
وَقَالَ اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم: «لَا
تَسُبُّوا أَصْحَابِي, فَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَوْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا,
مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ, وَلَا نَصِيفَهُ»
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kalian
jangan mencela para shahabatku, karena jika salah seorang dari kalian seandai
menginfakkan emas seperti gunung Uhud tidak akan menyamai satu mud salah
seorang dari mereka bahkan tidak pula setengahnya.” [HR. Al-Bukhari no. 3673
dan Muslim no. 2540]
وَمِنْ اَلسُّنَّةِ اَلتَّرَضِّي عَنْ أَزْوَاجِ
اَلرَّسُولِ صلى الله عليه وسلم أُمَّهَاتِ اَلْمُؤْمِنِينَ اَلْمُطَهَّرَاتِ
اَلْمُبَرَّآتِ مِنْ كُلِّ سُوءٍ, أُفَضِّلُهُنَّ خَدِيجَةُ بِنْتُ خُوَيْلِدٍ,
وَعَائِشَةُ اَلصِّدِّيقَةُ بِنْتُ اَلصِّدِّيقِ اَلَّتِي بَرَّأَهَا اَللَّهُ فِي
كِتَابِهِ, زَوْجُ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فِي اَلدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ,
فَمَنْ قَذَفَهَا بِمَا بَرَّأَهَا اَللَّهُ مِنْهُ فَقَدْ كَفَرَ بِاَللَّهِ
اَلْعَظِيمِ
Termasuk sunnah adalah ridha istri-istri Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam sebagai ibu-ibu
kaum Mukminin yang suci dan terbebas dari segala keburukan. Yang paling utama
dari mereka adalah Khadijah bintu Khuwailid dan ‘Aisyah ash-Shiddiqah bintu
ash-Shiddiq yang Allah telah membebaskannya dalam kitab-Nya (dari tuduhan keji
orang munafik). Ia adalah istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di
dunia dan di akhirat. Siapa yang menuduhnya padahal Allah telah membebaskan ia
darinya maka dia kafir kepada Allah yang Mahaagung.
وَمُعَاوِيَةُ خَالُ اَلْمُؤْمِنِينَ, وَكَاتِبُ
وَحْي اَللَّهِ, أَحَدُ خُلَفَاءِ اَلْمُسْلِمِينَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمْ
Mu’awiyah adalah paman kaum Mukminin, penulis wahyu
Allah, dan salah satu khalifah kaum muslimin radhiyallahu ‘anhum.
[Wajib Taat Kepada Penguasa Muslim Meski Kejam]
وَمِنْ اَلسُّنَّةِ اَلسَّمْعُ وَالطَّاعَةُ
لِأَئِمَّةِ اَلْمُسْلِمِينَ وَأُمَرَاءِ اَلْمُؤْمِنِينَ, بَرِّهِمْ
وَفَاجِرِهِمْ, مَا لَمْ يَأْمُرُوا بِمَعْصِيَةِ اَللَّهِ, فَإِنَّهُ لَا طَاعَةَ
لِأَحَدٍ فِي مَعْصِيَةِ اَللَّهِ.
Termasuk sunnah adalah mendengar dan taat kepada para
imam kaum Muslimin dan pemimpin kaum Mukminin yang baik maupun yang jahat,
selagi mereka tidak menyuruh maksiat kepada Allah, karena tidak ada ketaatan
kepada seorang pun dalam bermaksiat kepada Allah.
وَمَنْ وَلِيَ اَلْخِلَافَةَ وَاجْتَمَعَ عَلَيْهِ
اَلنَّاسُ, وَرَضُوا بِهِ, أَوْ غَلَبَهُمْ بِسَيْفِهِ حَتَّى صَارَ خَلِيفَةً,
وَسُمِّيَ أَمِيرَ اَلْمُؤْمِنِينَ, وَجَبَتْ طَاعَتُهُ, وَحَرُمَتْ
مُخَالَفَتُهُ, وَالْخُرُوجُ عَلَيْهِ, وَشَقُّ عَصا اَلْمُسْلِمِينَ.
Siapa yang menjadi khalifah dan manusia menyepakatinya
dan meridhainya atau ia mengalahkan mereka dengan pedang hingga menjadi
khalifah atau ia dipanggil Amirul Mukminin, maka wajib mentaatinya dan haram
menyelisihinya, dan memberontaknya dan membelah tongkat (memecah belah) kaum Muslimin.
[Wajib Menjauhi Ahli Bid’ah]
وَمِنْ اَلسُّنَّةِ هُجْرَانُ أَهْلِ اَلْبِدَعِ
وَمُبَايَنَتُهُمْ, وَتَرْكُ اَلْجِدَالِ وَالْخُصُومَاتِ فِي اَلدِّينِ, وَتَرْكُ
اَلنَّظَرِ فِي كُتُبِ اَلْمُبْتَدِعَة وَالْإِصْغَاءِ إِلَى كَلَامِهِمْ
Termasuk Sunnah adalah hijrah dari ahli bid’ah dan
menjauhi mereka, meninggalkan perdebatan dan debat kusir dalam agama,
meninggalkan memperdalam kitab-kitab bid’ah dan condong kepada ucapan-ucapan
mereka.
وَكُلُّ مُحْدَثَةٍ فِي اَلدِّينِ بِدْعَةٌ,
وَكُلُّ مُتَّسِمٍ بِغَيْرِ اَلْإِسْلَامِ وَالسُّنَّةِ مُبْتَدِعٌ,
كَالرَّافِضَةِ, وَالْجَهْمِيَّةِ, وَالْخَوَارِجِ, وَالْقَدَرِيَّةِ,
وَالْمُرْجِئَةِ, وَالْمُعْتَزِلَةِ, وَالْكَرَّامِيَّةِ, والكُلَّابِيَّةِ,
وَنَظَائِرِهِمْ, فَهَذِهِ فِرَقُ اَلضَّلَالِ, وَطَوَائِفُ اَلْبِدَعِ,
أَعَاذَنَا اَللَّهُ مِنْهَا
Setiap perkara baru dalam agama adalah bid’ah dan setiap pencetus
nama baru selain Islam dan Sunnah adalah mubtadi (ahli bid’ah) seperti
Rafidhah, Jahmiyyah, Khawarij, Qadariyyah, Murjiah, Mu’tazilah, Karamiyah,
Kilabiyah, dan yang semisal mereka. Mereka semua ini kelompok sesat, golongan
ahli bid’ah. Semoga Allah melindungi kita dari mereka.
وَأَمَّا اَلنِّسْبَةُ إِلَى إِمَامٍ فِي فُرُوعِ اَلدِّينِ,
كَالطَّوَائِفِ اَلْأَرْبَعِ فَلَيْسَ بِمَذْمُومٍ, فَإِنَّ اَلِاخْتِلَافَ فِي
اَلْفُرُوعِ رَحْمَةٌ, وَالْمُخْتَلِفُونَ فِيهِ محمودون فِي اِخْتِلَافِهِمْ,
مُثَابُونَ فِي اِجْتِهَادِهِمْ, وَاخْتِلَافِهِمْ رَحْمَةٌ وَاسِعَةٌ,
وَاتِّفَاقُهُمْ حُجَّةٌ قَاطِعَةٌ.
Adapun menisbatkan diri kepada imam
dalam cabang agama seperti imam madzhab empat maka tidak tercela, karena
perbedaan dalam cabang adalah rahmat. Orang-orang yang berselisih dalam masalah
cabang adalah orang-orang terpuji dalam khilaf mereka, mendapat pahala dalam
ijtihad mereka. Khilaf mereka adalah rahmat luas sementara kesepakatan mereka
adalah hujjah yang pasti.
نسأل الله أن يعصمنا من
البدع والفتنة، ويحيينا على الإسلام والسنة، ويجعلنا ممن يتبع رسول الله صلى الله
عليه وسلم في الحياة، ويحشرنا في زمرته بعد الممات برحمته وفضله آمين.
Kita memohon kepada Allah agar menjaga kita dari
kebid’ahan dan fitnah, menghidupkan kita dalam Islam dan Sunnah, dan menjadikan
kita termasuk orang yang mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
selama hidup dan menghimpun kita di dalam rombongan beliau setelah meninggal
dengan rahmat-Nya dan karunia-Nya. Amin.
وهذا آخر المعتقد والحمد لله
وحده وصلى الله على سيدنا محمد وآله وصحبه وسلم تسليما.
Inilah akhir keyakinan dan segala puji milik Allah semata
dan semoga shalawat Allah dan salam-Nya tercurah kepada penghulu kita Muhammad,
keluarganya, dan para shahabatnya.
***